Siang itu suasana terlihat sepi di satu areal bangunan bertingkat di Jalan Jaya Giri Denpasar. Terlihat beberapa tenda masih terpasang dan satu karangan bunga ucapan selamat di depan pintu masuk. Tak jauh dari pintu gerbang, duduk seorang remaja putri sambil membaca buku. Saat wartawati Tokoh masuk dia langsung menyambut dengan senyum,” Selamat siang mbok.” Langsung kujawab, ”Selamat siang. Adik penghuni panti?,” kataku bertanya. ”Iya, mari silakan masuk mbok,” ajaknya dengan ramah. Perempuan itu bernama Luh Suryani. Usianya 17 tahun.
Saat ini dia tercatat sebagai mahasiswi bea siswa Poltek Widyadarma Bali. Asalnya dari Desa Munti Gunung Karangasem. Dia sulung dari 6 bersaudara. Orangtuanya bekerja sebagai petani di desa asalnya. Waktu kecil, Suryani bercita-cita menjadi dokter. Namun, harapannya kandas karena keluarganya tidak mampu membiayai pendidikannya. Saat tamat SD, bapak kepala sekolah bertanya kepadanya. Kemana ia akan melanjutkan sekolahnya. Suryani ingin melanjutkan sekolah ke Denpasar, tapi mana mungkin. Ia tidak memunyai biaya. Melihat kepintaran Suryani, kepala sekolah menawarkannya untuk tinggal di panti asuhan. Ia menyanggupinya asal bisa sekolah. Walau cita-cita menjadi dokter kandas, Suryani tetap bangga kini sudah mendapatkan bea siswa untuk kuliah di bidang IT. ”Saya ingin membuat usaha sendiri,” katanya. Prestasi Suryani lumayan bagus. Sejak SD ia selalu mendapat juara. Sewaktu di SMA, ia pernah mewakili sekolahnya untuk olimpiade Matematika. Walau pun tidak mendapatkan juara, ia senang karena berprestasi di sekolahnya.
Suryani merupakan salah seorang anak yang ditampung di Panti Asuhan Tat Twam Asi. Saat ini tercatat 44 orang anak di Panti itu. Anak yatim 3 orang, piatu 2 orang dan yatim piatu 3 orang. Sisanya masih memilki orangtua. Sebagian besar dari keluarga kurang mampu. Pendidikan mereka saat ini, SD 2 orang , SMP 20 orang, SMA 20 orang dan PT 2 orang. Ketua Yayasan Sosial Tat Twam Asi Ny. I Gusti Ngurah Ketu mengatakan, sejak didirikan tahun 1987 jumlah anak yang sudah ditampung dalam Panti 208 orang, dan yang sudah menamatkan pendidikan setingkat SMA dan PT sebanyak 114 orang. Sebagian besar mereka sudah bekerja. Disamping mendapatkan pendidikan formal anak-anak juga diberikan kesempatan meningkatkan kemmapuan di bidang bahasa asing ( Inggris dan Jepang), dan komputer. Keterampilan berkesenian juga diajarkan seperti mengambel, menari, tata rias wajah, dan membuat dupa.
”Anak-anak yang tinggal di panti semuanya perempuan. Kami sudah memiliki seka bleganjur perempuan. Mereka sering diundang pentas di Br. Jaya Giri saat ngrupuk pawai ogoh-ogoh,” katanya. Prestasi yang dicapai panti paling gres dinobatkan sebagai Juara II Pengelolaan Panti tingkat Nasional “Dalam perayaan HUT (20/7), kami melakukan syukuran atas keberhasilan yang sudah dicapai,” katanya sumringah. Pimpinan Panti Tat Twam Asi Ny. Ida Bagus Intaran, mengatakan, anak –anak panti memiliki tanggung jawab tiap harinya. Selain mereka harus giat belajar, tiap pagi mereka harus bangun pukul 5. Ada yang tugas memasak, menyapu, atau ke pasar. Setelah itu, mereka mandi, sembahyang, dan sarapan kemudian berangkat ke sekolah. Pulang sekolah setelah istirahat, pukul 15.30. mereka kembali melakukan pekerjaan rumah tangga seperti bersih-bersih, menyapu, mengepel, dan mencuci. Minggu sore mereka belajar berkesenian seperti megambel, menari, mejejahitan. Salah satu anak panti yang sudah berhasil bernama Sudiani yang kini membuka usaha sendiri tak melupakan jasa-jasa panti. Ia kerap datang untuk bersilaturhami dan memberi sedikit bantuan untuk anak-anak panti lainnya.
Sedangkan Panti Asuhan Anak-Anak Anugerah yang berlokasi di Jalan Cokroaminoto menampung 42 orang anak. Panti khusus perempuan dibawah naungan Bala Keselamatan ini dihuni 95% orang asli Bali. Anak yatim piatu 3 orang dan lainnya masih memiliki orangtua. Sebagian besar mereka dari keluarga tidak mampu. Pdt. Yakti Blake selaku asisten pimpinan mengatakan, para orangtua diberikan kesempatan menengok mereka kapan saja. ”Biasanya mereka menengok enam bulan sekali,” katanya. Pimpinan Panti Jembris Blake dan istrinya Pdt. Yakti Blake menerapkan disiplin di panti. Kewajiban anak panti tiap hari mereka bangun pukul 4.30. Semua mendapatkan pembagian kerja. Pukul 6 sore, anak-anak tidak boleh lagi menerima tamu. Mereka harus sudah belajar. Selain pendidikan formal, penghuni panti mendapatkan tambahan keterampilan musik kolintang, tarian nasional dan modern, dan bahasa asing. Biasanya saat perayaan Natal anak-anak panti menunjukkan kebolehannya. Salah satu anak panti, Sinta siswi SMPN 10 Denpasar pernah meraih juara III bulu tangkis dalam Porjar Kota Denpasar.
Trivena, baru saja menamatkan SMAnya. Kini ia sedang mempersiapkan kuliahnya di Mapindo. Ia mendapatkan sponsor dari donatur Australia untuk meneruskan kuliahanya. Ia mengaku sangat bersyukur bisa tinggal di panti. Ia banyak belajar disiplin, mandiri, dan ibadahnya lebih mantap. Walau awal mula masuk panti, ia sedih karena berpisah dengan keluarga kandungnya. “Kalau dimarahi di panti, saya sering menangis. Kangen dengan keluarga. Tapi setelah saya pikir-pikir, saya sadar, kalau saya masih tinggal dengan keluarga di Sulawesi, saya tidak biaya untuk sekolah. Keluarga saya miskin, Orang tua saya petani tidak mampu menyekolahkan saya. Saya dibawa ke panti ini sejak tamat SD. Saya akhirnya sadar semua ini untuk kebaikan saya,” kenangnya. –ast
Koran Tokoh, Edisi 602, 24 s.d. 31 Juli 2010
Saat ini dia tercatat sebagai mahasiswi bea siswa Poltek Widyadarma Bali. Asalnya dari Desa Munti Gunung Karangasem. Dia sulung dari 6 bersaudara. Orangtuanya bekerja sebagai petani di desa asalnya. Waktu kecil, Suryani bercita-cita menjadi dokter. Namun, harapannya kandas karena keluarganya tidak mampu membiayai pendidikannya. Saat tamat SD, bapak kepala sekolah bertanya kepadanya. Kemana ia akan melanjutkan sekolahnya. Suryani ingin melanjutkan sekolah ke Denpasar, tapi mana mungkin. Ia tidak memunyai biaya. Melihat kepintaran Suryani, kepala sekolah menawarkannya untuk tinggal di panti asuhan. Ia menyanggupinya asal bisa sekolah. Walau cita-cita menjadi dokter kandas, Suryani tetap bangga kini sudah mendapatkan bea siswa untuk kuliah di bidang IT. ”Saya ingin membuat usaha sendiri,” katanya. Prestasi Suryani lumayan bagus. Sejak SD ia selalu mendapat juara. Sewaktu di SMA, ia pernah mewakili sekolahnya untuk olimpiade Matematika. Walau pun tidak mendapatkan juara, ia senang karena berprestasi di sekolahnya.
Suryani merupakan salah seorang anak yang ditampung di Panti Asuhan Tat Twam Asi. Saat ini tercatat 44 orang anak di Panti itu. Anak yatim 3 orang, piatu 2 orang dan yatim piatu 3 orang. Sisanya masih memilki orangtua. Sebagian besar dari keluarga kurang mampu. Pendidikan mereka saat ini, SD 2 orang , SMP 20 orang, SMA 20 orang dan PT 2 orang. Ketua Yayasan Sosial Tat Twam Asi Ny. I Gusti Ngurah Ketu mengatakan, sejak didirikan tahun 1987 jumlah anak yang sudah ditampung dalam Panti 208 orang, dan yang sudah menamatkan pendidikan setingkat SMA dan PT sebanyak 114 orang. Sebagian besar mereka sudah bekerja. Disamping mendapatkan pendidikan formal anak-anak juga diberikan kesempatan meningkatkan kemmapuan di bidang bahasa asing ( Inggris dan Jepang), dan komputer. Keterampilan berkesenian juga diajarkan seperti mengambel, menari, tata rias wajah, dan membuat dupa.
”Anak-anak yang tinggal di panti semuanya perempuan. Kami sudah memiliki seka bleganjur perempuan. Mereka sering diundang pentas di Br. Jaya Giri saat ngrupuk pawai ogoh-ogoh,” katanya. Prestasi yang dicapai panti paling gres dinobatkan sebagai Juara II Pengelolaan Panti tingkat Nasional “Dalam perayaan HUT (20/7), kami melakukan syukuran atas keberhasilan yang sudah dicapai,” katanya sumringah. Pimpinan Panti Tat Twam Asi Ny. Ida Bagus Intaran, mengatakan, anak –anak panti memiliki tanggung jawab tiap harinya. Selain mereka harus giat belajar, tiap pagi mereka harus bangun pukul 5. Ada yang tugas memasak, menyapu, atau ke pasar. Setelah itu, mereka mandi, sembahyang, dan sarapan kemudian berangkat ke sekolah. Pulang sekolah setelah istirahat, pukul 15.30. mereka kembali melakukan pekerjaan rumah tangga seperti bersih-bersih, menyapu, mengepel, dan mencuci. Minggu sore mereka belajar berkesenian seperti megambel, menari, mejejahitan. Salah satu anak panti yang sudah berhasil bernama Sudiani yang kini membuka usaha sendiri tak melupakan jasa-jasa panti. Ia kerap datang untuk bersilaturhami dan memberi sedikit bantuan untuk anak-anak panti lainnya.
Sedangkan Panti Asuhan Anak-Anak Anugerah yang berlokasi di Jalan Cokroaminoto menampung 42 orang anak. Panti khusus perempuan dibawah naungan Bala Keselamatan ini dihuni 95% orang asli Bali. Anak yatim piatu 3 orang dan lainnya masih memiliki orangtua. Sebagian besar mereka dari keluarga tidak mampu. Pdt. Yakti Blake selaku asisten pimpinan mengatakan, para orangtua diberikan kesempatan menengok mereka kapan saja. ”Biasanya mereka menengok enam bulan sekali,” katanya. Pimpinan Panti Jembris Blake dan istrinya Pdt. Yakti Blake menerapkan disiplin di panti. Kewajiban anak panti tiap hari mereka bangun pukul 4.30. Semua mendapatkan pembagian kerja. Pukul 6 sore, anak-anak tidak boleh lagi menerima tamu. Mereka harus sudah belajar. Selain pendidikan formal, penghuni panti mendapatkan tambahan keterampilan musik kolintang, tarian nasional dan modern, dan bahasa asing. Biasanya saat perayaan Natal anak-anak panti menunjukkan kebolehannya. Salah satu anak panti, Sinta siswi SMPN 10 Denpasar pernah meraih juara III bulu tangkis dalam Porjar Kota Denpasar.
Trivena, baru saja menamatkan SMAnya. Kini ia sedang mempersiapkan kuliahnya di Mapindo. Ia mendapatkan sponsor dari donatur Australia untuk meneruskan kuliahanya. Ia mengaku sangat bersyukur bisa tinggal di panti. Ia banyak belajar disiplin, mandiri, dan ibadahnya lebih mantap. Walau awal mula masuk panti, ia sedih karena berpisah dengan keluarga kandungnya. “Kalau dimarahi di panti, saya sering menangis. Kangen dengan keluarga. Tapi setelah saya pikir-pikir, saya sadar, kalau saya masih tinggal dengan keluarga di Sulawesi, saya tidak biaya untuk sekolah. Keluarga saya miskin, Orang tua saya petani tidak mampu menyekolahkan saya. Saya dibawa ke panti ini sejak tamat SD. Saya akhirnya sadar semua ini untuk kebaikan saya,” kenangnya. –ast
Koran Tokoh, Edisi 602, 24 s.d. 31 Juli 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar