![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhQ-Pldg4uJ5D_hMNx6NVfyoiSvLzc_8d7NBnuE5FXgPbBLF98KWG6aDQYYB5s7kzrk5GFtXpGPDYbbMkM-LVcOZZ5OZ-ROmsbSqXjjw3bPNy6f2AzqEKYjP91mvLT_hytxhZ-ZWTnRnw/s200/Posyandu.jpg)
Ia menyebutkan, upaya penanggulangan gizi buruk sudah dilakukan kepada 5 balita tersebut dengan pemberian makanan tambahan seperti susu dan biskuit selama 4 bulan. Mereka juga mendapatkan pengobatan sesuai penyakit yang dideritanya. Petugas kesehatan terus memantau perkembangan balita tersebut dan memberikan penyuluhan gizi kepada orangtuanya. Ia menilai, sebagian besar masyarakat masih belum paham tentang gizi yang cukup. Sehingga program penyuluhan kesehatan akan pentingnya asupan makanan yang cukup tetap menjadi prioritas. Dokter Sri Armini mengatakan, program penanggulangan gizi buruk sudah dilakukan sejak ibu hamil sampai dewasa. Posyandu masing-masing banjar terus diberdayakan. “Saat ini sekitar 455 posyandu tutur aktif dalam penanggulangan gizi buruk,” tandasnya. Program penyuluhan ksehatan menjadi prioritas.
Program pertama menyasar ibu hamil. Pemberian imunisasi TT, zat besi, dan penyuluhan makanan sehat bagi ibu hamil. Setelah bayi lahir, imuniasasi wajib diberlakukan sebelum usia bayi satu tahun dengan pemberian DPT, BCG, Polio, dan Hepatitis. Program Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak (DDTKA) menyasar siswa pra sekolah (TK). Bekerja sama dengan puskesmas setempat, melakukan screening kesehatan ke TK-TK yang ada di Denpasar sekali setahun. Saat anak duduk di SD, kembali dilakukan screening kesehatan, seperti pemeriksaan gigi, telinga, mata, dan gizi. “Imunisasi ulangan DT dan TT diberikan saat anak duduk di kelas I dan 6 SD,” kata dr. Sri Armini.
Koran Tokoh, Edisi 603, 1 s.d 7 Agustus 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar