Sampah bagi kota Denpasar merupakan masalah serius yang memerlukan perhatian lebih dalam. Kesadaran masyarakat Denpasar mengolah sampah menjadi barang yang lebih berguna sudah dilakukan Desa Sanur Kaja dan Sanur Kauh. Dengan penerapan 3R (reuse, reduce, dan recycle), sampah dikelola agar menjadi berdaya guna. Pengolahan sampah swakelola ini jelas mengurangi beban sampah yang dikirim ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung.
I Made Sunarta, pimpinan depo pengolahan sampah terpadu Cemara Sanur Kaja mengatakan, sebanyak 32 kubik atau 4 truk sampah dihasilkan masyarakat Desa Sanur Kaja per harinya. Sampah ini dipilah dan dibedakan yang organik dan anorganik. "Hanya sekitar 40% yang merupakan sampah organik yang dapat diolah menjadi kompos. Sekitar 90% sampah berupa sisa upacara seperti canang," ujar pendiri LSM Lingkungan Wiguna Bali tahun 1989 ini.
I Made Sunarta, pimpinan depo pengolahan sampah terpadu Cemara Sanur Kaja mengatakan, sebanyak 32 kubik atau 4 truk sampah dihasilkan masyarakat Desa Sanur Kaja per harinya. Sampah ini dipilah dan dibedakan yang organik dan anorganik. "Hanya sekitar 40% yang merupakan sampah organik yang dapat diolah menjadi kompos. Sekitar 90% sampah berupa sisa upacara seperti canang," ujar pendiri LSM Lingkungan Wiguna Bali tahun 1989 ini.
Ia mengatakan, sampah organik ini diolah menjadi kompos dengan sistem fermentasi. "Setelah sampah dipilah kemudian difermentasi dan diberi formula. Diamkan dua minggu dan mengalami dua kali perpanjangan. Lakukan penyiraman berkala tiap dua hari sekali. Mengatur kelembaban suhu agar hasil fermentasi bagus dan seimbang. Lanjutkan proses penirisan untuk mengurangi kadar air. Proses pencacahan, kemudian diayak dan siap digunakan," paparnya Kepala Dusun Br. Langon, Desa Sanur Kaja ini. Proses pengolahan sampah organik menjadi kompos ini memakan waktu sekitar tiga bulan. Kompos yang dihasilkan dijual Rp 1000 tiap kilogram. Kompos yang dihasilkan tiap bulan 5-20 ton atau sekitar Rp 2 juta. Untuk sampah anorganik, kata dia, harus dipilah kembali. Potongan besi, barang plastik, aluminium, kertas, kaleng, dan kaca dijual kepada pengepul barang rongsokan, dan residu yang tidak dapat diolah dibawa ke TPA Suwung oleh petugas DKP Kota Denpasar.
"Kami memiliki mesin pencacah plastik. Tapi kami tidak mau melakukannya di sini. Mencacah plastik sampai halnya dengan membuat polusi bagi udara. Kami menjualnya kepada pengepul. Saya dengar mereka mengirimnya ke Surabaya untuk diproses di Malaysia dan dikirim ke Cina," tuturnya. Hasil penjualan kompos dan sampah anorganik digunakan operasional pegawai depo.
Menurut Kepala Desa Sanur Kaja Ida Bagus Paramartha, S.H., Prinsip 3R membuat orang memberdayakan sesuatu yang sudah tidak digunakan agar dapat digunakan kembali. Reuse; menggunakan kembali sampah yang masih dapat digunakan untuk fungsi yang sama ataupun fungsi lainnya. Reduce; mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan sampah. Recycle berarti mengolah kembali (daur ulang) sampah menjadi barang atau produk baru yang bermanfaat. Namun, pada praktiknya, penerapan 3R memerlukan kesadaran tinggi dari seluruh masyarakat dan harus menjadi suatu budaya. "Untuk membudayakan sesuatu memerlukan waktu sangat lama, sedangkan sampah kita saat ini terus menumpuk," tuturnya. Ia menyatakan, tiap hari terus melakukan sosialisasi ke warga agar mereka makin sadar lingkungan. Tiap warga di Desa Sanur Kaja dikenakan biaya administrasi mulai Rp 5000 sampai Rp 30.000. Untuk hotel dikenakan Rp 50.000 tiap 15 kubik. Ada 3 hotel yang ikut berpartisipasi.
Awalnya, kata dia, pengolahan sampah swakelola ini dilakukan para ibu rumahtangga di gang Mawar, Merpati, dan Nuri atas pembinaan Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali tahun 2002. Melalui kegiatan arisan yang diadakan kelompok ibu-ibu di daerah tersebut, PPLH memberikan 100 pasang tong sampah kepada 100 kepala keluarga. Tong sampah tersebut terdiri atas dua warna; merah dan biru. Merah untuk sampah organik dan biru untuk sampah anorganik. Masing-masing keluarga diminta memilah sampah berdasarkan jenisnya. Sampah-sampah tersebut diangkut seorang petugas kebersihan yang ditunjuk guna dibawa ke depo yang berada di Gang Nuri. Sesampainya di depo, sampah anorganik dipisahkan lagi berdasarkan bahan bakunya, seperti kaleng, kaca, plastik, kertas dan logam. Sisanya berupa residu sampah dikirim ke Tempat Pembuangan Sampah (TPS). Sedangkan sampah organik, diolah menjadi kompos. Kompos yang dibuat, dikembalikan kepada masyarakat. Mereka memanfatkan untuk pupuk tanaman. Tahun 2006 dimohonkan tanah kepada Pemkot Denpasar untuk pembangunan depo Cemara. Dengan lokasi sekitar 6 are di depan Gardu PLN Sanur 6 karyawan mengolah sampah tiap harinya. Depo Cemara sangat tertata rapi dan sering dijadikan studi banding bagi siswa, mahasiswa, dan organisasi di Bali maupun luar Bali.
Lain lagi strategi yang dilakukan Desa Sanur Kauh untuk perang dengan sampah. Kepala Desa Sanur Kauh I Made Dana mengatakan, saat ini ia sedang menggagas sistem sinergi pengolahan sampah dengan agribisnis perdesaan. Rencana ini sudah disosialisasikan ke anggota subak yang ada di Sanur Kauh (14/7). Saat ini ada dua subak di Desa Sanur Kauh; subak Intaran Barat sebanyak 75 orang dan Timur sebanyak 4 orang. "Sampah yang ada di sekitar sawah atau sungai akan dipilah kemudian dibuatkan tempat fermentasi di pematang sawah ( gundukan seperti kurungan ayam) dengan lebar sekitar 40 cm). Tiga bulan akan terbentuk kompos dan bisa digunakan langsung untuk tanaman semangka dan melon yang menjadi unggulan Desa Sanur Kauh," tandasnya.
Volume sampah yang dihasilkan warga Desa Sanur Kauh sekitar 8 truk tiap harinya. Desa Sanur Kauh memiliki truk dan supir sendiri untuk mengangkut sampah. Namun, sikap masyarakat yang masih belum sadar lingkungan menambah pekerjaan pegawai kebersihan. "Mereka tidak mau memilah sampah sendiri di rumahnya. Semua sampah masuk dalam satu tong entah itu organik atau anoganik," tuturnya.
Warga dikenakan Rp 10.000 tiap bulannya untuk biaya administrasi. Namun, masih ada warga yang tidak ikut program ini, karena rumahnya masuk di gang sempit. "Kami tidak bisa memaksa warga untuk membayar kontribusi pengambilan sampah karena rumah mereka tidak terjangkau mobil kebersihan desa. Mereka membuang sendiri sampah ke bak sampah yang tersedia di pinggir jalan. Tapi mobil kebersihan desa tetap mengambil sampah yang berada di bak sampah di pinggir jalan," kata Dana.
Saat ini, belum ada manajer khusus yang menangani depo Palasari milik Desa Sanur Kauh. Semua masih ditangani Kantor Desa. Dengan sistem bekerja sama dengan anggota subak, ia yakin sistem penanganan sampah akan lebih tertata dengan baik. –ast
Koran Tokoh, edisi 601, 18 s.d 24 Juli 2010
1 komentar:
blognya bagus,
salam kenal...
need IT??
http://www.linovtech.com
Posting Komentar