Untuk mewujudkan SBI perlu penjaminan mutu. Standar jaminan mutu ini meliputi akreditasi A, pengembangan kurikulum satuan pendidikan yang mengacu pada standar isi yang lebih tinggi, serta kurikulum ditulis dalam bahasa Inggris dan Indonesia. Ada standar lain yang belum bisa dipenuhi, yaitu muatan mata pelajaran pun harus setara atau lebih tinggi daripada sekolah unggul luar negeri, minimal 30% pengajar bergelar S2 dan S3, dan sarana-prasarana pendidikan mengacu pada teknologi modern.
“Bagaimana mau berpacu dengan luar negeri kalau alat-alat praktik di sekolah saja masih menggunakan produk lama. Padahal, sekarang sudah zaman digital,” ujar lelaki kelahiran Ubud, Gianyar, ini. Saat ini, katanya, setelah dilakukan evaluasi, beberapa sekolah yang dikatagorikan SBI belum mampu mandiri dan masih tergolong menuju SBI. Padahal, instansinya memunyai visi mencetak siswa menjadi cerdas dan kompetitif. Empat kecerdasan meliputi cerdas spiritual (olah pikir), cerdas emosional (olah rasa), cerdas intelektual (olah otak), dan cerdas fisik (olah raga). “Bukan hanya cerdas yang diinginkan, tetapi memiliki jiwa mandiri dan tidak tergantung pada orang lain sehingga mampu bersaing,” katanya.
Dalam era globalisasi, terjadi persaingan ketat di bidang teknologi, manajemen, dan SDM. “Kita hanya sebagai penonton dan ditindas jika tidak ikut meningkatkan kemampuan,” katanya. Pemerintah daerah diharapkan mampu menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan di semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. Sekolah bertaraf internasional adalah sekolah yang telah memenuhi seluruh standar nasional pendidikan dan mengembangkan keunggulan yang mengacu pada peningkatan daya saing yang setara dengan mutu sekolah unggul tingkat internasional.
Empat SMA SBI di Bali yakni SMA 1 Denpasar, SMA 4 Denpasar, SMA 1 Gianyar, dan SMAN 1 Singaraja. Sekarang ada 27 SD dan SMP yang didorong menjadi sekolah berstandar internasional. Masalah sumber dana menjadi keluhan beberapa sekolah bertaraf internasional. Parahnya, masih terjadi ketidakjujuran profesional di sekolah. Para guru masih mengatrol nilai siswa. Siswa mendapat nilai bahasa Inggris 7 atau 8 di rapor. Padahal, kenyataannya siswa tersebut hanya meraih nilai 3 atau 4.
Ia menilai, SBI tidak hanya diwujudkan dari gedung yang megah, tetapi isinya harus sesuai dengan standar SBI. Proses pembelajarannya interaktif, inspiratif, menyenangkan, dan menantang. Contoh di AS. Siswa dengan mudah mengakses internet di sekolah. Mereka belajar mandiri berkelompok. “Kalau SBI ini dipaksakan, kasihan siswanya. Mereka belum siap bersaing dan seolah-olah dipaksakan. Apalagi ada syarat penerimaan siswa di SBI melalui tes prestasi akademik dan psikologi,” paparnya.
Untuk mengajar di SBI, katanya, perlu diangkat guru baru sesuai dengan kriteria. “Tidak menggunakan guru yang sudah ada karena sebagian besar sudah berumur tidak muda lagi. Kalau para guru ini dipaksakan untuk mengajar bahasa Inggris tentu menghadapi kendala,” ujarnya. Ke depan sedang dipikirkan untuk dicarikan sekolah partner di luar negeri.Beberapa guru baru juga diangkat untuk ditempatkan di SBI. Kerja sama juga dilakukan dengan lembaga kursus bahasa Inggris untuk meningkatkan kemampuan para guru. Ia berharap, lima tahun ke depan SBI bisa diwujudkan di Bali. Untuk itu, sistem sedang dibenahi dan kurikulum diperbaiki. Depdiknas bekerja sama dengan Sampoerna Foundation membuat satu rintisan SBI di Desa Kubutambahan, Buleleng. Terdapat 150 siswa cerdas yang berasal dari keluarga tidak mampu. Ia berharap, sekolah ini mampu menjadi contoh bagi sekolah lain.
Pemerintah Provinsi Bali menggelontorkan dana Rp 329 miliar untuk pengembangan pendidikan. Dana ini difokuskan untuk empat hal. Salah satunya, yakni mengentaskan masyarakat dari kemiskinan melalui beasiswa pendidikan. Sekitar 10.000 siswa didorong untuk sekolah dengan dana sekitar Rp 41 miliar. Dana BOP (bantuan operasional pendidikan) juga diberikan untuk meringankan beban anak miskin di sekolah. Selain itu, peningkatan mutu dilakukan dengan pembelajaran berbasis informastion and technology (IT) dengan alokasi dana sekitar Rp 21 miliar. Siswa diarahkan belajar dengan multimedia agar pelajaran lebih menarik.
Selain itu, semua program keahlian yang diselenggarakan lembaga nonformal diberi bantuan dana. Tidak hanya keterampilan kecantikan, tetapi juga komputer dan bahasa Inggris. Keterampilan ini diberikan secara gratis kepada tamatan SMA yang belum bekerja dan tidak mampu melanjutkan ke perguruan tinggi. -ast
Tidak ada komentar:
Posting Komentar