DUNIA industri tidak hanya memerlukan lulusan perguruan tinggi memiliki IP tinggi. Saat ini dunia kerja memerlukan lulusan yang memiliki jiwa kepemimpinan, mampu berdiskusi dan berkomunikasi, kemampuan bekerja sama dalam sebuah tim serta komitmen yang kuat atas pekerjaannya. Dunia industri memerlukan pekerja yang memiliki ketangguhan menghadapi berbagai keadaan, baik menyenangkan maupun yang sulit di tempat kerjanya.
Penelitian National Association for Able Children in Education (NACE) menyatakan “Keberhasilan seseorang dalam tugas dan pekerjaannya ditentukan oleh kecakapan soft skill sebanyak 82 % dan hanya 18% dari kecakapan hard skill.”
Ir. I Putu Astawa, Pembantu Direktur III Politeknik Negeri Bali (PNB) mengatakan sebagian besar mahasiswa yang tidak pernah mengikuti organisasi sangat lemah dalam soft skill. “Kita bisa melihat lulusan yang tidak memiliki nilai cukup tinggi justru mampu bertahan di pekerjaannya, jika soft skill-nya terasah. Mereka umumnya memiliki kemampuan lebih dalam berkomunikasi dan mampu mengelola stres,” ujar lelaki asal Sesetan ini.
Soft skill bukan hapalan melainkan dipraktikkan oleh individu yang belajar dan ingin mengembangkannya.
“Soft skill adalah keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (termasuk dengan dirinya sendiri). Soft skill ini meliputi nilai yang dianut, motivasi, perilaku, kebiasaan, karakter dan sikap,” ujarnya.
Berdasarkan penelitian di negara-negara maju, ada 23 atribut soft skill yang dominan di lapangan kerja meliputi inisiatif, etika, berpikir kritis, kemauan belajar, komitmen, motivasi, bersemangat, dapat diandalkan, komunikasi lisan, kreatif, kemampuan analitis, manajemen diri, menyelesikan persoalan, dapat meringkas, cooperative, flexible, kerja sama dalam tim, mandiri, mendengarkan, tangguh, berargumentasi logis, manajemen waktu.
Menurutnya pengembangan soft skill di perguruan tinggi dapat dilakukan melalui kegiatan proses pembelajaran dan kegiatan ektrakulikuler mahasiswa. Dalam kegiatan ektrakulikuler mahasiswa dilatih mengembangkan semua atribut soft skill tersebut.
“Saat pemain bertanding acapkali pembimbing kegiatan senantiasa berpusat pada teknik bagaimana memenangkan pertandingan yang akan dilakukan. Mereka sering melupakan sesuatu sangat penting seperti sportifitas, keberanian untuk kalah dan memang serta semangat juang yang menbara. Seringkali terjadi, dalam teknik permainan mereka mampu, namun, ketika kekalahan terjadi bukannya intropeksi diri. Malah sering menyalahkan cara kerja wasit atau mengatakan kecurangan dilakukan lawan. Hal demikian yang akan banyak digali dalam kegiatan kemahasiswaan,” ujarnya.
Putu Astawa mengatakan pendidikan bukan sekadar kumpulan orang-orang pintar. “Pendidikan adalah proses merubah orang dari tidak bisa menjadi bisa. Untuk mendapatkan manusia yang kapabilitas merupakan perpaduan karakter dan kompetensi. Dalam bidang kegiatan kemahasiswaan mereka mendapatkan penalaran dan keilmuan, pengembangan bakat dan minat, kesejahteraan mahasiswa dan kepedulian sosial,” jelasnya.
Ia menyebutkan ada 4 olahan yang dikembangkan dalam kegiatan kemahasiswaan yakni olah pikir, olah raga, olah hati, dan olah rasa. Dengan hal itu, kata Putu Astawa, dalam diri mahasiswa akan timbul rasa ikut memiliki, ikut bertanggung jawab dan ikut berpartisipasi.
Direktur PNB Ir. Putu Dana Pariawan, Salain, M.Sc.,MHIT menambahkan untuk membentuk generasi muda yang tangguh tidak cukup dibekali dengan kompetensinya saja, mahasiswa harus dibekali dengan suatu kemampuan soft skill yang sulit didapatkan di bangku perkuliahan formal. Keterampilan ini dikembangkan melalui kegiatan kemahasiswaan.
“Melalui kegiatan organisasi maupun aktif secara langsung, akan terbentuk jiwa team work, menjaga etika, disiplin, mampu mengontrol emosi, sehingga mereka tidak masuk dalam pergaulan negatif seperti narkoba. Intinya kegiatan kemahasiswaan memberikan sebuah ruang untuk mereka melakukan kompensasi positif,” ujarnya.
Untuk itu, dibuatlah aturan yang jelas. Kegiatan ekstrakurikuler dimasukkan dalam Pedoman Pendidikan PNB dalam Bab VII Pasal 29 dan 30. “Satuan kredit kegiatan mahasiswa (SKKM) adalah nilai kredit poin terhadap kegiatan mahasiswa selama menempuh pendidikan di PNB. Mahasiswa wajib memenuhi sejumlah SKKM sebagai syarat keikutsertaan wisuda sesuai dengan aturan,” ujarnya. Dalam ketentuannya setiap mahasiswa yang menamatkan pendidikan di PNB wajib memiliki minimal 16 poin untuk D-3, dan minimal 20 poin D-4. Setiap semester mahasiswa menerima raport kredit poin yang ditandatangani Pembantu Direktur III.
Ada metode dan tata cara prosedur pelaksanaan SKKM. “Pemberian raport hanya sebagai simbul saja. Dengan mengikuti kegiatan soft skill yang terasah , lulusan PNB mampu menopang kompetensi riilnya sehingga seimbang dan menjadikannya unggul di dunia kerja dan di masyarakat,” papar Dana Pariawan.
Saat ini PNB mengembangkan 16 ektrakulikuler yakni unit kegiatan mahasiswa (UKM) bola voli, UKM bola basket, UKM sepak bola, UKM tennis meja, UKM perisai diri, UKM catur, UKM bulu tangkis, UKM mapala, UKM gambelan, UKM tari, UKM kesenian nasional, UKM bahasa Jepang, UKM english club, UKM jurnalistik, UKM komputer.
Selain UKM, PNB memiliki 6 Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) yakni HMJ Pariwisata, HMJ Administrasi Niaga, HMJ Akutansi, HMJ Teknik Mesin, HMJ Teknik Sipil, HMJ Teknik Elektro. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM ) dan MPM Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM). 75 kegiatan kemahasiswaan dijadwalkan untuk program tahun 2009.
Menurutnya pengembangan sistem SKKM di PNB merupakan pilot project Politeknik di Indonesia. Beberapa Politeknik telah melakukan studi banding penerapan SKKM diantaranya Politeknik Jember, Politeknik Malang, dan Politeknik Jakarta. Tahun 2009 Politeknik Jember segera mengadopsi sistem program SKKM untuk diterapkan disusul beberapa politeknik lain.
Ia menilai dengan semakin banyaknya kampus yang mengadopsi sistem ini, evaluasi menyeluruh dapat dilakukan untuk memantau keberhasilannya. Ia berharap penerapan sistem SKKM ini dapat menjadi contoh bagi universitas lain di Indonesia. Tahun 2009 PNB cukup berbangga karena pemerintah menaruh perhatian besar dengan menganggarkan dana untuk kegiatan kemahasiswaan. –ast
8 komentar:
ilmu dari bangku pendidikan kalo cuma teori seh ga ada gunanya.
ilmu itu harus diterapkan dan dikembangkan
@bat attayaya:
iya tuh, harus diterapkan di dunia kerja,
ilmu softskill ini yang diajarkan di kamps agar lulusna siap nantinya di dunia kerja,
Pas SMU dulu aku cuma ikut ekskul Pramuka. Tapi terus keluar. Hari2 kuhabiskan dg main playstation ama teman. :D
Baru setelah kuliah aku agak rajin ikut organisasi sana-sini...sampai badanku kurus kering. :P tapi itu sebanding dengan pengalaman yg kita dapat kok. :)
benar, dunia industri pula membutuhkan para pekerja yang mau bekerja, bukan pintar bekerja.
selama ini, bila proses pendidikan di universitas-universitas dikembangkan secara andragogi, tentunya akan cepat bermanfaat pd saat lulus nanti. pengalaman saya pernah menerapkan pada pembelajaran "desa siaga", saat itu materi yang saya bawakan bisa diterima dengan cepat, dan bisa diaplikasikan.
@buat andri:
aduh kasian pak dokter, masa badan ampe kurus kering gara-gara ikut organisasi tuh??????
kalu lagi asik jgn lupa makan dong, pak...
hahahhahahahahha
@buat boykesn:
mau bekerja untuk mencari kerja atau mencari uang??
hehheheheh
@buat duniamaya99:
iya betul bu dokter.
Kalau zaman sekarang hy hafal teori ga jamin mampu menciptakan kesuksesan untuk dirinya. Kan kesuksesan arus diciptakan sendiri.
Bentuk jiwa kemandirian sedari mengenyam pendidikan.
Sip, aku setuju2 aja ma mpunya blog. Ilmu yg tidak diaplikasi, bagai pohon yg tidak berbuah.
Halo sobat, apa kabar? Salam hormat dan sukses selalu untukmu yaa. Terima kasih atas persahabatannya...
Cheers, frizzy.
Posting Komentar