Sabtu, 27 Juni 2009

Harm Reduction Terbukti Hasilnya

INDONESIA sedang menghadapi masalah besar. Penularan HIV/AIDS lewat narkoba suntik terus meningkat. Dalam UU Narkotika dan Psikotropika pengguna narkoba dianggap pelaku tindak kriminal. Konsekuensinya, ia masuk lembaga pemasyarakatan. “Persoalan baru timbul. Di lapas mereka malah menyuntik bareng-bareng. Akibatnya, lapas menjadi ladang pembibitan penularan HIV/AIDS. Keluar dari lapas mereka kembali ke istri atau berhubungan seks dengan perempuan lain,” ujar Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A. M.P.H.

Perempuan kelahiran Sulsel tahun 1940 ini mengatakan, saat pertama kali kasus HIV/AIDS ditemukan tahun 1987 di Bali penularannya masih lewat hubungan seks. Saat itu kemampuan untuk mendeteksi masih minim. Ketika UU Narkotika dan Psikotropika menempatkan pengguna sebagai pelaku tindak kriminal, revelensi pengguna narkoba suntik meningkat tajam.

Satu-satunya dan orang pertama di Asia yang duduk sebagai ketua Komisi di PBB bagian Hak Anak ini mengatakan, perkembangan estiminasi jumlah pengguna narkoba suntik tahun 2002 berjumlah 160.000. Tahun 2006 meningkat menjadi 220.000. Sebanyak 52% pengguna berusia produktif, 15-24 tahun.

Penyebarannya mulai merambah ke beberapa wilayah di Indonesia. “Bencana HIV/AIDS menyebar ke masyarakat umum. Akibatnya daya tahan masyarakat menurun. AIDS menyebabkan peningkatan TBC, kanker, liver, penyakit kulit, dan mata. Pengguna narkoba yang terinfeksi virus HIV/AIDS dapat menderita kebutaan,” ungkap istri mantan gubernur NTT Ben Mboi ini. Ia menegaskan, pengguna narkoba suntik adalah pasien. Mereka, kata Nafsiah, harus dirangkul dengan pendekatan kesehatan masyarakat.

Ia berpandangan untuk mengatasi masalah narkoba diperlukan pendekatan komprehensif. “Selain dengan pengurangan pemasokan, pengurangan permintaan, diperlukan juga harm reduction karena masih ada 200.000 yang menyuntik. Mereka berhak mendapat pengobatan dan pemulihan dari ketergantungan narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya. Mereka korban para pengedar. Mereka berhak mendapat upaya pencegahan dengan harm reduction dan juga pemulihan,” paparnya dalam Workshop Komunikasi Akomodatif dan Konsultatif Media Massa untuk P4GN (Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba) dan Penanggulangan HIV/AIDS, Kamis (25/6) di Denpasar.

Harm reduction adalah pengurangan dampak buruk narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya. Harm reduction meliputi pendidikan konseling dan layanan pencegahan dengan layanan jarum suntik steril. Hal ini, kata dia, agar pengguna tidak menyuntik bareng-bareng dan menghindari mereka tertular virus hepatitis B, C, atau HIV/AIDS. Harm reduction juga meliputi layanan pengobatan substansi obat dengan metadon. “Dengan pemberian metadon dalam bentuk oral, pasien tidak sakaw. Cukup diminum sekali sehari,” ujar anggota DPR RI tahun 1992 s.d. 1997 ini. Selain itu, menurut Nafsiah, pengguna juga harus dibekali pengetahuan tentang penggunaan kondom. Para pemakai biasanya melakukan hubungan seks sembarangan. Yang sudah terinfeksi HIV/AIDS memunyai hak akses pengobatan. Mereka diberi obat ARV.

Ia mengatakan tahun 2004 s.d. 2007 terjadi peningkatan jumlah pengguna narkoba suntik di Medan, Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Dengan layanan ini terjadi perubahan tingkah laku dengan menurunnya keinginan menyuntik bareng-bareng di kota-kota tersebut. Disayangkan, di Jakarta malah terjadi peningkatan. Menurut dia, hal ini disebabkan maraknya urbanisasi yang tak terkendali. Harm reduction terus ditingkatkan di lapas. Keberhasilannya sudah terbukti “Kematian akibat HIV/AIDS menurun. Tahun 2008 kematian menurun dari 20 % menjadi 17%,” katanya. Tahun 2008 harm reduction sudah diterapkan di 38 tempat di 14 provinsi (44 kabupaten/kota). Tahun 2010 diharapkan dapat mencapai 120 di 19 provinsi.

Nafsiah menegaskan, segala cara diupayakan agar dalam kurun waktu tahun 2009-2010 keadaan menjadi lebih baik. Dengan harm reduction terbukti penularan HIV/AIDS menururn. “Pencegahan lebih murah. Dengan harm reduction ratusan generasi muda bisa diselamatkan. Mereka dapat produktif kembali,” tandasnya. –ast

Sudah dimuat di Koran Tokoh, Edisi 546, 28 Juni 2009





Sabtu, 20 Juni 2009

Komik Wayang Riwayatmu Kini

MAHABARATA adalah sebuah cerita yang tak lekang oleh zaman. Karya agung yang mengisahkan tragedi keluarga yang berujung pada satu perang besar di padang Kurusetra, menghadapkan dua kubu: Pandawa dan Kurawa. Dua keluarga ini menjadi sentral cerita dengan kisah yang begitu kompleks. Mulai lahir sampai meninggalnya Pandawa dan juga Kurawa. Babakan cerita yang dalam komik wayang terbagi dalam Mahabharata, Barata Yuda, Pandawa Seda, ini memuat beragam karakter tokoh yang mewakili karakter manusia di dunia. Tidak mengherankan bila orang menyebut cerita ini menjadi semacam cermin kehidupan manusia. Mulai karya RA Kosasih sampai Teguh Santosa kisah Mahabharata yang sudah menjadi bagian budaya negeri ini, menjadi lebih dekat lagi dengan masyarakat.

Namun, jayanya komik wayang, tak berlangsung lama. Mulai 1980 hingga sekarang komik wayang mengalami masa suram. “Komik-komik terjemahan mendominasi pasar. Mulai dari komik Eropa, seperti Asterix & Obelix, hingga kemunculan komik-komik Jepang (Manga) tahun 1990-an,” ujar Trias Agung Pakerti, salah satu pencinta komik. Masuknya komik-komik ini diperkuat dengan keberadaan toko-toko buku besar seperti Gramedia. Apalagi salah satu penerbit komik, Elex Media Komputindo juga menerbitkan komik manga. Komik manga menjadi satu ikon budaya sendiri. Perkembangan komik wayang pun lesu di beberapa toko buku. “Komik wayang bagaimana riwayatmu kini,” ujar Trias.

Persediaan komik wayang mulai menipis di toko buku. Contohnya, Toko Buku Garuda Wisnu. Di rak khusus komik, komik wayang hanya tersedia beberapa judul. Itu pun tanpa seri lengkap. Menurut Ketut Putra, staf buku, kebanyakan pengunjung yang datang mencari buku pelajaran bukan buku komik. Kalaupun ada, mereka mencari buku komik Jepang seperti Sinchan. Menurut lelaki yang sudah bekerja selama 18 tahun ini, dulu komik wayang sangat digemari. Banyak konsumen yang datang mencarinya. “Kalau dulu modelnya beda, bukunya panjang. Sekarang bentuknya lebih kecil,” ujar Ketut. Konsumen pun, kata Ketut, beragam ada anak-anak, remaja, maupun orang tua. Beda dengan sekarang, walaupun ada yang tertarik membeli itu pun hanya para orang tua yang mencari referensi atau pun untuk arsip perpustakaan. “Sebulan bisa laku satu atau dua. Beda dengan komik manga. Sebulan bisa laku 10 atau lebih,” kata Ketut. Kadang, kata Ketut, pembeli harus menunggu lama. Buku yang dicari, belum tentu ada karena persediaan terbatas. “Kiriman akan datang, jika pesanan banyak. Kalau hanya pesan satu, mungkin agak lama,” jelasnya.

Mahabrata karya RA Kosasih yang dicetak ulang kini dengan hard cover. Penampilannya yang lebih mewah tetap saja tidak menggugah selera pengunjung. Harganya masih dapat dijangkau Rp. 95.000 perbuku. Namun, tetap saja sepi peminat. Sekarang ini, menurut Ketut, cergam karya pengarang Bali seperti Made Taro sangat digemari masyarakat Bali. Permintaan banyak karena sering digunakan untuk bacaan di sekolah. Sama halnya dengan Toko Buku Gramedia Denpasar. Penjualan komik manga sangat melonjak drastis terutama terbitan Elex Media Komputindo. Bahkan sebelum buku akan diluncurkan pesanan sudah banyak. Contohnya saja, Naruto bisa laku seribu dalam sebulan. Belum lagi Detektif Conan dan komik manga yang lainnya. Sangat berbeda dengan komik wayang. “Kadang laku tiga buku dalam sebulan. Walaupun ada, seri tidak lengkap. Kalau stok habis pemesanan bisa lama, sampai berbulan-bulan,” ujar Made Suardana, Supervisor Penjualan Gramedia Denpasar.

Selain sepi peminat, kata Suardana, komik wayang kendalanya dalam distribusi dan penerbit. “Sekarang ini tergantung kebutuhan pasar. Kami tidak berani terlalu banyak stok. Kalau belum laku, belum pesan. Hanya 25% judul komik wayang yang tersedia,” ujar Made. Namun, dibalik melesunya peminat komik wayang, tahun 2008, salah satu pembeli datang ke toko buku Gramedia memborong semua komik wayang karya RA Kosasih. Sampai stok habis. Dia mengatakan akan membawanya ke Belanda. “Tapi pembeli seperti ini jarang ada. Dia seorang budayawan,” papar Suardana.

Menurut Trias, di tengah lesunya komik Indonesia terutama komik wayang, komik Indonesia sebenarnya diam-diam tetap menggeliat, yakni komik indi. “Mereka membuat sendiri dan memasarkannya di kalangan sendiri karena kendala di penerbitan,” ujar perempuan yang menyukai komik sejak mampu membaca usia 4 tahun ini. Trias tak banyak mengoleksi komik. Koleksinya hanya berkisar ratusan. Namun, ia mengaku sangat tertarik komik. Karena menurutnya, komik tidak merusak, tapi bermanfaat dan dapat membantu dalam pendidikan. Selain melatih minat membaca pada anak, juga belajar apresiasi keindahan gambar.

Ia memberikan contoh, komik buatan Jepang Quod Erat Demonstrandum (QED) karya Motohiro Katou. Kisah ini menceritakan pertemanan seorang laki-laki siswa SMA yang super jenius dengan perempuan yang otaknya pas-pasan tapi memiliki fisik kuat. “Dalam komik ini disajikan banyak pemecahan masalah. Dua sahabat ini dalam menghadapi masalah menggunakan logika dengan beberapa rumus seperti matematika,” kata Trias. Selama ini, kata Trias, pelajaran matematika dan biologi menjadi momok bagi siswa. Seandainya model pembelajarannya seperti komik, mungkin siswa akan menyukainya.

Ia menilai cerita bergambar (cergam) Indonesia ilustrasinya bagus dan serius, namun sayang isinya kurang. “Isinya tidak sesuai dengan ilustrasi gambarnya,” ujar Trias. Ia menyayangkan mengapa yang dibidik hanya anak TK dan siswa? Padahal, ia menilai, semua usia sangat menyukai bahasa gambar. Dalam buku pelajaran sangat sedikit ada ilustrasinya. Kadang hal ini membuat siswa menjadi malas belajar.

Komik Digital

Dengan berkembangnya teknologi, komik pun masuk era digital. Para pencinta komik yang bergabung dalam komunitas komik saling berbagi informasi komik. Salah satunya lewat internet. Sampai saat ini, Trias memiliki 100 koleksi komik digital. Bahkan komik wayang Ramayana karya komikus India yang tinggal di AS juga ada. Uniknya, komik ini digambarkan pada era masa depan tahun 3392. Detil kerajaan dan busana yang digunakan khas India yang dipadukan dengan era masa depan. Tokoh Rama yang bisa terbang layaknya superman. Komik ini menggunakan bahasa Inggris.

Menurut Trias, lebih enak membaca komik yang sudah berupa buku dibanding membaca digital. “Mata cepat lelah di komputer,” ungkapnya. Mendapatkan komik lewat internet, gampang-gampang susah. “Kita memang hanya membutuhkan waktu khusus untuk mengunduh (download),” jelas Trias. Namun, kata dia, kadang kita tidak mendapatkan seperti yang diharapkan. Trias memiliki satu pengalaman yang membuatnya kesal. Satu komik digital minimal kapasitasnya 5 MB. Pernah ia mengunduh komik digital dengan kapasitas 70 MB. Trias sudah menyiapkan waktu seharian untuk mengunduhnya. “Ketika selesai, data tidak bisa dibuka. Karuan saja saya kesal dibuatnya,” ujar perempuan yang bergerak dalam usaha weeding organizer ini sambil tertawa lebar.

Komikus Indonesia Kurang Inovasi
Ia menilai bukan hal mudah para komikus menghasilkan karya yang berpotensi menjadi karya besar. Para komikus umumnya bekerja sendiri karena komiknya dikerjakan di luar rutinitasnya sebagai pekerja. Namun, kata Trias, komikus Indonesia seperti R A. Kosasih atau Teguh Santosa dapat disejajarkan dengan komikus luar. Namun, sekarang ini, ia menilai, komikus Indonesia kurang inovasi. “Mereka kurang berani membuat karakter sendiri. Walaupun ada karakter baru dasarnya kurang kuat,” ujarnya. Malah, kata Trias, komik klasik secara geografis kurang cocok, referensinya kurang. “Penciptanya hanya menduga-duga saja, mereka malas mencari referensi,” tambah perempuan asal Malang ini. Hal ini, kata Trias, sangat berbeda dengan karya komikus dari luar seperti Jepang. Mereka sangat inovatif, kaya ide, dan apresiatif. Karakternya kuat dan gambarnya enak dipandang. –ast

Minggu, 14 Juni 2009

Komik Merangsang Minat Baca Anak

Komik memunyai sisi positif bagi anak karena dapat mengembangkan imajinasi anak. Namun, peran orangtua sangat penting membantu anak memilihkan komik yang tepat. Sayangnya, banyak komik Indonesia menggunakan bahasa yang belum diedit. “Banyak kata kasar tertulis di komik. Anak bisa menirunya,” ujar Psikolog Anak Retno I. G. Kusuma. Ia menilai komik memang memiliki manfaat positif jika tema sesuai dengan perkembangan anak. “Komik merangsang minat baca anak, menunjukkan percakapan kosa kata sehingga anak dapat belajar berinteraksi dengan baik,” tutur Retno. Selain wawasan anak menjadi lebih luas rasa keingintahuannya sangat tinggi. Menurutnya bagus untuk perkembangan otak anak.

Memperkenalkan anak dengan buku-buku semacam ini secara tidak langsung menumbuhkan kebiasaan membaca buku pada anak. Hal itu dapat memancing anak untuk terus mencari buku serupa yang pada gilirannya menjadi sebuah kebiasaan baru. “Jika mencintai buku sudah tumbuh, seiring berjalannya waktu, kesukaan anak pun akan terus berkembang untuk mencari dan mempelajari buku-buku dari berbagai bidang,” ungkap Retno. Namun, orangtua harus membatasi waktu anak membaca komik. “Ada waktu khusus mengisi liburan atau refresing. Jangan sampai kebablasan sehingga anak menjadi malas dan lupa waktu serta melupakan tugas pokoknya belajar,” ujarnya.
Ia mengatakan komik harus disesuaikan dengan usia anak. Jangan sampai ada gambar yang kurang baik dilihat anak seperti cara memukul orang, atau memperkosa. “Hal ini akan terekam kuat pada memori anak,” tandasnya.

Menurutnya komik yang bagus adalah kisah pewayangan yang mengajarkan nilai filosofi, kepahlawanan, tokoh, dan nasihat. “Komik bagus diperkenalkan sejak anak masih kecil. Komik adalah cerita bergambar. Ini merangsang visual kognitifnya untuk pengenalan warna dan bentuk,” papar Retno. Komik Sinchan kurang baik untuk anak-anak karena banyak kata-kata yang tidak sopan. Komik Sinchan di negara asalnya di Jepang dikhususkan untuk orang dewasa bukan anak-anak. Menurutnya untuk pelajaran yang membosankan bagi anak seperti matematika, bahasa Inggris, atau sejarah sangat bagus dibuat model komik. “Anak-anak pasti menggemarinya,” saran Retno. –ast

sudah dimuat di Koran Tokoh, Edisi 544, 14 Juni 2009

Kamis, 11 Juni 2009

Nyoman Sujana Kenyem

Instalasi dan Bhakti Pring

BAMBU jualah yang mengembalikan perupa Nyoman Sujana Kenyem ke pangkuan almamater. Hal itu terjadi beberapa waktu lalu saat musim tugas akhir ujian sarjana di ISI Denpasar. Kenyem memboyong instalasi bambu ke atas panggung Natya Mandala di kampus seni itu. Kenyem memang tidak sedang mengikuti ujian, karena dia telah lulus STSI Denpasar (sebelum menjadi ISI) pada 1998 silam. Kenyem memberi dukungan kepada temannya yang kebetulan berasal dari desanya. ”Saya mendukung kawan, I Kadek Sudiasa, kebetulan kita sama-sama terinspirasi bambu dalam berkarya,” kata Kenyem di studionya di Banjar Kutuh, Sayan, Ubud.

Sudiasa membawakan karya kerawitan berjudul Bhakti Pring yang menggambarkan betapa penting peran bambu di tengah kehidupan manusia. Pohon bambu dari akar hingga ujung dapat dimanfaatkan untuk berbagai ritus dan aktivitas serta mampu hadir dalam konteks ruang dan waktu yang memaknai berbagai sendi kehidupan.

Karena kecocokan visi dalam memandang alam, terutama bambu, sebagai sumber inspirasi, Kenyem bersedia menjadi penata instalasi. Sajian nomor garapan Sudiasa di atas panggung malam itu terasa mengalun lembut, kemudian meninggi dan beberapa saat kemudian menghentak rancak. Suasana panggung terasa hidup dengan kehadiran instalasi bambu Kenyem, dilengkapi daun-daun bambu kering yang berserak memenuhi lantai.
Selain Kenyem, ikut mendukung karya seni kerawitan ini Sanggar Tabuh Manik Sekecap, Banjar Kutuh, Sayan, Ubud, Gianyar. Kegotongroyongan warga banjar yang mendukung para seniman merupakan gambaran terjaganya iklim kesenian di desa itu. Apalagi, rumpun-rumpun bambu yang tetap dirawat ikut menjaga kelangsungan kebutuhan warga setempat. ”Penampilan ini juga untuk merayakan kesadaran warga desa yang ingin lingkungannya tetap terjaga, lestari, dan memberi energi kehidupan,” kata Kenyem.

Bambu memang menjadi bagian penting dari akivitas manusia hingga memasuki abad modern seperti sekarang. Konon bambu merupakan tanaman purba yang telah ada di bumi sejak 200.000 sebelum Masehi. Salah satu kegunaan bambu sebagai materi kerawitan tertulis dalam lontar Bharata Yuha yakni pring bumbang muni kanginan mangun luwung yang artinya bambu yang berlubang-lubang dapat berbunyi dengan indah karena ditiup angin. Sejak satu dasa warsa ini, Kenyem terus berkarya dengan eksperimen bambu yang diantara karyanya dipamerkan dalam pameran tunggal Heading for the Heart’s Way, di Gaya Fusion of Senses, Ubud (2006). Karya yang dipamerkan ketika itu berbeda dengan pameran tunggal pertama Kenyem, sepuluh tahun sebelumnya di Galeri Nakita Stockholm, Swedia (1996).

Indonesia termasuk banyak memiliki jenis bambu, yakni sekitar 39 bambu dari delapan marga. Sedangkan di dunia terdapat 1.250 jenis bambu yang berasal dari 75 marga. Untuk lebih menyelami soal bambu, dalam perjalanannya ke Malaysia, Thailand, dan terakhir China, Kenyem pun melakukan pengamatan lebih mendalam. Dari berbagai kawasan di negeri tirai bambu itu,. Kenyem melahirkan karya-karya mutakhir seperti digambarkan kritikus seni rupa Eddy Soetriyono: jutaan bambu berpusar melingkar. Mereka bergerak searah, atau berkelok menciptakan gelombang dan irama dinamis, bergesek-gesekan. Bisa Anda dengarkan: bagaimana bahana deritnya menciptakan simfoni semesta.

Seri bambu ini terus dikembangkan Kenyem. Dalam pengembaraanya ke negeri Cina, Kenyem ternyata juga menimba kearifan filosofi para seniman agung China. Maka Kenyem pun menggarap “serial lukisan empat musim” (cuen shia chiu tung) yang diberinya judul Lewati Empat Musim. Dalam karya ini, jelas Soetriyono, Kenyem melukiskan bahwa bambu sebagai bagian dari han tung san yu (tiga serangkai tumbuhan yang tetap hidup meski di musim salju: bambu, cemara, dan bunga meihoa) adalah salah satu teman manusia dalam mengarungi kehidupan dengan berbagai tantangannya.
Soetriyono pun mempertanyakan bagaimana kiranya wajah kebudayaan dunia, baik itu dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan seni (seni arsitektur, seni rupa, seni musik, bahkan seni kuliner) tanpa kehadiran bambu? Jawabnya adalah seperti renungan dalam benak kita tentang hidup dan kehidupan. -ast

sudah dimuat di Koran Tokoh, Edisi 543

Minggu, 07 Juni 2009

Metanol Akibatkan Buta Permanen

BANYAK korban berjatuhan mengonsumsi arak oplosan yang dicampur metanol. Padahal, metanol bukanlah bahan yang dapat konsumsi. “Metanol adalah bahan baku spritus, sangat berbahaya jika diminum,” tegas Ahli Penyakit Dalam FK Unud Prof. Nyoman Dwi Sutanegara. Ia memaparkan saat masuk ke dalam tubuh, metanol dipecah kemudian aliran darah membawanya ke otak. Semua sistem yang ada dalam tubuh akan terganggu. Akibatnya, terjadi gangguan pada pernapasan, jantung, ginjal, dan hati. Parahnya, kata Pemilik RS Sari Dharma ini terjadi gangguan retinitis yakni mata akan mengalami kebutaan permanen.

Menurutnya metanol menghasilkan produk racun yang mengakibatkan metabolisme tubuh sulit bereaksi dan dapat mengakibatkan kematian. Ia mengatakan tubuh memunyai toleransi terhadap efek etanol (etil alkohol). “Alkohol masih ditoleransi oleh tubuh. Biasanya dikeluarkan lewat air seni. Ini sangat berbeda dengan metanol. Ketika metanol masuk ke dalam tubuh, langsung terurai dan merusak otak,” jelasnya.
Untuk menangani korban metanol biasanya dilakukan cuci darah atau hemodialisis. Sebelum teknik cuci darah ini diperkenalkan, ada tindakan disebut force diuresis yakni memberi banyak cairan lewat infus agar racun keluar lewat air seni. Namun, lanjut dia, sayangnya penderita datang dalam keadaan kritis yang mengakibatkan pertolongan sulit dilakukan. “Metanol butuh waktu satu hari untuk menimbulkan akibat sehingga ketika ada gangguan tidak akan pulih seperti sediakala,” paparnya.

Etanol (miras) tidak dianjurkan untuk diminum berlebihan karena menimbulkan efek samping hilangnya kesadaran atau mabuk. Dalam perjamuan internasional, minuman beralkohol biasa disajikan. Bagi wisatawan asing mereka sudah terbiasa mengonsumsi alkohol. “Bila diminum dalam dosis kecil atau satu sloki, alkohol tidak menimbulkan efek samping. Terjadi pelebaran pembuluh darah yang mengakibatkan tidur lebih baik, tubuh terasa hangat dan indra pengecap lebih baik,” ujarnya. Namun, lanjutnya, jika mengonsumsi miras dalam jumlah banyak, akibatnya buruk bagi kesehatan.

Ia mengatakan kosentrasi alkohol di dalam darah mengakibatkan euphoria atau reaksi rangsangan pada otak memberi rasa gembira dan stimulasi terhadap perilaku lebih aktif seiring dengan meningkatnya kosentrasi alkohol di dalam darah. “Gejala ini akan memicu perilaku kriminal dan kekerasan dalam rumah tangga. Saraf motorik dan keadaan emosi mulai terganggu. Marah, merasa jagoan, bicara ngawur. Gejala intoksikasi alkohol paling umum adalah mabuk sehingga dapat menyebabkan cedera. Misalnya kecelakaan akibat ngebut dalam pengaruh alkohol,” kata Prof. Dwi. Menurutnya penurunan kesadaran dapat terjadi pada keracunan alkohol berat, bahkan kematian. Dosis tinggi menimbulkan keracunan kronis pada saraf terjadi neuritis seperti kesemutan atau kelumpuhan. Otak menjadi mengong atau gangguan saraf otak. Mengonsumsi alkohol dalam jumlah berlebihan dalam jangka panjang mengakibatkan kerusakan jantung, tekanan darah tinggi, kerusakan hati, gangguan tukak lambung, sulit dalam mengingat dan berkosentrasi.

Ia menambahkan alkohol diserap langsung ke dalam darah dalam sistem pencernaan. Enzim yang berada dalam sistem pencernaan dan hati akan bekerja keras mengeluarkan racun alkohol daalm tubuh. “Akhirnya racun ini dapat dimetabolis secara normal oleh tubuh. Hal ini memicu kerusakan hati,” tandasnya.
Parahnya lagi, alkohol dapat mengakibatkan ketagihan atau alkoholisme yakni ketergantungan seseorang terhadap alkohol dan terus memikirkan kapan untuk meminum lagi. Menurutnya tuak rasa manis tidak memunyai efek samping. Namun, kata dia, menjadi berbahaya, ketika tuak sudah terekstrak menjadi asam cuka dan berubah menjadi arak. “Arak mengakibatkan mukosa mengalami erosi yang diserap usus dalam darah beredar ke liver. Efeknya gangguan liver dan ginjal,” ujarnya. Alkohol murni 70-95% yang dijual di apotik bebas, biasanya digunakan utuk pembersihan luka. Ia menegaskan alkohol jenis ini tidak boleh dikonsumsi. Akibatnya dapat menimbulkan keracunan akut. –ast

Sudah dimuat di Koran Tokoh, Edisi 543, 7 Juni 2009

Rabu, 03 Juni 2009

Cari Daun Muda agar Awet Muda

Kesehatan reproduksi bukan hanya melulu masalah pengetahuan tentang alat kelamin perempuan dan laki-laki. Banyak hal yang tercakup didalamnya yakni masalah sosial, budaya dan gaya hidup.
Menurut Ketua PKBI Prov. Bali dr. Mangku Karmaya secara budaya masih banyak mitos yang harus diluruskan. Kesehatan reproduksi bukan hanya pengetahuan untuk para perempuan tapi juga untuk laki-laki. “Banyak mitos yang salah seperti sering berhubungan seksual dan mencari daun muda membuat awet muda,” ujar Ketua PKBI Prov. Bali dr. Mangku Karmaya.

Mitos ini, kata dia, mengakibatkan banyak remaja terjerumus ke dunia prostitusi karena iming-iming uang. Malah, kata Dokter Mangku, alat reproduksi para remaja belum matang, robek dan paling fatal dapat mengakibatkan penyakit kelamin atau ada masalah dalam alat reproduksinya. Bagi para lelaki, mitos ini mengakibatkan mereka ingin mencoba berganti-ganti pasangan. Mitos lain yang juga salah, kata Dokter Mangku, perempuan atau istri yang berkelakuan baik tidak mungkin terkena HIV/AIDS. Menurutnya ketika mitos itu diyakini, mengakibatkan penyakit kelamin tidak terobati dengan tuntas. “Ada persepsi hanya PSK yang bisa kena HIV/AIDS,” jelasnya. Ia menilai masyarakat masih malu bicara seks dan menganggap hal itu kotor sehingga penyakit kelamin jarang diketahui sejak dini.

Ia mengatakan posisi perempuan menjadi lemah dan tidak berdaya. “Perempuan mendapatkan diskriminasi. Contohnya perempuan disunat. Klitorisnya dipotong karena dianggap sebagai perempuan penggoda. Dalam kehamilan tak diinginkan perempuan selalu disalahkan,” ujar Dokter Mangku.
Ia mencontohkan salah satu daerah di NTT ada budaya sunat untuk laki-laki. Setelah itu ada suatu ritual, setelah laki-lakinya disunat mereka harus mencoba melakukan hubungan seksual dengan perempuan. “Kalau mereka tidak memunyai istri, mungkin saja hubungan seksual dilakukan dengan PSK. Ini tentu rawan penularan virus HIV,” paparnya. Lanjutnya, kondom selalu dicerca dan diharamkan karena dituding melegalkan prostitusi. Padahal, kata dia, penggunaan kondom mengurangi penularan virus HIV/AIDS.

Secara sosial, kedudukan perempuan di masyarakat lebih rendah, dan perempuan selalu tersubordinasi. Ia mengatakan keputusan selalu ada ditangan laki-laki termasuk menentukan kapan memunyai anak dan berapa jumlah anak. Bahkan, kata Dokter Mangku, laki-laki diizinkan poligami. “Laki-laki memaksa istrinya harus melayaninya walaupun dalam keadaan mabuk. Istri tidak memuyai negoisasi dalam urusan seks,” ujarnya.
Malah, yang lebih parah, kata dia, laki-laki masih menganggap urusan keputihan, dan menstruasi adalah urusan perempuan.

Menurut Dokter Mangku, kesehatan reproduksi secara sosial juga menyangkut masalah gender. Perempuan selalu termarginalkan. Perempuan kurang mendapat akses pendidikan dan gizi kurang. “Anak laki-laki boleh mengenyam pendidikan tinggi, sedangkan perempuan toh nantinya akan masuk dapur,” jelasnya. Lapangan pekerjaan untuk perempuan susah. Ia mencontohkan supir truk khusus laki-laki sehingga jok mobil truk disetting khusus untuk laki-laki. Para perempuan dalam kenyataannya sering melakukan peran ganda. Selain sebagai istri dan ibu, mereka juga mencari nafkah. Perempuan menjadi lemah dan tidak berdaya karena terlalu banyak beban yang dipikul.
Kesehatan reproduksi, kata Dokter Mangku, juga menyangkut masalah gaya hidup. “Keinginan untuk hidup glamour dan konsumerisme akhirnya mengorbankan alat kelaminnya untuk kebutuhan semu. Akhirnya muncul penyakit kelamin di usai remaja. –ast

Koran Tokoh, Edisi 542, 31 Mei 2009