Minggu, 03 Juni 2012

Diskriminasi ODHA kena Sanksi Rp 50 Juta

Sudikerta sedang berdiskusi dengan Komunitas Jurnalis Peduli HIV/AIDS
Sebanyak 1.259 orang di Kab. Badung  dinyatakan sudah terinfeksi virus HIV/AIDS. Dari 1259 ini, sebanyak 793 orang dengan HIV/AIDS (ODHA),  sedangkan sisanya  469 belum terdeteksi keberadaannya. Demikian diungkapkan Ketua Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA)  Kab. Badung  I Ketut Sudikerta ketika melakukan dialog dengan  Komunitas Jurnalis Peduli AIDS (KJPA) Provinsi Bali, Sabtu (19/5).

Badung sudah melakukan langkah cepat dalam penanggulangan HIV/AIDS ini dengan kebijakan hukum Perda Nomor I Tahun 2008 tentang HIV/AIDS. Salah satu isinya, ada sanksi yang diberikan kepada warga masyarakat yang menulari virus HIV/AIDS dengan hukuman  kurungan maksimal  6 bulan penjara dan denda maksimal  Rp 50 juta. Begitu juga bagi orang yang mendiskriminasikan ODHA bisa dituntut dan dipidana dengan sanksi yang sama.

Walau pun terkesan sangat mengerikan, namun, bagaimana bisa mengawasi dan mengetahui orang dapat menularkan virus mematikan ini ke orang lain. 
Menurut Sudikerta, saat ini sedang dibentuk tim pengawas yang terdiri dari  unsur aparat keamanan, penyidik umum dan penyidik PNS, dan Satpol PP. Tata cara pengawasan juga sedang digodok. Targetnya,  tahun 2012 bisa terlaksana. Sasaran utama, kata Sudikerta, fokus bagi yang menyebarkan HIV/AIDS dengan unsur kesengajaan. Bagi yang melakukan diskriminasi pada ODHA bisa dilaporkan ke aparat keamanan.

"Untuk mensinergikan program KPA dengan unit SKPD Badung tidak mudah. Jangan sampai satu program dibiayai sama-sama oleh SKPD. Sehingga perlu koordinasi dan sinkronisasi," ujarnya.
Wakil Bupati Badung ini menambahkan program tidak bisa bersamaan, semua harus ada biaya.  Namun, ada saja kekurangan karena  anggaran terbatas. Ia menegaskan sekarang sudah dianggarkan  Rp 1,43 miliar.Program yang sedang digencarkan dengan menyasar petani dan kafe.
Untuk mendukung program ini, Badung sudah memiliki 4 klinik VCT, 1 klinik CST dan PMTCT, dan "harm reduction" di Puskesmas Kuta I, siswa KSPAN, dan pelatihan tutor sebaya.

Pengelola Program KPA Bali Yahya Ashori mengatakan, sejak tahun 2006 proses penularan HIV/AIDS meningkat prevalensinya 20-25%. Artinya satu dari 4 PSK sudah terpapar HIV/AIDS.  Bukan  hanya cewek kafe, tetapi sudah mengarah ke petugas kafe. Sebanyak 50 kafe berada di sepanjang Kapten Japa  sampai Klungkung.  Ia memperkirakan ada 100.000 lelaki pembeli seks.
Menurutnya manajemen perlu diperlukan untuk mengatasi masalah lokalisasi.  ”Fenomena sekarang kos-kosan karena tidak ada lokalisasi,” ujarnya.

Ia mengatakan, walaupun di Bali, tidak ada lokalisasi tetapi lokasi hendaknya dibina dengan kegiatan masyarakat dengan tetap memperhatikan rumus A,B,C,D,E yakni abstinence (tidak melakukan seks pranikah), be faithful (setia pada satu pasangan), use condom (menggunakan kondom apabila melakukan hubungan seks yang tidak  aman), don’t inject (tidak menggunakan narkoba jenis jarum suntik), dan education (selalu mencari informasi-informasi yang akurat mengenai HIV/AIDS). ”Use condom dan pencegahan sekunder pengobatan IMS dapat kita lakukan di lokasi. Kami berharap, para stakeholder  jangan melakukan pendekatan hukum yang pragmatis,” tambahnya.

Menurutnya, komitmen Lurah Benoa patut ditiru. Lurah Benoa sudah memunyai komitmen ada aturan untuk mucikarinya mereka punya catatan bagi  yang  tidak mau pakai kondom diberi sanksi. Pengelola wisma juga menyediakan kondom. Yang dulunya hanya 30-40 orang yang mau memeriksakan diri, sekarang sudah hampir 100 orang mau periksa termasuk pasangannya.
Apakah ini tidak melegalkan prostitusi atau lokalisasi. Menurut Yahya Ashori, yang dilakukan adalah pendekatan kesehatan masyarakat di tempat-tempat yang perlu upaya pencegahan. ”Program ini merupakan implementasi perda, dan MDGs poin 6,” ujar Yahya.

Menurut Yahya, program untuk penanggulangan HIV/AIDS ini juga menyasar lelaki dengan risiko tinggi. Sebanyak 13.000 ABK di Benoa juga disasar dan Ogawata (organisasi kelompok gay dan waria di Seminyak) ikut bekerja sama.

LSM Citra Usadha mempertanyakan komitmen Badung menargetkan getting to zero. Sebelum memutuskan mungkin kasus sudah bertambah. Bicara HIV/AIDS bicara desa. Banyak yang belum siap untuk klinik Prevention mother to child transmittion (PMTCT). Saat ini baru ada di Buleleng dan RS Sanglah.
Sudikerta mengatakan,  persoalan memang ada di desa. Ke depan, puskemas akan ditingkatkan menjadi tempat pelayanan rawat inap. "Sekarang masih fokus ke rumah sakit induk RSUD Badung. Setelah lengkap dan sempurna,  bisa memberi pelayanan ringan sampai terberat pelan-pelan akan meningkatkan status puskemas untuk pelayanan rawat inap.  Yang penting komitmen  SDM-nya," tegas Sudikerta.--ast

KOran Tokoh, Edisi 695 , 21 s.d 27 Mei 2012