KEBERADAAN lahan parkir dan jalan alternatif lain masih menjadi masalah di Ubud. Masyarakat yang memiliki usaha, malah menggunakan badan jalan sebagai tempat parkir. “Ini seperti lingkaran setan, kalau distop atau dilarang parkir di badan jalan tentu tidak bisa. Selain membuka usaha, mereka juga bertempat tinggal di sana. Parahnya lagi, kendaraan karyawannya juga diparkir di badan jalan,” ujar Camat Ubud Drs. I Kadek Alit Ariawan, M.A.P.
Lelaki asal Payangan ini berpandangan, seandainya pariwisata tidak hanya berkonsentrasi di Kelurahan Ubud, kondisi kemacetan bisa diselesaikan. Menurutnya, masing-masing desa penyangga memiliki potensi yang layak dikembangkan. Harapannya, masing-masing desa penyangga mampu menjadi daya tarik pariwisata tanpa mengurangi jatah pariwisata Ubud. “Dengan potensi di masing-masing desa penyangga di sekeliling Ubud, sedikit tidaknya bisa langsung menangani masalah transportasi di Ubud,” paparnya.
Ia menilai, problem transportasi di Ubud seperti lalu lintas jalan dan areal parkir akan dapat diselesaikan dengan kerja sama yang baik masyarakat dengan pemerintah. Memang, ia mengakui, lahan menjadi faktor utama. Ia mengatakan, masih terus melakukan pendekatan kepada masyarakat, untuk mencari salah satu areal yang akan digunakan lahan parkir.
Menurutnya, permasalahan transportasi di Ubud hampir sama dengan di Kuta, namun, kata dia, Kuta sudah memiliki sentral parkir sedangkan permasalahan transportasi di Ubud lebih kompleks. Saat ini, kata Alit, parkir di Ubud dikelola desa adat setempat. Sistem parkir per jam belum dapat diterapkan di Ubud.
Ubud merupakan salah satu kecamatan dari 7 kecamatan di Gianyar. Utara berbatasan dengan Payangan dan Tegalalang, selatan berbatas dengan Sukawati, timur berbatasan dengan Tampaksiring, dan barat berbatasan dengan Abiansemal, Badung. Ubud terdiri atas 7 desa dan satu kelurahan. Ubud memunyai 32 desa adapt. Berdasarkan data tahun 2008, jumlah penduduk di Ubud 62.018 jiwa.
Secara ekonomi sosial masyarakat Ubud lebih dominan ke bidang kepariwisataan yang terbagi dalam sektor jasa dan perdagangan. Dulunya, kata Alit Ariawan, sebagian besar masyarakat Ubud murni menjadi petani. Namun, lambat laun karena perkembangan lingkungan dan tuntutan zaman, banyak alih fungsi lahan. Ia mengatakan, walaupun belum ada data pasti, alih fungsi lahan di Ubud diperkirakan cukup tinggi. Kondisi pertanian, lambat laun makin menipis dari tahun ke tahun. Ia mengatakan, banyaknya alih fungsi lahan disebabkan penghasilan petani tidak seimbang dibanding pajak tanah yang harus mereka bayarkan.
Kondisi perekomomian menjadi lebih condong ke pariwisata, baik itu industri, perdagangan, maupun jasa. Banyak bermunculan usaha kerajinan seperti di Desa Singakerta, Andong dan Petulu, walaupun sebagian masih berproses. Pengembangan objek wisata Kokokan juga sedang diupayakan. Secara sosial ekonomi terkesan pariwisata hanya di Kelurahan Ubud. Hal ini, katanya, karena pengembangan pariwisata di Kecamatan Ubud diawali ide pelingsir Ubud yang berimbas ke desa-desa lain. —ast
Ia menilai, problem transportasi di Ubud seperti lalu lintas jalan dan areal parkir akan dapat diselesaikan dengan kerja sama yang baik masyarakat dengan pemerintah. Memang, ia mengakui, lahan menjadi faktor utama. Ia mengatakan, masih terus melakukan pendekatan kepada masyarakat, untuk mencari salah satu areal yang akan digunakan lahan parkir.
Menurutnya, permasalahan transportasi di Ubud hampir sama dengan di Kuta, namun, kata dia, Kuta sudah memiliki sentral parkir sedangkan permasalahan transportasi di Ubud lebih kompleks. Saat ini, kata Alit, parkir di Ubud dikelola desa adat setempat. Sistem parkir per jam belum dapat diterapkan di Ubud.
Ubud merupakan salah satu kecamatan dari 7 kecamatan di Gianyar. Utara berbatasan dengan Payangan dan Tegalalang, selatan berbatas dengan Sukawati, timur berbatasan dengan Tampaksiring, dan barat berbatasan dengan Abiansemal, Badung. Ubud terdiri atas 7 desa dan satu kelurahan. Ubud memunyai 32 desa adapt. Berdasarkan data tahun 2008, jumlah penduduk di Ubud 62.018 jiwa.
Secara ekonomi sosial masyarakat Ubud lebih dominan ke bidang kepariwisataan yang terbagi dalam sektor jasa dan perdagangan. Dulunya, kata Alit Ariawan, sebagian besar masyarakat Ubud murni menjadi petani. Namun, lambat laun karena perkembangan lingkungan dan tuntutan zaman, banyak alih fungsi lahan. Ia mengatakan, walaupun belum ada data pasti, alih fungsi lahan di Ubud diperkirakan cukup tinggi. Kondisi pertanian, lambat laun makin menipis dari tahun ke tahun. Ia mengatakan, banyaknya alih fungsi lahan disebabkan penghasilan petani tidak seimbang dibanding pajak tanah yang harus mereka bayarkan.
Kondisi perekomomian menjadi lebih condong ke pariwisata, baik itu industri, perdagangan, maupun jasa. Banyak bermunculan usaha kerajinan seperti di Desa Singakerta, Andong dan Petulu, walaupun sebagian masih berproses. Pengembangan objek wisata Kokokan juga sedang diupayakan. Secara sosial ekonomi terkesan pariwisata hanya di Kelurahan Ubud. Hal ini, katanya, karena pengembangan pariwisata di Kecamatan Ubud diawali ide pelingsir Ubud yang berimbas ke desa-desa lain. —ast
Koran Tokoh, Edisi 596, 13 s.d 19 Juni 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar