Anggota polisi khusus Disreskrim Polda Bali ini menuturkan, sejak kecil ia hobi melukis. Bahkan, ketika ditanya cita-citanya, ia ingin menjadi pelukis. Namun, seperti prinsip hidupnya yang mengalir bak air, tak disangka kini rutinitasnya berurusan dengan jenazah.
Ketua Tim Terpadu Pelaporan dan Pencatatan Korban Tindak Kekerasan Perempuan dan Anak (T2P2 KTK P-A) RS Sanglah ini mengatakan, banyak hal yang bisa ia pelajari dari ilmu kedokteran forensik. “Karena disini kami tidak hanya mengurusi jenazah, kami juga mengurusi forensik orang hidup seperti korban maupun tersangka,” kata lelaki yang kerap menjadi saksi ahli di pengadilan ini.
Ingin mendaftar di seni rupa, sang kakak malah mendaftarkannya di FK Unud. Dokter Ida Bagus Alit, begitu ia akrab disapa, akhirnya mengikuti saran sang kakak tanpa protes. Setelah berkutat dengan ilmu kedokteran, ia merasa ilmu kedokteran forensik cocok dengan dirinya. Hal ini sesuai dengan aliran surealisme hobi melukisnya, yang menurutnya, ada hubungannya. “Lukisan aliran surealisme kelihatannya tidak objektif namun, sesungguhnya sangat objektif. Misalnya, ada lukisan kuda memakai sayap, secara objektif jelas tidak mungkin, tapi bisa jadi mungkin karena ada sesuatu yang ingin disampaikan. Ilmu forensik juga begitu. Sesuatu hal yang sangat menarik. Sesuatu yang sudah meninggal dan diam, ternyata bisa mengungkapkan sesuatu,” katanya.
Awal mengeluti jenazah, ia mengatakan tak takut. Justru ia makin penasaran ingin mencari penyebab kematiannya karena ada bukti-bukti dalam diri jenazah tersebut.Selain panggilan hatinya, ada satu alasan mengapa ia tertarik mengembangkan ilmu forensik. Banyak kasus hukum anak yang belum mendapatkan perlindungan sehingga hatinya nuraninya ikut terpanggil. Selain itu, istrinya Putu Winanti Astari, S.Si sangat mendukungnya. “Istri saya sangat mendukung. Kami sudah menikah hampir 11 tahun, tapi belum punya keturunan. Saya sepakat untuk mengeluti bidang yang memberikan perlindungan pada anak. Sebagai doa semoga Tuhan memberikan kami keturunan,” ungkapnya. Ternyata pengabdiannya itu memberikan hasil. Dua putra kini telah melengkapi kebahagiaan Dokter Ida Bagus Alit.
Ilmu kedokteran forensik FK Unud/RS Sanglah telah berdiri sejak tahun 1971 yang digawangi dr. Maker. Menurutnya, ada proteksi untuk dikembangkan tapi sumber daya manusianya kurang. Begitu ia tamat dokter dan menyelesikan PTT-nya di Desa Tegalalang Gianyar, Dokter Ida Bagus Alit langsung melamar di Forensik. Sejak tahun 2000 ia menjadi staf pengajar di FK Unud. Tahun 2002 ia mendapat kesempatan belajar forensik untuk orang hidup (forensic medicine and bioethics) di Groningen State University, Netherland. Kemudian ia melanjutkan kembali untuk spesialis forensik ke UI dan menyelesaikannya tahun 2005. Tahun 2009 ia ditunjuk menjadi Kepala Instalasi Kedokteran Forensik, yang tugasnya mengatur pelayanan instalasi jenazah. Tahun 2010 ia diangkat menjadi Kepala Bagian Ilmu Kedokteran Forensik.
Baginya, dokter Maker selain sebagai gurunya sudah ia anggap sebagai ayahnya. Ia banyak belajar dari dosen seniornya itu. “Menganalisa segala bukti secara ilmiah, tidak boleh memakai perasaan, itu yang saya pelajari dari dokter Maker. Yang diutamakan tidak memihak, harus memiliki pemikiran objektif dengan apa yang kita hadapi. Begitulah seni ilmu forensik,” kata ayahanda Ida Bagus Purwaka Danendra dan Ida Bagus Putra Ananda ini.
Menurutnya, selama ini banyak yang menganggap ilmu kedokteran forensik hanya mengurus jenazah. Padahal, kasus orang hidup juga diurusi seperti korban dan tersangka. Tiap hari berhubungan dengan kasus, dan jenazah tak membuatnya jenuh. Dari awal, ia sudah berpikir konsisten, dan kasus yang dihadapi juga tidak menoton selalu bervariasi, mulai dari mudah, menengah dan sulit, sehingga makin menarik dan tidak membosankan.
Ia menyebutkan, perkembangan ilmu kedokteran forensik dipengaruhi dunia internasional. Ada dua yang sudah dikembangkan yakni patologi forensik, ilmu memeriksa jenazah sudah ada sejak 1971 di FK Unud. Kedua, forensik klinik untuk orang hidup yang sudah dirintis sejak tahun 2009 bekerja sama dengan lembaga di Jakarta. Tahun 2010, RS Sanglah sudah mandiri sudah dapat memeriksa DNA.
Ia menuturkan, sampai saat ini, SDM di forensik sudah memadai. Ada 4 dokter spesialis forensik sehingga semua sub divisi sudah dapat dilakukan, medikolegal, kedokteran forensik klinik, histopatologi forensik, laboratorium dan biomolekuler, dan toksikologi forensik.
Menurutnya, kasus yang dihadapi Forensik RS Sanglah mendapat banyak sorotan internasional karena Bali merupakan daerah pariwisata. Kasus banyak melibatkan orang asing baik korban maupun tersangka. Berhubungan antarnegara mendapat respon dari berbagai pihak, sehingga sering berhubungan dengan polisi negara lain, konsulat bahkan dokter forensik di luar negeri. Karena sering terjadi tidak terindentifikasi dengan baik personal, pribadi dan massal, maka RS Sanglah dipilih menjadi sekretariat disaster victim indetification (DVI) sejak tahun 2010. “Sudah banyak menangani korban massal seperti imigran gelap atau korban tengelam. Terkadang ikut berpartisipasi saat bencana seperti tsunami di Aceh dan Gempa di Jogjakarta,” jelas anggota MKEK IDI Bali ini.
Ia memaparkan, kegiatan di forensik sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni, mendidik para dokter, melakukan penelitian seperti pemetaan DNA. Yang paling penting, bagian forensik telah mampu meneliti prostat spesifik antigen (PSA) yakni mendeteksi ada cairan laki-laki. “Cairan yang keluar dari kelamin laki-laki, bukan hanya sperma, tapi cairan yang keluar dari kelamin laki-laki. Ini bisa membuktikan lebih akurat,” jelasnya. Pelayanan forensik selain otopsi jenazah, pemeriksaan laboratorium, juga memeriksa korban, tersangka dan sebagai saksi. Untuk pelayanan keluar, selain sebagai saksi, juga melakukan penggalian kubur bahkan bisa sampai ke NTB dan Banyuwangi.
Menurut Dokter Ida Bagus Alit, ketekunannya mengabdi di Forensik tak lepas dari konsep kerja yang dilakoninya, 3K komitmen, kontinu, dan konprehensif. “Komitmen artinya sudah punya ketetapan hati dan loyalitas. Kontinu terus menerus, sehingga kami tidak praktik swasta. Konprehensif maksudnya kami menyadari bekerja tak bisa sendiri harus multidisplin, harus ada dari laboratorium, hukum, sehingga menjadi satu kesimpulan yang tepat,” ujar lelaki yang mengikuti pendidikan primer DVI di Health Science Autorithy di Singapura ini.
Di sela-sela kesibukannya, ia tetap menyalurkan hobi melukisnya. Kapan inspirasi itu ada, ia segera mengambil media dan menuangkan idenya. Mengalir seperti air dan tetap apa adanya tetap dilakoninya membawa ilmu kedokteran forensik terus berkembang mengikuti science and technology anthropology. –ast
Koran Tokoh, Edisi 700, 25 s.d 30 Juni 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar