Ketidaktahuan tentang dirinya sering membuat remaja terperangkap KTD. Seks adalah untuk mendapatkan keturunan. Aborsi sudah ada sejak dulu. Aborsi atau dilanjutkan banyak yang menjadi pertimbangan. Bukan saja medis, tapi juga psikologis, sosial, mental, dan budaya. Korban aborsi yang tidak aman memberikan kontribusi yang sangat tinggi pada angka kematian ibu di Indonesia.
Pemegang kebijakan hendaknya juga memberi bantuan dari hulu sampai ke hilir. Mulai dari pendidikan sampai ketika masalah muncul harus ditanggulangi dengan baik. Kalau KTD dilanjutkan mereka harus tetap bisa sekolah, terutama penerimaan masyarakat jangan sampai dilecehkan. Ada UU yang mengatur berapa dendanya jika menghamili perempuan. Para orangtua pahami remaja, jadikan mereka teman. Demikian pandangan yang berkembang dalam Siaran Interaktif Koran Tokoh di Global FM 96,5, Minggu (12/4). Topiknya ”Seks bebas, KTD, dan Aborsi”. Berikut petikannya.
Pendidikan Seks Sejak Dini
Kita tidak dapat mencegah KTD. Ini suatu fakta. Siapapun tidak ingin itu terjadi. Banyak yang menyetop kehamilan dengan cara berbahaya, minum obat atau pergi ke orang-orang yang tidak memunyai kompetensi. Masyarakat harus melihat realita yang terjadi. Agama juga hendaknya melindungi semua pihak. Agama tidak hanya menghukum atau mendiskriminasikan tapi juga hendaknya mengayomi. Bisa saja KTD dipelihara, namun, sesudah itu ada sesuatu yang mengayomi hak-hak si perempuan dan si anak. Dia bisa diterima di masyarakat, dan dapat melanjutkan pendidikannya yang sempat tertunda. Dari segi medis, anatomi dan fisiologis tubuh remaja belum sempurna menampung terjadinya kehamilan, misalnya kondisi rahim dan tulang panggulnya. Secara psikologis KTD mencekam jiwanya. Apa yang terjadi dengan masa depannya? Ini merupakan aib keluarga. Bukan hanya perempuan yang menderita tapi juga keluarga. Belum lagi persepsi buruk masyarakat. Belum lagi anak yang akan dilahirkan tidak mendapat keadilan. Anak ini disebut anak bebinjat yang terus merasakan penderitaan sampai keturunannya. Kecuali, masyarakat dapat menerima dengan baik. Ajaran agama selalu menyejukkan dan mendamaikan.
Aborsi bukan barang baru dan sudah ada sejak dulu. Tukang urut perut sudah ada sejak dulu. Relief candi Borobudur memuat gambar perempuan digugurkan. Aborsi bukan produk luar negeri, dan ini sudah ada di Indonesia. Seyogianyalah persepsi masyarakat diperluas. Ini masalah ancaman bagi si ibu. Dia sangat menderita dengan hal itu. Hendaknya kita lebih bijak melihat hal itu. Contohnya, ada gambar di koran dengan ukuran 2 x 3 polisi menggebuki mahasiswa. Dalam persepsi kita, polisi arogan dan ganas karena memegang pentung. Setelah foto itu diperlebar, ternyata mahasiswa tadi membawa celurit. Sekarang persepsi jadi berubah. Begitu juga cara pandang kita melihat masalah KTD ini. Apalagi anak itu korban pemerkosaan. Semua ajaran agama melarang aborsi. Tapi hal itu tetap terjadi.
Anak baru gede (ABG) lahir seperti airmata yang bening. Ketidaktahuan tentang dirinya sering membuat mereka terperangkap. Tidak tahu cara menolak rayuan sementara dari dalam tubuhnya sendiri muncul dorongan seks. Belum lagi pengaruh teknologi seperti televisi, video, dan handphone. Jadi pengetahuan seks ini harus dimulai dari hulunya. Pendekatan sesuai dengan umurnya. Dari segi medis, dampak aborsi tergantung dari umur kehamilannya, umur si janin, siapa yang menolong, kompetensi, dan bagaimana peralatan yang digunakan. Menurut pengalaman, ada KTD yang dialami anak usia 12 tahun. Harus ada konseling dalam menanganinya. Seluruh keluarganya ditanya. Bagaimana pertimbangannya, apalagi misalnya dia korban pemerkosaan. Karena itu, harus dikirim ke dokter ahli.
Sebelum memutuskan, apakah KTD dilanjutkan atau aborsi banyak hal yang menjadi pertimbangan. Bukan saja medis, tapi juga psikologis, sosial, mental, dan budaya. Kalau KTD dapat diteruskan bagus, tapi harus didukung situasi yang bisa menerima si perempuan dan si anak dengan cara yang netral. Menerima si perempuan dan tidak memojokkannya termasuk masalah warisan nantinya bagi si anak. Banyak hal yang diubah dalam adat. Dulu pasangan yang melahirkan manak salah diisolasi di kuburan. Tapi sekarang kita harus mempertimbangkan hak asasi manusia. Kembar buncing harus diterima.
KTD dilanjutkan ataupun aborsi tidak ada yang mengatakan legal. Tapi mari kita berpikir dari sisi lain. Dengan adanya UU antiaborsi perempuan tidak mempunyai akses. Keberhasilan KB di Indonesia sudah menjadi budaya. Ketika mempunyai anak 3 atau 4 masyarakat menjadi malu. Ketika pemerintah memberikan situasi bahwa dua anak cukup, laki-laki atau perempuan sama saja. Sangat tidak adil ketika KB gagal pemerintah tidak membantu. Akhirnya perempuan menjadi korban. Mereka ingin menggugurkan tapi tidak boleh. Akhirnya diam-diam. Mencari orang-orang yang tidak berkompeten akhirnya menimbulkan infeksi bahkan sampai menimbulkan kematian.
Korban aborsi yang tidak aman memberikan kontribusi yang sangat tinggi pada angka kematian ibu di Indonesia. Kematian ibu di Indonesia menduduki urutan paling tinggi di Asean dan menempati urutan ketiga di dunia. Ini sangat memalukan karena angka kematian ibu simbul kesejahteraan suatu bangsa. Singapura dan Malaysia sangat rendah karena KB diback up dengan aborsi aman. Berbicara masalah remaja, perlu diketahui dengan baik situasi remaja itu sendiri. Remaja sedang masa pertumbuhan, kematangan seksual bukan saja dilihat dari munculnya haid dan tumbuh bulu, tapi juga dibarengi dorongan seks yang tinggi. Belum lagi situasi dari luar. Misalnya, remaja kebingungan ketika malam-malam keluar sperma. Mereka tidak mengerti apakah ciuman dapat menyebabkan hamil. Melakukan hubungan seks sekali kok bisa hamil?
Pengetahuan seks sejak dini diharapkan dapat membuat remaja menghargai badannya dan memroteksinya. Kita tidak bisa menyetop informasi dan foto-foto yang berbau porno. Disini diperlukan peran keluarga agar mempunyai pendekatan yang sangat khusus pada remaja. Acapkali remaja ingin mengekpresikan dirinya dengan cara tidak lazim karena ketidaktahuannya, misalnya foto telanjang atau buah dadanya yang kelihatan dikirim ke teman-temannya. Dia ingin ekspresi dengan caranya sendiri. Mungkin dia tidak mendapatkan penghargaan dari orangtuanya.
Beberapa kiat yang perlu diperhatikan orangtua adalah pahami remaja, terima apa adanya, jangan terlalu banyak nasihat, hargai pendapatnya, dengarkan keluhannya. Jika memutuskan sesuatu mintalah pertimbangannya, jangan hanya menyalahkan. Remaja sering berpikir sing taen beneh. Orangtua jangan sok moralis. Buatlah rumah itu surga bagi mereka. Jika remaja mempunyai masalah dapat datang langsung ke PKBI Jalan Gatot Subroto IV/6, atau konsultasi lewat telepon KISARA (0361) 430200 atau PKBI (0361) 430214. Mereka akan diterima sangat bersahabat. Kisara telah melatih banyak siswa tentang pengetahuan reproduksi dan dilakukan secara rutin. Selain itu, ada program DAKU lewat CD interaktif ditawarkan di sekolah.
Saran untuk orangtua, hendaknya memunyai kepedulian yang tinggi pada anak-anaknya terutama remaja. Remaja memunyai permasalahan yang khas. Mereka tidak memunyai pengetahuan sementara godaan sangat tinggi. Ketika remaja menemukan masalah mereka sering bersembunyi dan menjadi pendiam. Pemegang kebijakan hendaknya juga memberi bantuan yang lebih luas dari hulu sampai ke hilir. Mulai dari pendidikan sampai ketika masalah muncul harus ditanggulangi dengan baik. Kalau KTD dilanjutkan harus dibantu dengan segala embel-embelmya mereka bisa sekolah, terutama penerimaan masyarakat jangan sampai dilecehkan. Kalau aborsi, harus juga dihargai hak perempuan demi masa depannya yang lebih baik.
dr. Nyoman Mangku Karmaya
Ketua PHD PKBI Bali
dan Pendiri KISARA
Jangan Bedakan Anak laki-laki dan Perempuan
Sangat tertarik dengan masalah KTD karena masyarakat menganggap perempuanlah yang bersalah, selalu melanggar aturan, selalu tidak mengikuti kata orangtua. Selama ini para orangtua selalu membedakan dalam mendidik anak laki-laki maupun perempuan. Perempuan tidak boleh bermain sepak bola, atau tembak-tembakan. Padahal, itu kan strategi. Permainan itu hanya diajarkan pada anak laki-laki. Anak laki-laki dibiarkan berkembang dengan alamiah sampai tahu strategi kemenangan. Perempuan hanya boleh bermain boneka-bonekaan, atau masak-masakan. Semua hal domestik yang ditanamkan. Anak perempuan harus patuh, beretika, dan sopan santun. Ketika remaja, ia berkembang menjadi minder, ketakutan dan tidak bisa membela diri. Perempuan lemah tidak boleh melawan karena harus patuh. Ketika terjadi KTD perempuan dicaci-maki, tidak bisa membawa diri. Siapa sebenarnya yang salah? Perempuan sudah kehilangan keperawanan, dan harus meninggalkan sekolahnya. Laki-laki bebas menikmatinya. Hukuman hanya ditanggung perempuan.
Saya tidak setuju aborsi, kecuali karena penyakit. Pola pikir masyarakat yang harus diubah. Seandainya saya mengalami hamil diluar nikah dan si laki-laki pergi dan tidak bertanggungjawab. Janin akan tetap dipertahankan karena itu anak Tuhan. Tidak ada anak bebinjat. Tuhan tahu siapa yang bersalah. Perempuan hamil sudah berbuat dosa. Mengapa menambah dosa lagi dengan melakukan aborsi?
Ipung
Denda Jika Menghamili Perempuan
KTD tidak usah diaborsi tapi dilanjutkan saja. Memang si ibu belum siap, tapi efeknya berdampak pada si anak. UU tidak menginginkan adanya aborsi. Kalau ada laki-laki yang berbuat harus ada visum dan ada UU yang mengatur. Laki-laki harus bertanggung jawab. Ada UU yang mengatur berapa dendanya jika menghamili perempuan. Selama ini perempuan selalu menjadi korban dan selalu disalahkan. Harus ada timbal-baliknya.
Ketut Suparta
Seks untuk Mendapat keturunan
Manusia hanya memikirkan kesenangan sendiri. Aturan itu diubah oleh diri sendiri agar menjadi benar. Menurut pandangan Weda hubungan seks untuk mendapatkan keturunan. Kesenangan itu adalah bonus. Kalau tidak ada bonus mungkin manusia punah. Dalam kitab Injil disebutkan manusia pertama adalah Adam dan Hawa, laki dan perempuan. Allah berpesan kepada mereka jangan makan buah terlarang. Karena dorongan seks tidak dapat dikendalikan, akhirnya pesan Tuhan dilarang, dimakanlah buah terlarang tersebut.
Pendapat lain mengatakan seks adalah kebutuhan biologis. Tidak ada yang benar dan tidak yang ada yang salah. Manusia terlalu menuruti dorongan nafsu. Budaya di dunia tidak ada yang original. Saling mempengaruhi antara budaya barat dan timur. Orangtua hendaknya mengetahui perkembangan anak-anak. Anak usia 5 tahun ke bawah bisa diperintah. Disuruh menyapu atau pekerjaan apapun pasti menurut. Setelah menginjak remaja ada perubahan drastis. Apa yang disuruh justru tidak didengarkan bahkan dilanggar.
Sebaiknya jadikan remaja sebagai teman. Apapun yang dilakukan harus bertanggung jawab. Anjing melakukan hubungan seks hanya saat sasih Kesanga. Sementara manusia selalu melakukan hubungan seks. Bahkan sampai melakukan apapun agar bisa melakukan hubungan seks. Seks bukan untuk kesenangan, tapi hanya untuk mendapatkan keturunan.
Gede Biasa
Tuntut Sampai ke Jalur Hukum
Jika KTD dilanjutkan tidak mungkin dapat diterapkan di Bali. Ini berhubungan dengan adat di Bali. Hamil saja harus mecaru apalagi anak lahir tanpa ayah itu sudah cuntaka. Harus mecaru Panca Kelud. Dalam pernikahan ada upacara dengan Tri Saksi yang membuat perkawinan itu sah. Jika belum, anak itu belum layak diterima di masyarakat apalagi sampai masuk ke pura. Penerapan di Bali dan di luar Bali berbeda. Tidak setuju aborsi. Bagaimana seorang ayah seharusnya bertanggungjawab. Bila perlu, menuntut habis-habisan lelaki yang menghamili sampai melalui proses jalur hukum.
Santa
Larang Gambar Porno di Media
Agama tidak menyetujui seks bebas. Seks bebas identik dengan pergaulan bebas tak terbatas. Yang benar adalah pergaulan bebas terbatas. Orangtua harus lebih ketat. Semua pihak diberi pengertian. Risiko terbesar ada pada perempuan karena mereka yang mengandung. Pengawasan tidak saja dari bawah tapi dari atas. Pemerintah langsung mengadakan intervensi melalui Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melarang gambar porno di media cetak dan elektronik.
Dewa Winaya
Pemegang kebijakan hendaknya juga memberi bantuan dari hulu sampai ke hilir. Mulai dari pendidikan sampai ketika masalah muncul harus ditanggulangi dengan baik. Kalau KTD dilanjutkan mereka harus tetap bisa sekolah, terutama penerimaan masyarakat jangan sampai dilecehkan. Ada UU yang mengatur berapa dendanya jika menghamili perempuan. Para orangtua pahami remaja, jadikan mereka teman. Demikian pandangan yang berkembang dalam Siaran Interaktif Koran Tokoh di Global FM 96,5, Minggu (12/4). Topiknya ”Seks bebas, KTD, dan Aborsi”. Berikut petikannya.
Pendidikan Seks Sejak Dini
Kita tidak dapat mencegah KTD. Ini suatu fakta. Siapapun tidak ingin itu terjadi. Banyak yang menyetop kehamilan dengan cara berbahaya, minum obat atau pergi ke orang-orang yang tidak memunyai kompetensi. Masyarakat harus melihat realita yang terjadi. Agama juga hendaknya melindungi semua pihak. Agama tidak hanya menghukum atau mendiskriminasikan tapi juga hendaknya mengayomi. Bisa saja KTD dipelihara, namun, sesudah itu ada sesuatu yang mengayomi hak-hak si perempuan dan si anak. Dia bisa diterima di masyarakat, dan dapat melanjutkan pendidikannya yang sempat tertunda. Dari segi medis, anatomi dan fisiologis tubuh remaja belum sempurna menampung terjadinya kehamilan, misalnya kondisi rahim dan tulang panggulnya. Secara psikologis KTD mencekam jiwanya. Apa yang terjadi dengan masa depannya? Ini merupakan aib keluarga. Bukan hanya perempuan yang menderita tapi juga keluarga. Belum lagi persepsi buruk masyarakat. Belum lagi anak yang akan dilahirkan tidak mendapat keadilan. Anak ini disebut anak bebinjat yang terus merasakan penderitaan sampai keturunannya. Kecuali, masyarakat dapat menerima dengan baik. Ajaran agama selalu menyejukkan dan mendamaikan.
Aborsi bukan barang baru dan sudah ada sejak dulu. Tukang urut perut sudah ada sejak dulu. Relief candi Borobudur memuat gambar perempuan digugurkan. Aborsi bukan produk luar negeri, dan ini sudah ada di Indonesia. Seyogianyalah persepsi masyarakat diperluas. Ini masalah ancaman bagi si ibu. Dia sangat menderita dengan hal itu. Hendaknya kita lebih bijak melihat hal itu. Contohnya, ada gambar di koran dengan ukuran 2 x 3 polisi menggebuki mahasiswa. Dalam persepsi kita, polisi arogan dan ganas karena memegang pentung. Setelah foto itu diperlebar, ternyata mahasiswa tadi membawa celurit. Sekarang persepsi jadi berubah. Begitu juga cara pandang kita melihat masalah KTD ini. Apalagi anak itu korban pemerkosaan. Semua ajaran agama melarang aborsi. Tapi hal itu tetap terjadi.
Anak baru gede (ABG) lahir seperti airmata yang bening. Ketidaktahuan tentang dirinya sering membuat mereka terperangkap. Tidak tahu cara menolak rayuan sementara dari dalam tubuhnya sendiri muncul dorongan seks. Belum lagi pengaruh teknologi seperti televisi, video, dan handphone. Jadi pengetahuan seks ini harus dimulai dari hulunya. Pendekatan sesuai dengan umurnya. Dari segi medis, dampak aborsi tergantung dari umur kehamilannya, umur si janin, siapa yang menolong, kompetensi, dan bagaimana peralatan yang digunakan. Menurut pengalaman, ada KTD yang dialami anak usia 12 tahun. Harus ada konseling dalam menanganinya. Seluruh keluarganya ditanya. Bagaimana pertimbangannya, apalagi misalnya dia korban pemerkosaan. Karena itu, harus dikirim ke dokter ahli.
Sebelum memutuskan, apakah KTD dilanjutkan atau aborsi banyak hal yang menjadi pertimbangan. Bukan saja medis, tapi juga psikologis, sosial, mental, dan budaya. Kalau KTD dapat diteruskan bagus, tapi harus didukung situasi yang bisa menerima si perempuan dan si anak dengan cara yang netral. Menerima si perempuan dan tidak memojokkannya termasuk masalah warisan nantinya bagi si anak. Banyak hal yang diubah dalam adat. Dulu pasangan yang melahirkan manak salah diisolasi di kuburan. Tapi sekarang kita harus mempertimbangkan hak asasi manusia. Kembar buncing harus diterima.
KTD dilanjutkan ataupun aborsi tidak ada yang mengatakan legal. Tapi mari kita berpikir dari sisi lain. Dengan adanya UU antiaborsi perempuan tidak mempunyai akses. Keberhasilan KB di Indonesia sudah menjadi budaya. Ketika mempunyai anak 3 atau 4 masyarakat menjadi malu. Ketika pemerintah memberikan situasi bahwa dua anak cukup, laki-laki atau perempuan sama saja. Sangat tidak adil ketika KB gagal pemerintah tidak membantu. Akhirnya perempuan menjadi korban. Mereka ingin menggugurkan tapi tidak boleh. Akhirnya diam-diam. Mencari orang-orang yang tidak berkompeten akhirnya menimbulkan infeksi bahkan sampai menimbulkan kematian.
Korban aborsi yang tidak aman memberikan kontribusi yang sangat tinggi pada angka kematian ibu di Indonesia. Kematian ibu di Indonesia menduduki urutan paling tinggi di Asean dan menempati urutan ketiga di dunia. Ini sangat memalukan karena angka kematian ibu simbul kesejahteraan suatu bangsa. Singapura dan Malaysia sangat rendah karena KB diback up dengan aborsi aman. Berbicara masalah remaja, perlu diketahui dengan baik situasi remaja itu sendiri. Remaja sedang masa pertumbuhan, kematangan seksual bukan saja dilihat dari munculnya haid dan tumbuh bulu, tapi juga dibarengi dorongan seks yang tinggi. Belum lagi situasi dari luar. Misalnya, remaja kebingungan ketika malam-malam keluar sperma. Mereka tidak mengerti apakah ciuman dapat menyebabkan hamil. Melakukan hubungan seks sekali kok bisa hamil?
Pengetahuan seks sejak dini diharapkan dapat membuat remaja menghargai badannya dan memroteksinya. Kita tidak bisa menyetop informasi dan foto-foto yang berbau porno. Disini diperlukan peran keluarga agar mempunyai pendekatan yang sangat khusus pada remaja. Acapkali remaja ingin mengekpresikan dirinya dengan cara tidak lazim karena ketidaktahuannya, misalnya foto telanjang atau buah dadanya yang kelihatan dikirim ke teman-temannya. Dia ingin ekspresi dengan caranya sendiri. Mungkin dia tidak mendapatkan penghargaan dari orangtuanya.
Beberapa kiat yang perlu diperhatikan orangtua adalah pahami remaja, terima apa adanya, jangan terlalu banyak nasihat, hargai pendapatnya, dengarkan keluhannya. Jika memutuskan sesuatu mintalah pertimbangannya, jangan hanya menyalahkan. Remaja sering berpikir sing taen beneh. Orangtua jangan sok moralis. Buatlah rumah itu surga bagi mereka. Jika remaja mempunyai masalah dapat datang langsung ke PKBI Jalan Gatot Subroto IV/6, atau konsultasi lewat telepon KISARA (0361) 430200 atau PKBI (0361) 430214. Mereka akan diterima sangat bersahabat. Kisara telah melatih banyak siswa tentang pengetahuan reproduksi dan dilakukan secara rutin. Selain itu, ada program DAKU lewat CD interaktif ditawarkan di sekolah.
Saran untuk orangtua, hendaknya memunyai kepedulian yang tinggi pada anak-anaknya terutama remaja. Remaja memunyai permasalahan yang khas. Mereka tidak memunyai pengetahuan sementara godaan sangat tinggi. Ketika remaja menemukan masalah mereka sering bersembunyi dan menjadi pendiam. Pemegang kebijakan hendaknya juga memberi bantuan yang lebih luas dari hulu sampai ke hilir. Mulai dari pendidikan sampai ketika masalah muncul harus ditanggulangi dengan baik. Kalau KTD dilanjutkan harus dibantu dengan segala embel-embelmya mereka bisa sekolah, terutama penerimaan masyarakat jangan sampai dilecehkan. Kalau aborsi, harus juga dihargai hak perempuan demi masa depannya yang lebih baik.
dr. Nyoman Mangku Karmaya
Ketua PHD PKBI Bali
dan Pendiri KISARA
Jangan Bedakan Anak laki-laki dan Perempuan
Sangat tertarik dengan masalah KTD karena masyarakat menganggap perempuanlah yang bersalah, selalu melanggar aturan, selalu tidak mengikuti kata orangtua. Selama ini para orangtua selalu membedakan dalam mendidik anak laki-laki maupun perempuan. Perempuan tidak boleh bermain sepak bola, atau tembak-tembakan. Padahal, itu kan strategi. Permainan itu hanya diajarkan pada anak laki-laki. Anak laki-laki dibiarkan berkembang dengan alamiah sampai tahu strategi kemenangan. Perempuan hanya boleh bermain boneka-bonekaan, atau masak-masakan. Semua hal domestik yang ditanamkan. Anak perempuan harus patuh, beretika, dan sopan santun. Ketika remaja, ia berkembang menjadi minder, ketakutan dan tidak bisa membela diri. Perempuan lemah tidak boleh melawan karena harus patuh. Ketika terjadi KTD perempuan dicaci-maki, tidak bisa membawa diri. Siapa sebenarnya yang salah? Perempuan sudah kehilangan keperawanan, dan harus meninggalkan sekolahnya. Laki-laki bebas menikmatinya. Hukuman hanya ditanggung perempuan.
Saya tidak setuju aborsi, kecuali karena penyakit. Pola pikir masyarakat yang harus diubah. Seandainya saya mengalami hamil diluar nikah dan si laki-laki pergi dan tidak bertanggungjawab. Janin akan tetap dipertahankan karena itu anak Tuhan. Tidak ada anak bebinjat. Tuhan tahu siapa yang bersalah. Perempuan hamil sudah berbuat dosa. Mengapa menambah dosa lagi dengan melakukan aborsi?
Ipung
Denda Jika Menghamili Perempuan
KTD tidak usah diaborsi tapi dilanjutkan saja. Memang si ibu belum siap, tapi efeknya berdampak pada si anak. UU tidak menginginkan adanya aborsi. Kalau ada laki-laki yang berbuat harus ada visum dan ada UU yang mengatur. Laki-laki harus bertanggung jawab. Ada UU yang mengatur berapa dendanya jika menghamili perempuan. Selama ini perempuan selalu menjadi korban dan selalu disalahkan. Harus ada timbal-baliknya.
Ketut Suparta
Seks untuk Mendapat keturunan
Manusia hanya memikirkan kesenangan sendiri. Aturan itu diubah oleh diri sendiri agar menjadi benar. Menurut pandangan Weda hubungan seks untuk mendapatkan keturunan. Kesenangan itu adalah bonus. Kalau tidak ada bonus mungkin manusia punah. Dalam kitab Injil disebutkan manusia pertama adalah Adam dan Hawa, laki dan perempuan. Allah berpesan kepada mereka jangan makan buah terlarang. Karena dorongan seks tidak dapat dikendalikan, akhirnya pesan Tuhan dilarang, dimakanlah buah terlarang tersebut.
Pendapat lain mengatakan seks adalah kebutuhan biologis. Tidak ada yang benar dan tidak yang ada yang salah. Manusia terlalu menuruti dorongan nafsu. Budaya di dunia tidak ada yang original. Saling mempengaruhi antara budaya barat dan timur. Orangtua hendaknya mengetahui perkembangan anak-anak. Anak usia 5 tahun ke bawah bisa diperintah. Disuruh menyapu atau pekerjaan apapun pasti menurut. Setelah menginjak remaja ada perubahan drastis. Apa yang disuruh justru tidak didengarkan bahkan dilanggar.
Sebaiknya jadikan remaja sebagai teman. Apapun yang dilakukan harus bertanggung jawab. Anjing melakukan hubungan seks hanya saat sasih Kesanga. Sementara manusia selalu melakukan hubungan seks. Bahkan sampai melakukan apapun agar bisa melakukan hubungan seks. Seks bukan untuk kesenangan, tapi hanya untuk mendapatkan keturunan.
Gede Biasa
Tuntut Sampai ke Jalur Hukum
Jika KTD dilanjutkan tidak mungkin dapat diterapkan di Bali. Ini berhubungan dengan adat di Bali. Hamil saja harus mecaru apalagi anak lahir tanpa ayah itu sudah cuntaka. Harus mecaru Panca Kelud. Dalam pernikahan ada upacara dengan Tri Saksi yang membuat perkawinan itu sah. Jika belum, anak itu belum layak diterima di masyarakat apalagi sampai masuk ke pura. Penerapan di Bali dan di luar Bali berbeda. Tidak setuju aborsi. Bagaimana seorang ayah seharusnya bertanggungjawab. Bila perlu, menuntut habis-habisan lelaki yang menghamili sampai melalui proses jalur hukum.
Santa
Larang Gambar Porno di Media
Agama tidak menyetujui seks bebas. Seks bebas identik dengan pergaulan bebas tak terbatas. Yang benar adalah pergaulan bebas terbatas. Orangtua harus lebih ketat. Semua pihak diberi pengertian. Risiko terbesar ada pada perempuan karena mereka yang mengandung. Pengawasan tidak saja dari bawah tapi dari atas. Pemerintah langsung mengadakan intervensi melalui Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melarang gambar porno di media cetak dan elektronik.
Dewa Winaya
1 komentar:
Tips yang bagus Rath... memang orang tua semestinya dengan para remaja, sehingga mereka tidak tersesat pada pergaulan yg keliru
Posting Komentar