Doorrrrrrrr……………! Suara tembakan menakutkan bagi sebagian besar orang termasuk kaum perempuan. Namun, bagi kedua perempuan cantik ini senapan bukanlah barang yang menakutkan. Memegang senapan dan melakukan tembakan, membuat mereka merasa bangga dan lebih gagah. “Ada suatu keasyikan tersendiri ketika menembak,” tutur I Gusti Agung Diah Pramesti, salah seorang atlet petembak Bali.
Awal mulanya ia mengaku takut mendengar suara tembakan. Namun, lama-kelamaan, setelah makin digeluti, ia menjadi tertantang. Bagi istri Cok. Gede Putra Tri Andayana ini, menembak memberikan banyak manfaat secara emosional. Ia mengaku menjadi lebih tenang, sabar dan dapat mengontrol emosi. “Karena, kalau saya menembak memerlukan konsentrasi tinggi dan fokus untuk mengenai sasaran,” ujarnya. Selain itu, kata Diah, sangat penting melatih pernapasan dan menjaga stamina. Semua persyaratan secara fisik itu sudah dipenuhi Diah. Sebelum menekuni dunia menembak, Diah merupakan atlet renang. Olahraga renang ditekuninya sejak kelas 5 SD.
Ketika masuk SMP Negeri Semarapura, Klungkung, ia tertarik mencoba ikut kegiatan ekstrakurikuler menembak di sekolahnya. Pembinanya, alm. Hj. Yusuf dan A.A. Sayang yang merupakan pengurus Perbakin (Persatuan Menembak Indonesia) Cabang Klungkung. Program 1000 pelajar yang digagas Perbakin Bali memang dikhususkan menyasar siswa untuk mencari atlet muda berprestasi di seluruh Bali.
“Awal mula hanya iseng mencoba menembak, tetapi kok jadi ketagihan,” tutur staf Disdikpora Prov. Bali ini. Cukup lama ia melakukan penyesuaian. “Sekitar 2 tahun, saya menyesuaikan diri agar lebih memahami senapan. Caranya, dengan biasa memegangnya dan membersihkannya dengan mengelap, agar perasaan takut dan degdegan hilang,” kata perempuan usia 20 tahun ini, yang baru beberapa bulan lalu melangsungkan pernikahan. Setelah menamatkan SMP-nya, ia diterima di SMAN I Denpasar. Di SMA-nya itu tidak ada ekstrakurikuler menembak. Setelah menamatkan SMP, ia langsung bergabung dalam pembinaan atlet muda menembak. Untuk pelatihan kering, biasanya tidak menggunakan peluru. Ia melakukan pelatihan di rumah seperti di depan cermin, bagaimana posisi menembak yang benar. Pelatihan fisik ia lakukan tiap Senin, Rabu, dan Jumat, pukul 16.00 di lapangan Renon. Pelatihan fisik berupa lari untuk melatih otot. Pelatihan menembak di Lapangan Pakse Bali Klungkung tiap Jumat dan Sabtu pukul 17.00 s.d 20.00. Saat ini ia memegang senjata api kaliber 22 dan senapan angin ARM laras panjang.
Diah menikah di usia yang sangat muda. Menurutnya, keinginan menikah karena ia dan suaminya yang bekerja di kapal pesiar ini ingin menjadi lebih bertanggung jawab terhadap hubungan yang mereka jalani. “Suami sangat mendukung dan tidak melarang. Saya juga tidak menunda kehamilan. Semua saya serahkan kepada Tuhan,” tutur perempuan yang masuk dalam program atlet andalan Bali ini.
Takut Kena Peluru
Sebagaimana Diah, suara tembakan awalnya juga membuat atlet menembak loainnya, Made Ayu Pramita Suari, ketakutan. Apalagi, awalnya ia sempat berpikir, takut terkena peluru. Sampai-sampai ia menutup telinganya saat bunyi tembakan. Ia mengaku tangannya gemetar saat mengangkat senjata. “Keringat dingin sampai keluar saking takutnya,” tuturnya sembari tertawa mengingat kejadian itu. Selama tiga bulan, ia mencoba bersahabat dengan senapan angin yang digunakan untuk berlatih. Keinginan mendalami menembak sangat didukung keluarganya. Bahkan, ibunya sering mengantarnya berlatih. Lama-kelamaan, Pramita akhirnya benar-benar mencintai olahraga menembak.
Namun, saking sibuknya berlatih, pelajarannya sempat tertinggal satu semester saat SMP. Pramesti mencoba melakukan perbaikan agar kesibukannya berlatih tidak mengganggu pelajarannya di sekolah. “Untungnya, penurunan nilai saya segera terkejar. Hanya satu semester turun,” ujarnya.
Dalam program 1000 pelajar, Pramita mendapatkan juara II sehingga ia bersama Diah masuk dalam pembinaan atlet muda menembak.
Prestasi yang paling anyar yang diraihnya mendapatkan emas dalam beregu bersama Diah dalam PON XVII di Kaltim. Dalam hari ulang tahun Kota Jakarta 2010 ia mendapatkan Juara III ARM perseorangan.
Ia mengaku sudah memunyai pacar. Sang pacar pun diminta mengerti kondisinya sebagai atlet menembak. Kalau ada masalah, ia berusaha mencari jalan keluarnya segera, dan tidak mau persoalan pribadinya berlarut-larut dan menganggu konsentrasi berlatih. Biasanya menjelang pertandingan, ia melakukan relaksasi ke salon dan jalan-jalan bersama teman-temannya. “Agar lebih santai dan tidak tegang,” kata Pramita.
Putri pasangan Nengah Siam Kastawan dan Gst. Ayu Putu Sari Ningsih ini awal mulanya sempat diolok-olok kakak laki-lakinya. “Biasanya perempuan takut dengar suara tembakan. Kok ini berani. Ajari kakak menembak juga,” ujarnya mengutip olokan kakaknya itu. Pramita menawakan sang kakak untuk ikut ke lapangan. Namun, sesampainya di lapangan, kakaknya mengurungkan niatnya karena merasa takut mendengar suara tembakan. “Sejak itu, saya tidak diledek lagi. Apalagi beberapa prestasi sudah saya capai. Keluarga bangga pada saya,” ujarnya sumringah.
Minim Peminat
Menurut Humas Perbakin Bali Nyoman Sri Mudani, S.H. atlet yang berlatih di lapangan diperkenankan membawa senjata ke rumah dengan persetujuan induk organisasi. “Senjata angin dapat dibawa pulang untuk pelatihan kering di rumah tanpa peluru. Mereka biasanya berlatih bagaimana cara memegang senjata dan posisi berdiri dan membidik sasaran,” kata perempuan yang akrab disapa Manik ini. Atlet yang dalam kondisi hamil, kata dia, biasanya cuti dan hanya melakukan pelatihan kering di rumah.
Ia menilai, peminat menembak di kalangan generasi muda khususnya perempuan masih minim. Dengan program 1000 pelajar yang digelar Perbakin, ia berharap, akan ditemukan atlet muda menembak khususnya perempuan. Sebagai apreasiasi pemerintah kepada atlet berprestasi, Diah dan Pramita yang berhasil mendapatkan emas dalam PON di Kaltim diangkat menjadi PNS dan ditempatkan di Disdikpora Provinsi Bali. Mereka juga menerima uang pembinaan. Manik berharap, para pengusaha ikut memberi kontribusi dengan menjadi bapak angkat agar pembinaan atlet berkesinambungan. “Apalagi menembak merupakan olahraga unggulan Bali,” katanya. –ast
Tokoh, Edisi 609, 12 s.d 19 September 2010
Awal mulanya ia mengaku takut mendengar suara tembakan. Namun, lama-kelamaan, setelah makin digeluti, ia menjadi tertantang. Bagi istri Cok. Gede Putra Tri Andayana ini, menembak memberikan banyak manfaat secara emosional. Ia mengaku menjadi lebih tenang, sabar dan dapat mengontrol emosi. “Karena, kalau saya menembak memerlukan konsentrasi tinggi dan fokus untuk mengenai sasaran,” ujarnya. Selain itu, kata Diah, sangat penting melatih pernapasan dan menjaga stamina. Semua persyaratan secara fisik itu sudah dipenuhi Diah. Sebelum menekuni dunia menembak, Diah merupakan atlet renang. Olahraga renang ditekuninya sejak kelas 5 SD.
Ketika masuk SMP Negeri Semarapura, Klungkung, ia tertarik mencoba ikut kegiatan ekstrakurikuler menembak di sekolahnya. Pembinanya, alm. Hj. Yusuf dan A.A. Sayang yang merupakan pengurus Perbakin (Persatuan Menembak Indonesia) Cabang Klungkung. Program 1000 pelajar yang digagas Perbakin Bali memang dikhususkan menyasar siswa untuk mencari atlet muda berprestasi di seluruh Bali.
“Awal mula hanya iseng mencoba menembak, tetapi kok jadi ketagihan,” tutur staf Disdikpora Prov. Bali ini. Cukup lama ia melakukan penyesuaian. “Sekitar 2 tahun, saya menyesuaikan diri agar lebih memahami senapan. Caranya, dengan biasa memegangnya dan membersihkannya dengan mengelap, agar perasaan takut dan degdegan hilang,” kata perempuan usia 20 tahun ini, yang baru beberapa bulan lalu melangsungkan pernikahan. Setelah menamatkan SMP-nya, ia diterima di SMAN I Denpasar. Di SMA-nya itu tidak ada ekstrakurikuler menembak. Setelah menamatkan SMP, ia langsung bergabung dalam pembinaan atlet muda menembak. Untuk pelatihan kering, biasanya tidak menggunakan peluru. Ia melakukan pelatihan di rumah seperti di depan cermin, bagaimana posisi menembak yang benar. Pelatihan fisik ia lakukan tiap Senin, Rabu, dan Jumat, pukul 16.00 di lapangan Renon. Pelatihan fisik berupa lari untuk melatih otot. Pelatihan menembak di Lapangan Pakse Bali Klungkung tiap Jumat dan Sabtu pukul 17.00 s.d 20.00. Saat ini ia memegang senjata api kaliber 22 dan senapan angin ARM laras panjang.
Diah menikah di usia yang sangat muda. Menurutnya, keinginan menikah karena ia dan suaminya yang bekerja di kapal pesiar ini ingin menjadi lebih bertanggung jawab terhadap hubungan yang mereka jalani. “Suami sangat mendukung dan tidak melarang. Saya juga tidak menunda kehamilan. Semua saya serahkan kepada Tuhan,” tutur perempuan yang masuk dalam program atlet andalan Bali ini.
Takut Kena Peluru
Sebagaimana Diah, suara tembakan awalnya juga membuat atlet menembak loainnya, Made Ayu Pramita Suari, ketakutan. Apalagi, awalnya ia sempat berpikir, takut terkena peluru. Sampai-sampai ia menutup telinganya saat bunyi tembakan. Ia mengaku tangannya gemetar saat mengangkat senjata. “Keringat dingin sampai keluar saking takutnya,” tuturnya sembari tertawa mengingat kejadian itu. Selama tiga bulan, ia mencoba bersahabat dengan senapan angin yang digunakan untuk berlatih. Keinginan mendalami menembak sangat didukung keluarganya. Bahkan, ibunya sering mengantarnya berlatih. Lama-kelamaan, Pramita akhirnya benar-benar mencintai olahraga menembak.
Namun, saking sibuknya berlatih, pelajarannya sempat tertinggal satu semester saat SMP. Pramesti mencoba melakukan perbaikan agar kesibukannya berlatih tidak mengganggu pelajarannya di sekolah. “Untungnya, penurunan nilai saya segera terkejar. Hanya satu semester turun,” ujarnya.
Dalam program 1000 pelajar, Pramita mendapatkan juara II sehingga ia bersama Diah masuk dalam pembinaan atlet muda menembak.
Prestasi yang paling anyar yang diraihnya mendapatkan emas dalam beregu bersama Diah dalam PON XVII di Kaltim. Dalam hari ulang tahun Kota Jakarta 2010 ia mendapatkan Juara III ARM perseorangan.
Ia mengaku sudah memunyai pacar. Sang pacar pun diminta mengerti kondisinya sebagai atlet menembak. Kalau ada masalah, ia berusaha mencari jalan keluarnya segera, dan tidak mau persoalan pribadinya berlarut-larut dan menganggu konsentrasi berlatih. Biasanya menjelang pertandingan, ia melakukan relaksasi ke salon dan jalan-jalan bersama teman-temannya. “Agar lebih santai dan tidak tegang,” kata Pramita.
Putri pasangan Nengah Siam Kastawan dan Gst. Ayu Putu Sari Ningsih ini awal mulanya sempat diolok-olok kakak laki-lakinya. “Biasanya perempuan takut dengar suara tembakan. Kok ini berani. Ajari kakak menembak juga,” ujarnya mengutip olokan kakaknya itu. Pramita menawakan sang kakak untuk ikut ke lapangan. Namun, sesampainya di lapangan, kakaknya mengurungkan niatnya karena merasa takut mendengar suara tembakan. “Sejak itu, saya tidak diledek lagi. Apalagi beberapa prestasi sudah saya capai. Keluarga bangga pada saya,” ujarnya sumringah.
Minim Peminat
Menurut Humas Perbakin Bali Nyoman Sri Mudani, S.H. atlet yang berlatih di lapangan diperkenankan membawa senjata ke rumah dengan persetujuan induk organisasi. “Senjata angin dapat dibawa pulang untuk pelatihan kering di rumah tanpa peluru. Mereka biasanya berlatih bagaimana cara memegang senjata dan posisi berdiri dan membidik sasaran,” kata perempuan yang akrab disapa Manik ini. Atlet yang dalam kondisi hamil, kata dia, biasanya cuti dan hanya melakukan pelatihan kering di rumah.
Ia menilai, peminat menembak di kalangan generasi muda khususnya perempuan masih minim. Dengan program 1000 pelajar yang digelar Perbakin, ia berharap, akan ditemukan atlet muda menembak khususnya perempuan. Sebagai apreasiasi pemerintah kepada atlet berprestasi, Diah dan Pramita yang berhasil mendapatkan emas dalam PON di Kaltim diangkat menjadi PNS dan ditempatkan di Disdikpora Provinsi Bali. Mereka juga menerima uang pembinaan. Manik berharap, para pengusaha ikut memberi kontribusi dengan menjadi bapak angkat agar pembinaan atlet berkesinambungan. “Apalagi menembak merupakan olahraga unggulan Bali,” katanya. –ast
Tokoh, Edisi 609, 12 s.d 19 September 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar