Ahli gizi FK Unud dr. I Wayan Gede Sutadarma, M.Gizi mengatakan, banyak faktor yang memengaruhi keperluan gizi pada lansia. “Lansia adalah orang yang telah berusia 65 tahun atau lebih. Makanan lansia secara umum berbeda dengan orang dewasa. Perbedaan terletak pada jenis makanan, jumlah makanan dan bentuk makanan. Faktor yang memengaruhi keperluan gizi lansia meliputi kemampuan pencernaan makanan menurun yang disebabkan karena gigi tanggal,” ujarnya.
Selain itu, kemampuan pengecap rasa manis, asam, asin, dan pahit menurun. Rangsangan rasa lapar menurun akibat volume lambung berkurang. Produksi asam lambung menurun akibat dinding lambung menipis. Gerakan usus menurun sehingga sering menimbulkan konstipasi. Penyerapan zat gizi dalam usus menurun.
Staf pengajar bagian Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Udayana ini mengatakan, berdasarkan faktor tersebut, lansia akan memilih jenis makanan yang mudah dicerna, memiliki rasa yang lebih tajam seperti banyak mengandung garam atau pedas karena makanan terasa hambar. Selain itu, jumlah makanan yang dikonsumsi biasanya juga akan berkurang sesuai dengan kemampuan pencernaan, dan dengan makan sedikit saja lansia sudah merasa kenyang.
Porsi makan hendaknya diatur merata dalam satu hari sehingga dapat makan lebih sering dengan porsi yang kecil. Bentuk makanan biasanya berupa makanan mulai dari lembek sampai cair seperti bubur.
GIZI KURANG
Ia menyebutkan, beberapa masalah gizi yang sering timbul pada lansia, kegemukan. “Masalah ini lebih sering terjadi di daerah perkotaan karena riwayat kegemukan, jarang melakukan aktivitas fisik, kebiasaan makan tinggi kalori yang sulit diubah, sehingga menjadi risiko penyakit degeneratif seperti tekanan darah tinggi, kencing manis, atau penyakit jantung,” jelas anggota Tim Terapi Gizi Rumah Sakit Sanglah ini. Masalah lain yang timbul, gizi kurang. Hal ini terjadi pada lansia dengan sosial ekonomi rendah akibat asupan energi dan protein yang kurang sehingga akan menurunkan daya tahan tubuh dan mudah terkena penyakit infeksi.
Kekurangan vitamin dan mineral juga acap terjadi. Hal ini terjadi, akibat konsumsi buah dan sayuran yang kurang. “Hal ini dapat menimbulkan nafsu makan berkurang, penglihatan menurun, kulit kering, dan lesu,” katanya.
Ia menyarankan, kandungan zat gizi harus tetap sama dengan kelompok umur lainnya. Zat gizi meliputi karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral harus tetap ada dalam makanan yang dikonsumsi. Jenis karbohidrat lebih disarankan karbohidrat kompleks, jenis protein hewani dan nabati seimbang, dan jenis lemak tidak jenuh lebih banyak. Keperluan zat gizi tergantung jenis kelamin, umur, berat badan, dan tinggi badan. Selain itu faktor aktivitas fisik dan juga faktor stres juga diperhitungkan untuk menentukan keperluan gizi lansia.
Secara umum kebutuhan gizi lansia di Indonesia berdasarkan angka kebutuhan gizi (AKG). Karena itu, keperluan energi total akan rendah dan keperluan natrium (garam) juga rendah. Keperluan vitamin D dan kalsium akan meningkat terutama pada lansia perempuan akibat penurunan produksi hormon estrogen. Selain itu keperluan vitamin B12 akan meningkat karena tidak terbentuknya faktor intrinsik (faktor penyerapan vitamin B12) akibat penipisan dinding lambung, sedangkan keperluan mineral seng, selenium sebagai antioksidan akan meningkat.
CABAI
Bagaimana dengan para lansia yang suka makan cabai? Cabai merupakan salah satu sumber vitamin C dan antioksidan. Namun, harus dikonsumsi dalam bentuk mentah untuk mencegah proses oksidasi.
Menurutnya, rasa cabai yang pedas menjadi salah satu alasan mengapa lansia juga senang mengonsumsinya. Hal ini untuk meningkatkan cita rasa dalam makanan dan dapat menambah nafsu makan. Pada cabai rawit berwarna merah dan cabai hijau memiliki kandungan vitamin C tinggi dan betakaroten sebagai antioksidan. Berbeda dengan cabai yang sudah diolah menjadi saus cabai dalam kemasan karena sudah dicampur dengan bahan lainnya seperti tepung, gula, garam, bawang putih, air, dan cuka. Bahkan, bahan-bahan pengawet dan zat pewarna juga ikut masuk dalam saus botolan. Asal, tidak berlebihan dan tidak mengidap penyakit tertentu, tentu saja dengan sedikit memberi cabai pada makanan tidak akan masalah.
Ia menyarankan, lansia yang memiliki riwayat gastritis (penyakit lambung) sebaiknya membatasi konsumsi cabai, karena akan memperberat penyakitnya.
Menurutnya, korelasi antara makanan lansia dengan timbulnya penyakit sangat tergantung pada jenis makanan, dan jumlah makanan yang dikonsumsi. “Pada prinsipnya, makanan akan menimbulkan penyakit apabila makanan yang dikonsumsi dari jenis yang tidak dianjurkan dan dengan jumlah yang berlebih atau justru kurang. Selain itu juga, adanya pengaruh dari faktor genetik dan lingkungan akan berperan dengan timbulnya penyakit,” paparnya lebih jauh.
Ia menganjurkan, sebaiknya lansia mengonsumsi makanan yang mengandung serat dalam jumlah besar yang bersumber pada buah-buahan, sayur-sayuran dan kacang-kacangan; mengonsumsi bahan makanan yang tinggi vitamin D dan kalsium seperti susu rendah lemak, yoghurt, dan ikan; mengonsumsi bahan makanan yang mengandung vitamin B12 tinggi seperti yang bersumber dari kacang-kacangan, bahan makanan yang diperkaya vitamin B12, dan mengonsumsi makanan yang mengandung zat besi dalam jumlah besar seperti kacang-kacangan, hati, daging, sayuran hijau. Lansia juga harus membatasi konsumsi garam dapur, memperhatikan label makanan yang mengandung garam, seperti monosodium glutamat, sodium bikarbonat, atau sodium citrat; mengurangi makanan yang mengandung lemak jenuh tinggi seperti goreng-gorengan dan menghindari bahan makanan yang mengandung alkohol.
Contoh Menu untuk Lansia
Sarapan pagi, pukul 07.00; bubur ayam satu porsi atau segelas susu rendah lemak dengan setangkup roti gandum
Selingan siang, pukul 10.00; segelas jus buah atau buah
Makan siang, pukul 13.00; sepiring nasi, sebutir telur bumbu, semangkuk sup, sepotong pepaya
Selingan sore, pukul 16.00; semangkuk bubur kacang hijau atau jajan tradisional
Makan malam, pukul 19.00; sepiring nasi, semangkuk sayur bayam, sepotong tempe goreng, sepotong pepes ikan, satu biji pisang
Tips bagi Lansia
• Menu hendaknya mengandung zat gizi dari beraneka ragam bahan makanan yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.
• Selalu mengonsumsi makanan yang bersumber dari bahan makanan yang segar yang telah dimasak sehingga mudah dicerna dan hindari mengonsumsi bahan makanan instan yang mengandung pengawet, pewarna atau perasa.
• Tekstur makanan sebaiknya yang mudah dikunyah dan mudah dicerna, seperti bahan makanan lembek terutama pada lansia dengan gangguan gigi.
• Porsi makanan hendaknya diatur merata dalam satu hari sehingga dapat makan lebih sering dengan porsi yang kecil.
• Lebih dianjurkan untuk mengolah makanan dengan cara dikukus, direbus, atau ditumis, dan kurangi mengolah makanan dengan dipanggang atau digoreng
• Mengkonsumsi suplemen Vitamin B12, Vitamin D, Kalsium dan kalium.
• Membatasi konsumsi natrium terutama yang bersumber dari garam dapur (tidak lebih dari 2000 mg/hari atau 1 sendok teh/hari).
• Selalu minum air putih minimal 8 gelas per hari.
• Mengatur berat badan tetap ideal.
• Tetap melakukan olahraga jenis aerobik (misalnya jalan) secara teratur 3-5 kali seminggu @ 30-60 menit. –ast
Koran Tokoh, edisi 688, 2 s.d 8 April 2012
Selain itu, kemampuan pengecap rasa manis, asam, asin, dan pahit menurun. Rangsangan rasa lapar menurun akibat volume lambung berkurang. Produksi asam lambung menurun akibat dinding lambung menipis. Gerakan usus menurun sehingga sering menimbulkan konstipasi. Penyerapan zat gizi dalam usus menurun.
Staf pengajar bagian Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Udayana ini mengatakan, berdasarkan faktor tersebut, lansia akan memilih jenis makanan yang mudah dicerna, memiliki rasa yang lebih tajam seperti banyak mengandung garam atau pedas karena makanan terasa hambar. Selain itu, jumlah makanan yang dikonsumsi biasanya juga akan berkurang sesuai dengan kemampuan pencernaan, dan dengan makan sedikit saja lansia sudah merasa kenyang.
Porsi makan hendaknya diatur merata dalam satu hari sehingga dapat makan lebih sering dengan porsi yang kecil. Bentuk makanan biasanya berupa makanan mulai dari lembek sampai cair seperti bubur.
GIZI KURANG
Ia menyebutkan, beberapa masalah gizi yang sering timbul pada lansia, kegemukan. “Masalah ini lebih sering terjadi di daerah perkotaan karena riwayat kegemukan, jarang melakukan aktivitas fisik, kebiasaan makan tinggi kalori yang sulit diubah, sehingga menjadi risiko penyakit degeneratif seperti tekanan darah tinggi, kencing manis, atau penyakit jantung,” jelas anggota Tim Terapi Gizi Rumah Sakit Sanglah ini. Masalah lain yang timbul, gizi kurang. Hal ini terjadi pada lansia dengan sosial ekonomi rendah akibat asupan energi dan protein yang kurang sehingga akan menurunkan daya tahan tubuh dan mudah terkena penyakit infeksi.
Kekurangan vitamin dan mineral juga acap terjadi. Hal ini terjadi, akibat konsumsi buah dan sayuran yang kurang. “Hal ini dapat menimbulkan nafsu makan berkurang, penglihatan menurun, kulit kering, dan lesu,” katanya.
Ia menyarankan, kandungan zat gizi harus tetap sama dengan kelompok umur lainnya. Zat gizi meliputi karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral harus tetap ada dalam makanan yang dikonsumsi. Jenis karbohidrat lebih disarankan karbohidrat kompleks, jenis protein hewani dan nabati seimbang, dan jenis lemak tidak jenuh lebih banyak. Keperluan zat gizi tergantung jenis kelamin, umur, berat badan, dan tinggi badan. Selain itu faktor aktivitas fisik dan juga faktor stres juga diperhitungkan untuk menentukan keperluan gizi lansia.
Secara umum kebutuhan gizi lansia di Indonesia berdasarkan angka kebutuhan gizi (AKG). Karena itu, keperluan energi total akan rendah dan keperluan natrium (garam) juga rendah. Keperluan vitamin D dan kalsium akan meningkat terutama pada lansia perempuan akibat penurunan produksi hormon estrogen. Selain itu keperluan vitamin B12 akan meningkat karena tidak terbentuknya faktor intrinsik (faktor penyerapan vitamin B12) akibat penipisan dinding lambung, sedangkan keperluan mineral seng, selenium sebagai antioksidan akan meningkat.
CABAI
Bagaimana dengan para lansia yang suka makan cabai? Cabai merupakan salah satu sumber vitamin C dan antioksidan. Namun, harus dikonsumsi dalam bentuk mentah untuk mencegah proses oksidasi.
Menurutnya, rasa cabai yang pedas menjadi salah satu alasan mengapa lansia juga senang mengonsumsinya. Hal ini untuk meningkatkan cita rasa dalam makanan dan dapat menambah nafsu makan. Pada cabai rawit berwarna merah dan cabai hijau memiliki kandungan vitamin C tinggi dan betakaroten sebagai antioksidan. Berbeda dengan cabai yang sudah diolah menjadi saus cabai dalam kemasan karena sudah dicampur dengan bahan lainnya seperti tepung, gula, garam, bawang putih, air, dan cuka. Bahkan, bahan-bahan pengawet dan zat pewarna juga ikut masuk dalam saus botolan. Asal, tidak berlebihan dan tidak mengidap penyakit tertentu, tentu saja dengan sedikit memberi cabai pada makanan tidak akan masalah.
Ia menyarankan, lansia yang memiliki riwayat gastritis (penyakit lambung) sebaiknya membatasi konsumsi cabai, karena akan memperberat penyakitnya.
Menurutnya, korelasi antara makanan lansia dengan timbulnya penyakit sangat tergantung pada jenis makanan, dan jumlah makanan yang dikonsumsi. “Pada prinsipnya, makanan akan menimbulkan penyakit apabila makanan yang dikonsumsi dari jenis yang tidak dianjurkan dan dengan jumlah yang berlebih atau justru kurang. Selain itu juga, adanya pengaruh dari faktor genetik dan lingkungan akan berperan dengan timbulnya penyakit,” paparnya lebih jauh.
Ia menganjurkan, sebaiknya lansia mengonsumsi makanan yang mengandung serat dalam jumlah besar yang bersumber pada buah-buahan, sayur-sayuran dan kacang-kacangan; mengonsumsi bahan makanan yang tinggi vitamin D dan kalsium seperti susu rendah lemak, yoghurt, dan ikan; mengonsumsi bahan makanan yang mengandung vitamin B12 tinggi seperti yang bersumber dari kacang-kacangan, bahan makanan yang diperkaya vitamin B12, dan mengonsumsi makanan yang mengandung zat besi dalam jumlah besar seperti kacang-kacangan, hati, daging, sayuran hijau. Lansia juga harus membatasi konsumsi garam dapur, memperhatikan label makanan yang mengandung garam, seperti monosodium glutamat, sodium bikarbonat, atau sodium citrat; mengurangi makanan yang mengandung lemak jenuh tinggi seperti goreng-gorengan dan menghindari bahan makanan yang mengandung alkohol.
Contoh Menu untuk Lansia
Sarapan pagi, pukul 07.00; bubur ayam satu porsi atau segelas susu rendah lemak dengan setangkup roti gandum
Selingan siang, pukul 10.00; segelas jus buah atau buah
Makan siang, pukul 13.00; sepiring nasi, sebutir telur bumbu, semangkuk sup, sepotong pepaya
Selingan sore, pukul 16.00; semangkuk bubur kacang hijau atau jajan tradisional
Makan malam, pukul 19.00; sepiring nasi, semangkuk sayur bayam, sepotong tempe goreng, sepotong pepes ikan, satu biji pisang
Tips bagi Lansia
• Menu hendaknya mengandung zat gizi dari beraneka ragam bahan makanan yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.
• Selalu mengonsumsi makanan yang bersumber dari bahan makanan yang segar yang telah dimasak sehingga mudah dicerna dan hindari mengonsumsi bahan makanan instan yang mengandung pengawet, pewarna atau perasa.
• Tekstur makanan sebaiknya yang mudah dikunyah dan mudah dicerna, seperti bahan makanan lembek terutama pada lansia dengan gangguan gigi.
• Porsi makanan hendaknya diatur merata dalam satu hari sehingga dapat makan lebih sering dengan porsi yang kecil.
• Lebih dianjurkan untuk mengolah makanan dengan cara dikukus, direbus, atau ditumis, dan kurangi mengolah makanan dengan dipanggang atau digoreng
• Mengkonsumsi suplemen Vitamin B12, Vitamin D, Kalsium dan kalium.
• Membatasi konsumsi natrium terutama yang bersumber dari garam dapur (tidak lebih dari 2000 mg/hari atau 1 sendok teh/hari).
• Selalu minum air putih minimal 8 gelas per hari.
• Mengatur berat badan tetap ideal.
• Tetap melakukan olahraga jenis aerobik (misalnya jalan) secara teratur 3-5 kali seminggu @ 30-60 menit. –ast
Koran Tokoh, edisi 688, 2 s.d 8 April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar