BANYAK korban berjatuhan mengonsumsi arak oplosan yang dicampur metanol. Padahal, metanol bukanlah bahan yang dapat konsumsi. “Metanol adalah bahan baku spritus, sangat berbahaya jika diminum,” tegas Ahli Penyakit Dalam FK Unud Prof. Nyoman Dwi Sutanegara. Ia memaparkan saat masuk ke dalam tubuh, metanol dipecah kemudian aliran darah membawanya ke otak. Semua sistem yang ada dalam tubuh akan terganggu. Akibatnya, terjadi gangguan pada pernapasan, jantung, ginjal, dan hati. Parahnya, kata Pemilik RS Sari Dharma ini terjadi gangguan retinitis yakni mata akan mengalami kebutaan permanen.
Menurutnya metanol menghasilkan produk racun yang mengakibatkan metabolisme tubuh sulit bereaksi dan dapat mengakibatkan kematian. Ia mengatakan tubuh memunyai toleransi terhadap efek etanol (etil alkohol). “Alkohol masih ditoleransi oleh tubuh. Biasanya dikeluarkan lewat air seni. Ini sangat berbeda dengan metanol. Ketika metanol masuk ke dalam tubuh, langsung terurai dan merusak otak,” jelasnya.
Untuk menangani korban metanol biasanya dilakukan cuci darah atau hemodialisis. Sebelum teknik cuci darah ini diperkenalkan, ada tindakan disebut force diuresis yakni memberi banyak cairan lewat infus agar racun keluar lewat air seni. Namun, lanjut dia, sayangnya penderita datang dalam keadaan kritis yang mengakibatkan pertolongan sulit dilakukan. “Metanol butuh waktu satu hari untuk menimbulkan akibat sehingga ketika ada gangguan tidak akan pulih seperti sediakala,” paparnya.
Etanol (miras) tidak dianjurkan untuk diminum berlebihan karena menimbulkan efek samping hilangnya kesadaran atau mabuk. Dalam perjamuan internasional, minuman beralkohol biasa disajikan. Bagi wisatawan asing mereka sudah terbiasa mengonsumsi alkohol. “Bila diminum dalam dosis kecil atau satu sloki, alkohol tidak menimbulkan efek samping. Terjadi pelebaran pembuluh darah yang mengakibatkan tidur lebih baik, tubuh terasa hangat dan indra pengecap lebih baik,” ujarnya. Namun, lanjutnya, jika mengonsumsi miras dalam jumlah banyak, akibatnya buruk bagi kesehatan.
Ia mengatakan kosentrasi alkohol di dalam darah mengakibatkan euphoria atau reaksi rangsangan pada otak memberi rasa gembira dan stimulasi terhadap perilaku lebih aktif seiring dengan meningkatnya kosentrasi alkohol di dalam darah. “Gejala ini akan memicu perilaku kriminal dan kekerasan dalam rumah tangga. Saraf motorik dan keadaan emosi mulai terganggu. Marah, merasa jagoan, bicara ngawur. Gejala intoksikasi alkohol paling umum adalah mabuk sehingga dapat menyebabkan cedera. Misalnya kecelakaan akibat ngebut dalam pengaruh alkohol,” kata Prof. Dwi. Menurutnya penurunan kesadaran dapat terjadi pada keracunan alkohol berat, bahkan kematian. Dosis tinggi menimbulkan keracunan kronis pada saraf terjadi neuritis seperti kesemutan atau kelumpuhan. Otak menjadi mengong atau gangguan saraf otak. Mengonsumsi alkohol dalam jumlah berlebihan dalam jangka panjang mengakibatkan kerusakan jantung, tekanan darah tinggi, kerusakan hati, gangguan tukak lambung, sulit dalam mengingat dan berkosentrasi.
Ia menambahkan alkohol diserap langsung ke dalam darah dalam sistem pencernaan. Enzim yang berada dalam sistem pencernaan dan hati akan bekerja keras mengeluarkan racun alkohol daalm tubuh. “Akhirnya racun ini dapat dimetabolis secara normal oleh tubuh. Hal ini memicu kerusakan hati,” tandasnya.
Parahnya lagi, alkohol dapat mengakibatkan ketagihan atau alkoholisme yakni ketergantungan seseorang terhadap alkohol dan terus memikirkan kapan untuk meminum lagi. Menurutnya tuak rasa manis tidak memunyai efek samping. Namun, kata dia, menjadi berbahaya, ketika tuak sudah terekstrak menjadi asam cuka dan berubah menjadi arak. “Arak mengakibatkan mukosa mengalami erosi yang diserap usus dalam darah beredar ke liver. Efeknya gangguan liver dan ginjal,” ujarnya. Alkohol murni 70-95% yang dijual di apotik bebas, biasanya digunakan utuk pembersihan luka. Ia menegaskan alkohol jenis ini tidak boleh dikonsumsi. Akibatnya dapat menimbulkan keracunan akut. –ast
Sudah dimuat di Koran Tokoh, Edisi 543, 7 Juni 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar