BERBAGAI macam benda spiritual yang dipajang Yayasan Taksu Bali di arena Pesta Kesenian Bali ke-32, menjadi daya tarik pengunjung. Di stan ini, I Made Mastresna, S.E, M.Si., pendiri Yayasan Taksu Bali, juga melayani konsultasi fisiognomi dan palmistri (membaca wajah dan garis tangan). Akupresur Usada Taksu Bali juga melayani pengobatan penyakit ringan sampai berat, medis dan nonmedis. Penyakit kanker dan tumor menjadi spesifiknya. Di sini tersedia berbagai macam herbal untuk pengobatan tradisional terbuat dari bermacam-macam jenis jamur. Predikat ’pendeta voodoo se-Asia’ yang disandang Mastresna menjadi daya tarik tersendiri. Tahun 2006 lelaki yang lahir bertepatan dengan perayaan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus ini diundang Prometra International (Association for The Promotion Traditional Medicine) dan African Traditional Medicine menghadiri konferensi pengobatan tradisional di Benin, Cotonou, Afrika Barat.
Konferensi dihadiri para dukun dari seluruh dunia. Menjelang penutupan konferensi ada agenda penting yakni pengangkatan pendeta voodoo se–Asia. Namun, pengangkatan pendeta voodoo bukanlah proses yang mudah. Kandidat harus melalui tes supranatural yang berat dan nyawa menjadi taruhannya. Mastresna menuturkan, ujian akhir yang paling berat, ia harus duduk di satu kursi ajaib yang berhias kain putih. Namun, kursi tersebut bukanlah kursi biasa. Jika ilmu supranaturalnya tidak mumpuni, yang duduk di situ tidak bisa bangun lagi dan langsung terkapar. Ia juga dikalungi kalung ajaib. Kalau kalung tersebut tidak berkenan, tidak bisa dibuka dan langsung mencekik leher pemakainya. Satu benda dilempar ke atas. Setelah diberi doa, hasilnya akan terlihat, apakah orang ini harus mati atau tidak. Mastresna berhasil melalui semua ujian tersebut, dan dinobatkan menjadi Pendeta Voodoo se-Asia oleh Presiden Voodoo Guendehou yang asal Afrika.
Afrika Mirip Bali
Voodoo atau vodou atau vodoun merupakan aliran kepercayaan baru. Aliran voodoo merupakan gabungan dari kepercayaan “Yoruba“ Afrika dengan pengaruh Agama Katolik. Menurut sejarah, ajaran ini berkembang di Kepulauan Haiti, berawal dibawanya para budak berkulit hitam dari Afrika Barat ke kepulauan tersebut oleh Inggris. Setelah budak-budak ini menetap di Haiti, secara perlahan-lahan, mereka mulai menggabungkan kepercayaan yang dianutnya (Yoruba dengan ajaran Katolik, yang dianut tuan-tuannya, orang Inggris). Penggabungan kedua aliran inilah yang kemudian dinamakan voodoo. Voodoo sering diidentikkan dengan ilmu hitam. Padahal, kata Mastresna, voodoo hampir sama dengan ilmu supranatural Bali (leak). “Kalau digunakan untuk kejahatan menjadi buruk, kalau digunakan untuk kebaikan bisa membantu atau mengobati,” kata lelaki yang sedang menekuni Program Doktor Pengkajian Agama dan Budaya di Unhi Denpasar ini.
Ia menyebutkan, sekitar 50 juta penganut voodoo di seluruh dunia, hanya 20% yang mempelajari ilmu hitamnya. Jadi, kata dia, tidak semua penganut ajaran Voodoo menggunakan ilmu hitam.
Ia berpandangan, rakyat Afrika sangat percaya pada dukun voodoo. Dukun-dukun itu mendapat penghormatan luar biasa dan memiliki kekuasaan.
Tahun 2004 seorang ahli voodoo yang berasal dari Afrika yang bernama dr. Erick Gbodossou datang ke Bali. Dengan tuntunan roh, tiba-tiba ia datang ke Celuk ke rumah I Made Mastresna. Tahun 2006, I Made Mastresna diundang mengikuti konferensi pengobatan tradisional di Benin, Afrika Barat, 18 s.d. 25 Februari 2006.
Mastresna berpandangan, kondisi Bali dan Afrika sangat jauh berbeda, tetapi ada kemiripan dalam adatnya. “Sebelum masuk ke tempat suci, para tamu dibersihkan terlebih dahulu. Ada sarana segehan agung dengan menggunakan penyembelihan ayam. Tamu yang datang, harus melewati segehan agung dan kakinya diolesi darah ayam segar. Ada juga arak brem. Bedanya, brem ini ditempatkan di labu yang sudah kering,” tuturnya.
Ia menambahkan, tempat suci mereka berbentuk linggam, dan ada sesajen juga yang harus dihaturkan; digunakan kambing dan ayam sebagai simbol purusa dan pradana.
Ia menyebutkan, masing-masing desa di Afrika memiliki sambeto atau di Bali disebut sesuhunan yang bentuknya seperti barong blutuk. Namun, bahannya berbeda; terbuat dari akar-akaran. Sambeto mampu berjalan sendiri yang digerakkan roh. Di Bali, ada orang yang masuk di dalamnya. Ada pemangku yang memandu diiringi gong ala Afrika. Biasanya dalam musim grubuk, sambeto berjalan sendiri untuk membersihkan wabah penyakit.
Sejak Kecil
Mastresna lahir di lingkungan keluarga yang beragama Hindu dan keturunan dalang wayang kulit dan pengusada (balian). Sejak kecil ia sudah mendapat bimbingan dari kakeknya mengenai supranatural dan kesenian tradisional. Saat usianya masih belia ia sudah bisa mendalang, menari, dan menabuh gender wayang. Setelah remaja ilmu supranaturalnya terus diasah, hingga dewasa ia menguasai ilmu-ilmu supranatural Bali seperti kundalini, cakra, kanda pat, dan sastra.
Ia mendapat julukan ‘Grand Master’ Perguruan Seni Bela Diri Tenaga Dalam Cakra Naga Siwa Sampurna, ‘Grand Master’ Tri Bhuana pengobatan segala macam penyakit medis tanpa sentuh, tanpa kimia, tanpa operasi, tanpa tusuk jarum serta bisa juga melalui foto atau jarak jauh. Juga, ‘Grand Master’ fisiognomi dan palmistri, perwakilan Prometra Internasional, promotion des medicines traditionelles di Indonesia dan Bali khususnya yang memiliki cabang di 20 negara, ‘Master Teacher’ kundalini reiki, ‘Master Teacher’ karuna ki, ‘Master’ vajra reiki tummo, ‘Grand Master’ prana sakti, ‘Jero Mangku Dalang’ calonarang, dan ‘Pendeta Voodoo se-Asia’. –ast
Tidak ada komentar:
Posting Komentar