Sabtu, 31 Juli 2010

Politisi harus Terampil Menulis

ADA sementara politisi dan pengamat yang pandangannya terkesan kurang berbobot, dan jurnalis yang karya jurnalistiknya kering, akibat miskinnya data dan dokumentasi. Dalam era otonomi daerah sekarang ini, pengelolaan data dan dokumentasi ini juga perlu mendapat perhatian serius pejabat humas. Hal itu diungkapkan Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Koran Tokoh Widminarko di depan 30 peserta Pelatihan Kepemimpinan dan Advokasi bagi Perempuan di Inna Bali Hotel, Denpasar, Minggu (25/7).

Ia menyatakan, politisi dan pengamat memiliki karakteristik sama dengan jurnalis, yakni keharusannya dekat dengan publik, dan walaupun memiliki spesialisasi bidang yang ditekuni, tetap tidak bisa abaikan statusnya sebagai generalis dengan mendalami ilmu-ilmu penunjangnya. Untuk mengetahui dan mengikuti opini yang bekembang dan mampu menganalisisnya, Widminarko mengungkapkan kiat suksesnya, mereka harus gemar membaca, mendengar, dan memirsa media massa, serta rajin mencatat dan mendokumentasikan opini yang berkembang dan dikembangkan media massa. Dalam pelatihan yang diselenggarakan International Republican Institute (IRI) bekerja sama dengan LSM Bali Sruti itu, dalam membawakan topik “Mengelola Isu Media” Widminarko menyatakan bagaimana mungkin bisa mengelola isu media, jika orang tidak gemar membaca, mendengar, dan memirsa media massa.

Mungkin hal itu sudah dilakukan, tetapi mereka tidak rajin mencatat dan medokumentasikan informasi yang didapat. Akhirnya pandangannya kurang berbobot, kering, bahkan terkesan mengulang-ulang wacana yang sebenarnya sudah pernah terlontar ke masyarakat, hanya karena tidak ditunjang data yang aktual dan akurat.
Selain mengelola isu, politisi juga harus mampu menciptakan isu yang akan mereka tawarkan ke masyarakat. Widminarko menyarankan, isu yang dipilih memiliki kedekatan dengan kondisi, kebutuhan, dan problem masyarakat di lingkungan atau daerahnya. Oleh karena itu, demikian kiat sukses Widminarko berikutnya, tiap politisi dan pengamat harus memiliki kepedulian tinggi terhadap lingkungannya. Sesudah itu laksanakan program aksi antara lain menguji isu tersebut lewat forum diskusi dengan mengundang pakar terkait. “Dalam penyelenggaraan diskusi libatkan media massa atau penulis, agar perbincangan dalam forum diskusi tidak hanya bergema di dalam ruangan, tetapi mampu tersosialisasikan dan mengundang umpan balik masyarakat seluas-luasnya,” pesannya. Persoalannya, tambahnya, apakah pemberitaan di media massa itu dibaca, didengar, dipirsa pejabat pemerintah dan pihak terkait lainnya, untuk dijadikan masukan, ditindaklanjuti, dan dijadikan dasar mengambil kebijakan? Dalam kaitan ini Widminarko memandang pentingnya peran humas.

Di depan peserta Pelatihan dari kalangan politisi, LSM, dan jurnalis itu, Widminarko menyebut nama seorang pejabat humas yang rajin mengkliping tulisan opini yang berkembang di koran, termasuk di kolom Surat Pembaca, kemudian mendistribusikan kliping itu kepada pejabat terkait untuk ditindaklanjuti atau dijadikan dasar penetapan kebijakan. Humas yang dipimpinnya itu juga selalu dengan cepat dapat melayani permintaan data atau informasi yang diperlukan wartawan. “Sekarang ini yang sering memerlukan data dan informasi bukan hanya wartawan, tetapi juga politisi dan pengamat. Teknologi pun makin canggih, mestinya pengelolaan data dan dokumentasi juga makin rapi,” ujarnya. Ia menyatakan, banyak politisi dan pengamat yang populer namanya juga berkat seringnya tampil di media massa dengan pandangannya yang segar, visioner, dan berani. Namun, katanya, hanya pandangan politisi dan pengamat yang memiliki nilai berita atau layak diberitakan, yang dapat dipublikasikan media massa. “Pandangan yang tidak bermutu tentu sulit lolos dalam publikasi media massa,” katanya.

Selain memanfaatkan opini yang berkembang dan dikembangkan media massa, politisi dan pengamat juga berkesempatan memanfaatkan media massa sebagai sarana untuk menyalurkan opini pribadi atau kelompoknya. Syarat pertama, kata Widminarko, mereka harus dapat menulis. Jika tidak mampu menulis, masih ada kesempatan lain, menjadi narasumber yang selalu siap diwawancarai dan siap berbicara di depan forum diskusi. Wawancara bukan hanya atas inisitif wartawan atau media massa, juga bisa atas inisiatif narasumber. Ada kesempatan lain yakni dengan jalan mengukir prestasi, sehingga sosoknya menjadi idola masyarakat atau public figure yang menarik untuk ditampilkan di media massa. “Inilah kiat sukses berikutnya, agar mampu berprestasi, politisi dan pengamat harus selalu memiliki inisiatif, bersikap kreatif, dan kalau mungkin berbuat inovatif,” ujarnya. Kiat terakhir yang dikemukakannya adalah pentingnya politisi, pengamat, dan jurnalis membangun jaringan publik antara lain lewat kegiatan organisasi. “Komunikasi bukan hanya dilakukan menggunakan sarana media massa, tetapi juga kelompok dan antarpribadi secara sinergis,” ujarnya.

Bukan sekadar Kartu Nama
Sementara itu, pakar komunikasi dari Unud Dr. Ni Wayan Sri Suprapti menegaskan, untuk menjadi orang sukses, kita perlu memunyai jaringan. Bagi politisi memiliki jaringan yang kuat merupakan keharusan mutlak.
“Jaringan diperlukan untuk membangun persahabatan dan komunitas untuk mencapai tujuan pribadi, keluarga, atau kelompok tertentu. Jaringan bukan sekadar kumpulan daftar relasi. Membangun jaringan lebih merupakan seni. Ibarat membangun taman, bagaimana desainnya, gradasinya, tata letak, jenis tanaman yang akan ditata. Kemudian bagaimana merawat tanaman agar menjadi subur,” paparnya.
Kita memiliki teman sejak kecil atau sejak di SD tetapi apakah teman kita masih utuh sampai sekarang? Masihkah kita menjaga kontak dengan mereka? Apakah jaringan yang kita miliki sekarang bertambah banyak atau makin sedikit?

Ia menegaskan, membangun jaringan perlu sarana yakni komunikasi dua arah dan perlu strategi. Kenali siapa audiens sasaran kita, bergabunglah dalam berbagai kegiatan atau organisasi sosial, selalu menjalin komunikasi, tunjukkan sikap positif, buat mereka senang, tunjukkan kualitas diri, dan bersabar. “Kualitas dalam komunikasi berarti adanya keterbukaan dan saling mendukung, sikap menghargai orang lain, jujur, memahami perasaan dan dapat dimengerti orang lain, bersikap positif dan rendah hati,” jelasnya.
Bahas topik yang sesuai dengan latar belakang audiens. Tidak menanyakan hal pribadi, dan dalam berkomunikasi belajarlah menyetujui pendapat orang lain. Ketika berkomunikasi, kita perlu menahan diri untuk tidak berdebat melainkan berdiskusi. Jangan lupa, belajarlah mendengar. Tidak boleh kaku, harus luwes sehingga komunikasi berhasil.

Suprapti memberikan tips bagaimana merawat jaringan: Jalin persahabatan tanpa membedakan latar belakang, sapa dengan senyum dan ketulusan, buat identitas dan simpan identitas relasi. “Jaringan tidak hanya ditentukan seberapa banyak kartu nama relasi yang Anda simpan, tetapi seberapa besar kita saling menjaga kontak dan melakukan komunikasi,” ujarnya.
Untuk lebih memahami bagaimana merawat jaringan, peserta diajak melakukan permainan holy hop. Tiap kelompok membuat lingkaran dengan bergandengan tangan. Ikatan tidak boleh terputus, saat mereka bermain. Lingkaran makin mengecil, mereka makin mendekat, ikatan makin kuat, dan holy hop tidak boleh menyentuh tanah. Ketiga kelompok peserta Pelatihan berhasil melakukan permainan dengan baik. Artinya, peserta mampu memahami dalam merawat jaringan diperlukan suatu strategi, kebersamaan, koordinasi, kesabaran, dan mengendalikan emosi. –ast

Senin, 26 Juli 2010

Belajar Mandiri di Panti Asuhan

Siang itu suasana terlihat sepi di satu areal bangunan bertingkat di Jalan Jaya Giri Denpasar. Terlihat beberapa tenda masih terpasang dan satu karangan bunga ucapan selamat di depan pintu masuk. Tak jauh dari pintu gerbang, duduk seorang remaja putri sambil membaca buku. Saat wartawati Tokoh masuk dia langsung menyambut dengan senyum,” Selamat siang mbok.” Langsung kujawab, ”Selamat siang. Adik penghuni panti?,” kataku bertanya. ”Iya, mari silakan masuk mbok,” ajaknya dengan ramah. Perempuan itu bernama Luh Suryani. Usianya 17 tahun.

Saat ini dia tercatat sebagai mahasiswi bea siswa Poltek Widyadarma Bali. Asalnya dari Desa Munti Gunung Karangasem. Dia sulung dari 6 bersaudara. Orangtuanya bekerja sebagai petani di desa asalnya. Waktu kecil, Suryani bercita-cita menjadi dokter. Namun, harapannya kandas karena keluarganya tidak mampu membiayai pendidikannya.
Saat tamat SD, bapak kepala sekolah bertanya kepadanya. Kemana ia akan melanjutkan sekolahnya. Suryani ingin melanjutkan sekolah ke Denpasar, tapi mana mungkin. Ia tidak memunyai biaya. Melihat kepintaran Suryani, kepala sekolah menawarkannya untuk tinggal di panti asuhan. Ia menyanggupinya asal bisa sekolah. Walau cita-cita menjadi dokter kandas, Suryani tetap bangga kini sudah mendapatkan bea siswa untuk kuliah di bidang IT. ”Saya ingin membuat usaha sendiri,” katanya. Prestasi Suryani lumayan bagus. Sejak SD ia selalu mendapat juara. Sewaktu di SMA, ia pernah mewakili sekolahnya untuk olimpiade Matematika. Walau pun tidak mendapatkan juara, ia senang karena berprestasi di sekolahnya.

Suryani merupakan salah seorang anak yang ditampung di Panti Asuhan Tat Twam Asi. Saat ini tercatat 44 orang anak di Panti itu. Anak yatim 3 orang, piatu 2 orang dan yatim piatu 3 orang. Sisanya masih memilki orangtua. Sebagian besar dari keluarga kurang mampu. Pendidikan mereka saat ini, SD 2 orang , SMP 20 orang, SMA 20 orang dan PT 2 orang. Ketua Yayasan Sosial Tat Twam Asi Ny. I Gusti Ngurah Ketu mengatakan, sejak didirikan tahun 1987 jumlah anak yang sudah ditampung dalam Panti 208 orang, dan yang sudah menamatkan pendidikan setingkat SMA dan PT sebanyak 114 orang. Sebagian besar mereka sudah bekerja. Disamping mendapatkan pendidikan formal anak-anak juga diberikan kesempatan meningkatkan kemmapuan di bidang bahasa asing ( Inggris dan Jepang), dan komputer. Keterampilan berkesenian juga diajarkan seperti mengambel, menari, tata rias wajah, dan membuat dupa.

”Anak-anak yang tinggal di panti semuanya perempuan. Kami sudah memiliki seka bleganjur perempuan. Mereka sering diundang pentas di Br. Jaya Giri saat ngrupuk pawai ogoh-ogoh,” katanya. Prestasi yang dicapai panti paling gres dinobatkan sebagai Juara II Pengelolaan Panti tingkat Nasional “Dalam perayaan HUT (20/7), kami melakukan syukuran atas keberhasilan yang sudah dicapai,” katanya sumringah. Pimpinan Panti Tat Twam Asi Ny. Ida Bagus Intaran, mengatakan, anak –anak panti memiliki tanggung jawab tiap harinya. Selain mereka harus giat belajar, tiap pagi mereka harus bangun pukul 5. Ada yang tugas memasak, menyapu, atau ke pasar. Setelah itu, mereka mandi, sembahyang, dan sarapan kemudian berangkat ke sekolah. Pulang sekolah setelah istirahat, pukul 15.30. mereka kembali melakukan pekerjaan rumah tangga seperti bersih-bersih, menyapu, mengepel, dan mencuci. Minggu sore mereka belajar berkesenian seperti megambel, menari, mejejahitan. Salah satu anak panti yang sudah berhasil bernama Sudiani yang kini membuka usaha sendiri tak melupakan jasa-jasa panti. Ia kerap datang untuk bersilaturhami dan memberi sedikit bantuan untuk anak-anak panti lainnya.

Sedangkan Panti Asuhan Anak-Anak Anugerah yang berlokasi di Jalan Cokroaminoto menampung 42 orang anak. Panti khusus perempuan dibawah naungan Bala Keselamatan ini dihuni 95% orang asli Bali. Anak yatim piatu 3 orang dan lainnya masih memiliki orangtua. Sebagian besar mereka dari keluarga tidak mampu. Pdt. Yakti Blake selaku asisten pimpinan mengatakan, para orangtua diberikan kesempatan menengok mereka kapan saja. ”Biasanya mereka menengok enam bulan sekali,” katanya. Pimpinan Panti Jembris Blake dan istrinya Pdt. Yakti Blake menerapkan disiplin di panti. Kewajiban anak panti tiap hari mereka bangun pukul 4.30. Semua mendapatkan pembagian kerja. Pukul 6 sore, anak-anak tidak boleh lagi menerima tamu. Mereka harus sudah belajar. Selain pendidikan formal, penghuni panti mendapatkan tambahan keterampilan musik kolintang, tarian nasional dan modern, dan bahasa asing. Biasanya saat perayaan Natal anak-anak panti menunjukkan kebolehannya. Salah satu anak panti, Sinta siswi SMPN 10 Denpasar pernah meraih juara III bulu tangkis dalam Porjar Kota Denpasar.

Trivena, baru saja menamatkan SMAnya. Kini ia sedang mempersiapkan kuliahnya di Mapindo. Ia mendapatkan sponsor dari donatur Australia untuk meneruskan kuliahanya. Ia mengaku sangat bersyukur bisa tinggal di panti. Ia banyak belajar disiplin, mandiri, dan ibadahnya lebih mantap. Walau awal mula masuk panti, ia sedih karena berpisah dengan keluarga kandungnya. “Kalau dimarahi di panti, saya sering menangis. Kangen dengan keluarga. Tapi setelah saya pikir-pikir, saya sadar, kalau saya masih tinggal dengan keluarga di Sulawesi, saya tidak biaya untuk sekolah. Keluarga saya miskin, Orang tua saya petani tidak mampu menyekolahkan saya. Saya dibawa ke panti ini sejak tamat SD. Saya akhirnya sadar semua ini untuk kebaikan saya,” kenangnya. –ast

Koran Tokoh, Edisi 602, 24 s.d. 31 Juli 2010

Minggu, 25 Juli 2010

Jangan hanya Andalkan Parpol

PEREMPUAN memiliki akses besar dalam pembangunan. Namun, suara perempuan belum semuanya terwakilkan. Coba lihat jumlah perempuan dalam lembaga legislatif. Hasil pemilu 2004 sebanyak 18 orang perempuan (4,5%), laki-laki 385 orang, dan hasil pemilu 2009 sebanyak 28 orang perempuan (7,2%), laki-laki 374 orang di DPR. “Perempuan memiliki kebutuhan khusus yang hanya dapat dipahami secara baik oleh perempuan jua. Kebutuhan itu meliputi isu kesehatan reproduksi seperti cara berkeluarga berencana yang aman, isu kesejahteraan keluarga seperti harga sembilan bahan pokok yang terjangkau, masalah kesehatan dan pendidikan anak, isu kepedulian terhadap anak, dan kelompok usia lanjut, dan isu kekerasan seksual,” papar Ketua LSM Bali Sruti Luh Riniti Rahayu, di depan 30 peserta Pelatihan Kepemimpinan dan Advokasi Perempuan sesi kedua, Minggu (11/7) di Natour Bali Hotel.

Ia berpandangan, keikutsertaan perempuan sebagai pembuat keputusan politik dapat mencegah diskriminsi terhadap perempuan yang selama ini masih terjadi di masyarakat. Diskriminasi di tempat kerja dalam wujud anggapan, pekerja laki-laki lebih tinggi nilainya daripada perempuan, penetapan upah yang berbeda antara laki-laki dan perempuan padahal beban kerjanya sama. Diskriminasi di hadapan hukum yang merugikan posisi perempuan, misalnya dalam kasus perceraian.
Menurutnya, hanya dalam jumlah yang signifikan perempuan dapat menghasilkan perubahan berarti seperti perubahan cara pandang dalam menyelesaikan masalah politik dengan mengutamakan perdamaian dan cara antikekerasan. Perubahan kebijakan dan peraturan undang-undang yang ikut memasukkan kebutuhan khusus perempuan sebagai bagian agenda nasional. “Mengabaikan perempuan Indonesia dalam pembuatan keputusan politik sama artinya dengan meminggirkan penduduk Indonesia dari proses politik,” tandasnya di depan peserta pelatihan yang terdiri atas anggota parpol, LSM, dan jurnalis ini.

Ia berpandangan, kehadiran perempuan di lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif akan benar-benar dapat mewarnai dan memengaruhi proses pengambilan keputusan dan perumusan kebijakan yang lebih mencerminkan kehendak rakyat, khususnya perempuan. Hanya dengan partisipasi langsung dalam struktur kekuasaan dan proses pengambilan keputusan, serta perumusan kebijakan publik, maka masalah yang dihadapi sebagian besar warga negara yakni perempuan diperjuangkan menuju terjadinya perubahan ke arah terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender.

Kembangkan Jiwa Patriotik
Ketua KPU Provinsi Bali I Ketut Sukawati Lanang Putra Perbawa, S.H., M.H. berpandangan, banyak hal yang menyebabkan kegagalan caleg perempuan. Dari segi kuantitas, jumlah caleg perempuan sedikit. Dua faktor lain yang juga memengaruhi, segi internal: perempuan menghadapi banyak kendala seperti keluarga, kemampuan, termasuk belum mengerti dan paham aturan main berpolitik, dan peta politik. Segi ekternal: persaingan melawan laki-laki belum bisa maksimal karena masyarakat belum sepenuhnya mendukung calon perempuan. Pemimpin perempuan di Bali belum diterima secara terbuka. Budaya patrinialis di Bali menganggap persoalan politik hanya urusan laki-laki. Untuk itu, kata Lanang, perempuan perlu melakukan pengisian diri agar berkualitas, berpendidikan, dan tahu aturan permainan dalam politik.

Ia menilai, satu kelemahan perempuan, belum sepenuhnya berjiwa patriotik. Misalnya, meniru jiwa patriotik Jempiring. “Kalau dulu ia berperang dengan kekerasan, perempuan sekarang menggunakan kemampuan diplomasi dan argumentasi yang kuat. Perempuan berani mengambil posisi untuk perjuangan semua bukan untuk pribadi,” paparnya. Contoh dalam kasus Pilkada Jembrana. Perempuan berani menggugat ke Mahkamah Konstitusi karena bupati yang sudah menjabat dua kali ingin tampil lagi menjadi calon wakil bupati. Perempuan menggugat agar kasus itu tidak terjadi di Indonesia. Perempuan harus berani memanfaatkan momentum penting. Dalam sekian abad di Bali, baru pertama kali ada perempuan menjadi bupati di Bali.

Ia berpandangan, kelebihan perempuan menjadi politikus yang harus digaungkan. Bagaimana perempuan mampu memecahkan masalah tanpa menggunakan adu otot, tetapi dengan cara mediasi. Keras tidak harus menggunakan adu fisik. “Ungkapan sambil tersenyum tetapi berisi dan bagus substansinya, akan lebih tepat. Orang tidak lagi melihat dia laki-laki atau perempuan, namun, apa yang dikemukakan,” kata Lanang. Ia mengingatkan, perempuan hendaknya memiliki peta konsep perjuangannya dan peta politik. Ibarat bermain bola, jika ingin menjadi gelandang, dia harus bisa sebagai penyerang. Punya misi pribadi. Tahu langkah yang harus diambil. Tahu aturan mainnya, dan tahu di mana lokasi lapangan bolanya. Namun, masih banyak perempuan yang mengabaikan hal itu. Tidak cukup hanya menjadi kader partai, tetapi mengisi diri di internal partai dan mengerti aturan main berpolitik. Itu semua tidak hanya didapatkan di parpol. Bisa datang dan belajar ke KPU atau LSM, atau tokoh politik. Tidak bisa hanya mengandalkan parpol. Kalau hanya memenuhi ketentuan quota 30%, itu formalitas. Namun, bagaimana memenuhi itu karena memiliki kemampuan dan pemahaman lebih.
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan perempuan untuk menjadi pemimpin. Harus memiliki jaringan yang kuat. Artinya, harus memiliki massa pendukung. Kualitas intelektual, artinya tahu berpolitik dan cerdas, dan juga uang. Ini masalah nyata yang terjadi sekarang. “Orang yang tahu dirinya sendiri, tahu aturan main, tahu berpolitik, dan tahu peta politik saja, belum tentu menang, apalagi yang tidak tahu. Tetapi, saya rasa belum terlambat untuk memulainya. Untuk pemilu 2014, masih ada waktu tiga tahun untuk belajar,” tandasnya. –ast

Koran Tokoh, Edisi 602, 25 s.d 31 Juli 2010

Minggu, 18 Juli 2010

Swakelola Sampah di Sanur Jadikan Barang Berharga

Sampah bagi kota Denpasar merupakan masalah serius yang memerlukan perhatian lebih dalam. Kesadaran masyarakat Denpasar mengolah sampah menjadi barang yang lebih berguna sudah dilakukan Desa Sanur Kaja dan Sanur Kauh. Dengan penerapan 3R (reuse, reduce, dan recycle), sampah dikelola agar menjadi berdaya guna. Pengolahan sampah swakelola ini jelas mengurangi beban sampah yang dikirim ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung.
I Made Sunarta, pimpinan depo pengolahan sampah terpadu Cemara Sanur Kaja mengatakan, sebanyak 32 kubik atau 4 truk sampah dihasilkan masyarakat Desa Sanur Kaja per harinya. Sampah ini dipilah dan dibedakan yang organik dan anorganik. "Hanya sekitar 40% yang merupakan sampah organik yang dapat diolah menjadi kompos. Sekitar 90% sampah berupa sisa upacara seperti canang," ujar pendiri LSM Lingkungan Wiguna Bali tahun 1989 ini.

Ia mengatakan, sampah organik ini diolah menjadi kompos dengan sistem fermentasi. "Setelah sampah dipilah kemudian difermentasi dan diberi formula. Diamkan dua minggu dan mengalami dua kali perpanjangan. Lakukan penyiraman berkala tiap dua hari sekali. Mengatur kelembaban suhu agar hasil fermentasi bagus dan seimbang. Lanjutkan proses penirisan untuk mengurangi kadar air. Proses pencacahan, kemudian diayak dan siap digunakan," paparnya Kepala Dusun Br. Langon, Desa Sanur Kaja ini. Proses pengolahan sampah organik menjadi kompos ini memakan waktu sekitar tiga bulan. Kompos yang dihasilkan dijual Rp 1000 tiap kilogram. Kompos yang dihasilkan tiap bulan 5-20 ton atau sekitar Rp 2 juta. Untuk sampah anorganik, kata dia, harus dipilah kembali. Potongan besi, barang plastik, aluminium, kertas, kaleng, dan kaca dijual kepada pengepul barang rongsokan, dan residu yang tidak dapat diolah dibawa ke TPA Suwung oleh petugas DKP Kota Denpasar.
"Kami memiliki mesin pencacah plastik. Tapi kami tidak mau melakukannya di sini. Mencacah plastik sampai halnya dengan membuat polusi bagi udara. Kami menjualnya kepada pengepul. Saya dengar mereka mengirimnya ke Surabaya untuk diproses di Malaysia dan dikirim ke Cina," tuturnya. Hasil penjualan kompos dan sampah anorganik digunakan operasional pegawai depo.

Menurut Kepala Desa Sanur Kaja Ida Bagus Paramartha, S.H., Prinsip 3R membuat orang memberdayakan sesuatu yang sudah tidak digunakan agar dapat digunakan kembali. Reuse; menggunakan kembali sampah yang masih dapat digunakan untuk fungsi yang sama ataupun fungsi lainnya. Reduce; mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan sampah. Recycle berarti mengolah kembali (daur ulang) sampah menjadi barang atau produk baru yang bermanfaat. Namun, pada praktiknya, penerapan 3R memerlukan kesadaran tinggi dari seluruh masyarakat dan harus menjadi suatu budaya. "Untuk membudayakan sesuatu memerlukan waktu sangat lama, sedangkan sampah kita saat ini terus menumpuk," tuturnya. Ia menyatakan, tiap hari terus melakukan sosialisasi ke warga agar mereka makin sadar lingkungan. Tiap warga di Desa Sanur Kaja dikenakan biaya administrasi mulai Rp 5000 sampai Rp 30.000. Untuk hotel dikenakan Rp 50.000 tiap 15 kubik. Ada 3 hotel yang ikut berpartisipasi.

Awalnya, kata dia, pengolahan sampah swakelola ini dilakukan para ibu rumahtangga di gang Mawar, Merpati, dan Nuri atas pembinaan Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali tahun 2002. Melalui kegiatan arisan yang diadakan kelompok ibu-ibu di daerah tersebut, PPLH memberikan 100 pasang tong sampah kepada 100 kepala keluarga. Tong sampah tersebut terdiri atas dua warna; merah dan biru. Merah untuk sampah organik dan biru untuk sampah anorganik. Masing-masing keluarga diminta memilah sampah berdasarkan jenisnya. Sampah-sampah tersebut diangkut seorang petugas kebersihan yang ditunjuk guna dibawa ke depo yang berada di Gang Nuri. Sesampainya di depo, sampah anorganik dipisahkan lagi berdasarkan bahan bakunya, seperti kaleng, kaca, plastik, kertas dan logam. Sisanya berupa residu sampah dikirim ke Tempat Pembuangan Sampah (TPS). Sedangkan sampah organik, diolah menjadi kompos. Kompos yang dibuat, dikembalikan kepada masyarakat. Mereka memanfatkan untuk pupuk tanaman. Tahun 2006 dimohonkan tanah kepada Pemkot Denpasar untuk pembangunan depo Cemara. Dengan lokasi sekitar 6 are di depan Gardu PLN Sanur 6 karyawan mengolah sampah tiap harinya. Depo Cemara sangat tertata rapi dan sering dijadikan studi banding bagi siswa, mahasiswa, dan organisasi di Bali maupun luar Bali.

Lain lagi strategi yang dilakukan Desa Sanur Kauh untuk perang dengan sampah. Kepala Desa Sanur Kauh I Made Dana mengatakan, saat ini ia sedang menggagas sistem sinergi pengolahan sampah dengan agribisnis perdesaan. Rencana ini sudah disosialisasikan ke anggota subak yang ada di Sanur Kauh (14/7). Saat ini ada dua subak di Desa Sanur Kauh; subak Intaran Barat sebanyak 75 orang dan Timur sebanyak 4 orang. "Sampah yang ada di sekitar sawah atau sungai akan dipilah kemudian dibuatkan tempat fermentasi di pematang sawah ( gundukan seperti kurungan ayam) dengan lebar sekitar 40 cm). Tiga bulan akan terbentuk kompos dan bisa digunakan langsung untuk tanaman semangka dan melon yang menjadi unggulan Desa Sanur Kauh," tandasnya.
Volume sampah yang dihasilkan warga Desa Sanur Kauh sekitar 8 truk tiap harinya. Desa Sanur Kauh memiliki truk dan supir sendiri untuk mengangkut sampah. Namun, sikap masyarakat yang masih belum sadar lingkungan menambah pekerjaan pegawai kebersihan. "Mereka tidak mau memilah sampah sendiri di rumahnya. Semua sampah masuk dalam satu tong entah itu organik atau anoganik," tuturnya.

Warga dikenakan Rp 10.000 tiap bulannya untuk biaya administrasi. Namun, masih ada warga yang tidak ikut program ini, karena rumahnya masuk di gang sempit. "Kami tidak bisa memaksa warga untuk membayar kontribusi pengambilan sampah karena rumah mereka tidak terjangkau mobil kebersihan desa. Mereka membuang sendiri sampah ke bak sampah yang tersedia di pinggir jalan. Tapi mobil kebersihan desa tetap mengambil sampah yang berada di bak sampah di pinggir jalan," kata Dana.
Saat ini, belum ada manajer khusus yang menangani depo Palasari milik Desa Sanur Kauh. Semua masih ditangani Kantor Desa. Dengan sistem bekerja sama dengan anggota subak, ia yakin sistem penanganan sampah akan lebih tertata dengan baik. –ast
Koran Tokoh, edisi 601, 18 s.d 24 Juli 2010

Jalan Kepiting Latih Kebersamaan

SIANG itu matahari bersinar terik. Namun, tiga puluh perempuan yang sedang mengikuti pelatihan kepemimpinan dan advokasi yang diselenggarakan LSM Bali Sruti bekerja sama dengan International Republican Institute (IRI) di Natour Bali Hotel, Sabtu (10/7), dengan senang hati berjemur dan berdiri berjejer membagi diri menjadi tiga kelompok. Permainan berjalan seperti kepiting sedang mereka lakoni di halaman hotel itu. Intruksi fasilitator, sepuluh orang dengan kaki diikat harus berjalan menyerupai kepiting agar sampai di garis finish. Tanpa dikomando, mereka segera berdiri sesuai dengan tinggi badannya. Masing-masing kelompok terlihat sangat serius. Kelompok dua misalnya. Ipung sibuk mengikat kaki temannya dengan tali. Sementara Sri Mudani berdiri paling depan karena merasa paling tinggi. Anggota kelompok lainnya siap berjajar. Kaki kanan teman diikat dengan kaki kiri temannya yang di sebelahnya. Ikatan harus kuat agar tidak lepas saat berjalan.

Permainan ini mengajarkan banyak hal kepada peserta pelatihan yang terdiri dari LSM, parpol, dan jurnalis ini. Bagaimana mereka mampu berjalan tanpa jatuh dan barisan tetap utuh. Tiap kelompok memiliki strategi masing-masing. Walaupun semua berambisi untuk menang, tingkah mereka yang saling berebut mengeluarkan ide memancing gelak tawa. Semua ingin jadi pemimpin. Salah satu kelompok mencoba terlebih dahulu dan baru berjalan beberapa langkah, sudah terjungkal dan semua anggotanya mengerang kesakitan karena tali mengerat kaki mereka. Ketika satu kelompok sudah mencapai garis finish, seorang anggotanya yang paling pertama menyentuh garis finish langsung berteriak. “Hore berhasil,” ujarnya bersorak. Dia lupa, kakinya masih terikat tali dan emosinya yang meledak membuat keseimbangannya goyang. Seketika teman disebelahnya disusul teman yang lainnya jatuh terjungkal. Mereka akhirnya gagal karena anggota lainnya terjatuh.

Ani Pratiwi salah satu fasilitator pelatihan mengatakan, sepintas berjalan seperti kepiting tampak mudah. Namun, untuk dapat berjalan ke depan dan mencapai garis finish diperlukan kerja sama yang baik, kebersamaan, dan strategi. “Tidak bisa semua menjadi pemimpin. Harus mau mendengarkan ide teman lain. Belajar berdiskusi. Perlu pengendalian diri, harus tenang, sabar, dan tidak emosi. Sangat sulit menjalin kebersamaan ketika masing-masing dengan egonya, dan tidak mau bekerja sama,” ujarnya. Artinya, kata dia, permainan ini mengajarkan latihan kepemimpinan, problem solving, membuat strategi, kepercayaan, kekompakan, solidaritas, kemandirian, dan tanggung jawab yang sangat berguna untuk diterapkan dalam semua bidang profesi. Menjadi pemimpin bukan hal yang mudah. Apalagi pemimpin perempuan. Untuk menjadi pemimpin, tidak hanya harus memiliki kecakapan dan kelebihan, namun, mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas tertentu demi pencapaian tujuan.
Ketua LSM Bali Sruti Luh Riniti Rahayu berpandangan, kaum perempuan kurang mendapat kesempatan menjalankan kepemimpinan dalam masyarakat. Untuk itu, perempuan perlu meningkatkan kualitas diri melalui pendayagunaan peluang, kesempatan, pengetahuan, keterampilan dan sikap agar mampu menjadi pemimpin yang baik.

Kriteria Pemimpin
Pemimpin dalam bahasa Inggris disebut “Leader”. Makna lead itu sendiri terdiri dari loyality; pemimpin mampu membangkitkan loyalitas rekan kerjanya dan memberikan loyalitasnya untuk kebaikan. Educate; seorang pemimpin mampu mengedukasi rekan-rekannya dan mewariskan pengetahuannya kepada mereka. Advice; pemimpin memberikan saran dan nasihat dari permasalahan yang ada. Discipline; pemimpin memberikan keteladanan dalam berdisiplin dan menegakkan kedisiplinan dalam tiap aktivitasnya. Ia menyebutkan, pemimpin yang baik hendaknya memenuhi beberapa kriteria, pemimpin merupakan seorang yang memiliki orang-orang yang mendukungnya yang turut membesarkan nama sang pimpinan. “Pengaruh ini menjadikan sang pemimpin diikuti dan membuat orang lain tunduk pada apa yang dikatakan sang pemimpin.

Seorang pemimpin umumnya diikuti oleh orang lain karena dia memiliki kekuasaan yang membuat orang lain menghargai keberadaannya. Tanpa kekuasaan atau kekuatan tidak ada yang mau mendukungnya. Hubungan menjadi simbiosis mutualisme dimana kedua belah pihak sama-sama saling diuntungkan. Tanpa adanya pengikut maka pemimpin tidak akan ada. Pemimpin atau pengikut merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan tidak dapat berdiri sendiri,” ujar Dekan Fisipol Universitas Ngurah Rai ini.
Ia menyatakan, pemimpin sejati harus memiliki visi yang jelas. Pemimpin yang memunyai visi dan arah yang jelas kemungkinan sukses lebih besar daripada mereka yang hanya menjalankan sebuah kepemimpinan. Pemimpin membawa sebanyak mungkin pengikutnya untuk sukses bersamanya. Pemimpin sejati bukanlah mencari sukses atau keuntungan hanya untuk dirinya sendiri. Namun, ia tidak khawatir dan takut. Bahkan, kata dia, terbuka mendorong orang-orang yang dipimpinnya bersama-sama dirinya untuk ikut meraih kesuksesan bersama.
“Banyak hal yang harus dipelajari seorang pemimpin jika ia mau terus bertahan sebagai pemimpin yang dihargai oleh pengikutnya. Punya hati yang mau diajar baik oleh pemimpin lain ataupun bawahan dan belajar dari pengalaman diri dan orang lain. Melengkapi diri dengan buku-buku bermutu dan bacan yang positif serta bergaul akrab dengan pemimpin lain akan mendorong keterampilan kepemimpinannya meningkat,” ujarnya.
Pemimpin sejati bukanlah orang yang hanya menikmati dan melaksanakan kepemimpinannya seorang diri. Namun, dia adalah seorang yang visioner yang mempersiapkan pemimpin berikutnya untuk generasi masa depan. Stephen R. Coney menyatakan, prinsip seorang pemimpin adalah seorang yang belajar seumur hidup, berorientasi pada pelayanan, membawa energi positif, percaya pada orang lain, keseimbangan dalam kehidupan, melihat kehidupan sebagai tantangan, bersinergis dengan orang lain, dan berusaha mengembangkan diri sendiri. –ast

Koran Tokoh, Edisi 601, 18 s.d 24 Juli 2010

Selasa, 13 Juli 2010

Mobil Jangan Parkir di Jalur Sepeda

PROGRAM car free day yang digulirkan Pemkot Denpasar disambut baik warga masyarakat. Untuk menjalankan program tersebut telah dibuatkan jalur khusus sepeda di sisi kiri jalur badan jalan raya. Ironisnya, jalur sepeda yang sudah dibuat di beberapa ruas jalan tidak berjalan efektif, karena sebagian jalur sepeda terhalang parkir kendaraan “Jalur yang sudah disiapkan untuk sepeda, masih digunakan parkir kendaraan roda dua maupun roda empat,” ujar Kepala Dinas Perhubungan Kota Denpasar I Gde Astika, S.H. Namun, kata Astika, sampai sekarang belum ada sanksi yang diberlakukan bagi kendaraan yang parkir di sana. “Kami hanya mengimbau pemilik kendaraan untuk tidak parkir di jalur sepeda. Tergantung sekarang apa mereka mau atau tidak. Ini merupakan pembelajaran bagi masyarakat agar memprioritaskan pemakai sepeda,” kata Astika.
Walaupun car free day yang diberlakukan di wilayah Renon tiap pukul 06 – 11.00 direspons positif, kata Astika, Dinas Perhubungan Kota Denpasar masih melakukan penjagaan. Ia berharap, ke depannya masyarakat makin sadar dengan pemberlakukan car free day sehingga tidak perlu lagi ada penjagaan. Astika mengatakan, jalur sepeda yang sudah ada di Jalan Raya Puputan Renon, Jalan Sugianyar, Jalan Letda. Tantular, Jalan D.I. Penjaitan, Jalan Juanda, Jalan Tjok Agung Tresna, Jalan Moh. Yamin, Jalan Hang Tuah dan Jalan P.B. Sudirman. Dipilihnya jalur sepeda di sepanjang jalan ini, kata Astika, karena lebar badan jalan memungkinkan untuk lajur sepeda. Di samping itu, ruas jalan tersebut selalu padat dan dilewati banyak orang. “Ke depan kami mengupayakan penambahan jalur sepeda khususnya terkait lokasi lembaga pendidikan. Kalau nanti sudah ada dananya, kami akan sosialisasikan bersama Sekretariat Bersama Komunitas Sepeda Denpasar (Samas) ke sekolah-sekolah,” tambahnya.
Astika mengatakan, sudah melakukan pembahasan soal penyediaan jalur sepeda di beberapa ruas jalan. Namun, pihaknya masih perlu melakukan kajian yang menyeluruh terhadap rencana dimaksud dengan instansi terkait misalnya PU. Untuk ukuran lebar jalur sepeda minimal 1½ meter. Saat ini, kata Astika, lebar jalur sepeda yang sudah ada dua meter. Jadi sudah memenuhi persyaratan. Dengan keadaan Kota Denpasar yang makin padat dan macet, ia berharap masyarakat ikut memikirkan transportasi alternatif yang sehat, ramah lingkungan, dan hemat. —ast.

Koran Tokoh, Edisi 600, 11 s.d 17 Juli 2010

Minggu, 11 Juli 2010

Wayan Sutawa Pembaca Lontar Termuda

Tiap Hari Baca Kamus Bahasa kawi. BELAJAR aksara Bali mulai tidak menarik perhatian bagi sebagian besar orang Bali. Aksara Bali diidentikkan orang tua, karenanya tak banyak remaja yang tertarik untuk mempelajarinya. Namun, pandangan semacam ini tak berlaku bagi Wayan Sutawa, siswa kelas 2 SMPN 8 Denpasar. Kemampuannya menulis dan membaca aksara Bali telah menorehkan banyak prestasi. Museum Rekor Indonesia (Muri) telah mengukuhkannya sebagai pembaca lontar termuda Agustus 2009. Putra pasutri I Made Degung dan Ni Ketut Sutarmi ini sangat antuasias mempelajari lontar. Bahkan, tak tanggung-tanggung, ia mengoleksi ratusan lontar dan buku aksara Bali di rumahnya di Karangasem. Lontar menjadi bacaan rutinnya tiap hari di kala sengang.

Saat ini, Sutawa bertempat tinggal di Denpasar bersama kerabatnya. Beberapa lontar dibawanya sebagai bahan bacaan di pondoknya di kawasan penjual tanaman hias Jalan Hayam Wuruk Denpasar. Saat wartawati Koran Tokoh berkunjung, Sutawa sedang menulis bait-bait pupuh. Ia langsung memperdengarkan kepiawaiannya mewirama dari hasil karyanya sendiri. Ketika, ditanya apa artinya, I Gede Merta, kerabatnya yang juga kepala keluarga di pondok itu, menerangkan makna bait-bait pupuh sinom yang dinyanyikan Sutawa. “Lebih banyak berisi nasihat orangtua kepada anaknya,” kata I Gede Merta yang juga seniman bonsai ini. Sutawa sudah menciptakan lima syair pupuh sinom. Suatu saat, kata Gede Merta, ia ingin membukukannya.

Sutawa tergolong anak multitalenta. Selain di sekolah termasuk peringkat 10 besar, ia menguasai berbagai macam cabang kesenian yakni tari, lukis, pahat, dalang, mawirama, dan nyurat lontar. Sutawa memang keturunan pembaca lontar. Bapak dan ibunya jago menyurat lontar. Oleh karena itu, sejak kecil, kegiatan Sutawa sudah bersentuhan dengan lontar. Setelah mengenal bentuknya, membuka-buka, kemudian tertarik untuk melihat tulisannya dan akhirnya ia tertantang untuk melatih kemampuanya menulis dan membaca lontar. Saat berusia 5 tahun, ia sering bermain di dekat ibunya yang sedang menyurat lontar. Sutawa sering melontarkan pertanyaan kreatif, “ini huruf apa, ini artinya apa?” Lama-kelamaan, ia mengerti apa yang ditekuni ibunya. Berawal dari mengenal 18 huruf, mulai dari a, na, ca, ra, ka, kini Sutawa sudah membaca puluhan lontar, isi lontar berupa nyanyian maupun yang berisi ilmu pengetahuan, termasuk usadha. “Lontar usadha baru belajar sedikit. Lebih banyak lontar ilmu pengetahuan,” ujarnya.

Lontar menggunakan bahasa Kawi. Untuk menerjemahkannya, Sutawa tiap hari rajin membaca kamus bahasa Kawi. Pengalamannya membaca lontar diasahnya dengan mengikuti perlombaan saat duduk di kelas II SD No 2 Sibetan, Karangasem. Walaupun lawannya anak-anak SD yang lebih besar, Sutawa berhasil mengalahkan mereka. “Saya tidak menduga bisa menang,” ujar bocah yang bercita-cita ingin menjadi seniman serba bisa ini.
Untuk mendapatkan rekor Muri, bukanlah hal yang mudah bagi Sutawa. Ia mendapat tiga kali tes untuk membuktikan kepiawaiannya dalam membaca lontar. Pengetesan dilakukan dengan pengambilan bait secara acak. Juara I Siswa Ajeg Bali ini mampu melewati semua tes itu dengan penuh percaya diri. I Gede Merta yang ikut menemani saat tes Muri itu menuturkan, pengecekan dilakukan sekitar dua jam. Keluarga besar Sutawa turut bersyukur atas prestasi yang diraih remaja usia 15 tahun ini, saat ia dinobatkan Muri sebagai Pembaca Lontar Termuda.

Dalang Cilik
Bukan hanya piawai membaca lontar, Sutawa juga mendapat julukan ‘dalang cilik’. Saat usianya 5 tahun, ia sering membuat wayang dari daun kamboja. Ia sering mendalang dengan wayang daun buatannya. Dengan mengambil lakon Mahabharata dan Ramayana, Sutawa terus belajar mendalang sambil belajar menulis lontar. Predikat ‘Juara I Dalang Cilik se-Bali’, sudah diraihnya. Saat Parade Dalang dalam Pesta Kesenian Bali Tahun 2006, ia diberi kesempatan pentas di Taman Budaya Denpasar. Ada dua dalang cilik yang tampil. Sebelum Sutawa tampil, penonton memadati areal pementasan dalang cilik satunya. Namun, ketika Sutawa sudah beraksi, seketika penonton menyerbu tempat pentasnya. Bahasa Sutawa memang komunikatif dan lakonnya yang menarik membuat penonton betah untuk menonton wayang yang dimainkannya.
Sutawa sudah pernah pentas mendalang di beberapa wilayah di Bali. “Kata orang saya punya ciri khas,” ujarnya berseloroh. Sutawa sering diundang untuk mendalang saat upacara piodalan, atau mendalang untuk hiburan pada malam hari. Paling malam, ia mendalang sampai pukul 23.00. “Yang sering tampil dalam upacara adat, saat sulinggih mapuja dari pagi sampai siang,” kata remaja yang menyukai pelajaran Matematika dan IPA ini. -ast

Koran Tokoh, Edisi 600, 11 s.d 17 Juli 2010

Satu Menit Kesal Perlu 6-8 Jam Meredakannya

SAYA sudah menikah tujuh tahun, tetapi belum juga mendapatkan momongan. Setelah dicek ke dokter ahli andrologi dan seksiologi saya sempat termangu mendengar penjelasannya. “Tidak ada sperma”. Kalimat itu begitu mengguncang hati saya. Tidak ada harapan lagi dan saya diminta siap-siap mengadopsi anak. Begitu penuturan Erbe Sentanu, pendiri Teknologi Ikhlas dalam acara akbar Regional Convention (RC) 2010 yang digelar PT Citra Nusa Insan Cemerlang (CNI) dengan tema “Enrich Your Life with CNI”, Minggu (4/7) di Hotel Nikki Denpasar.
Pelopor industri kesadaran dan teknologi spiritual di Indonesia ini melanjutkan kisah hidupnya. “Saya tidak mau menyerah. Saya melakukan perenungan yang dalam. Saya percaya Tuhan Mahabesar dan pasti ada kemukjizatan untuk hidup saya. Saya pasrah dan berserah diri dengan hati lapang. Ketika saya periksa lagi ke dokter, dia kaget karena ada perubahan. Dokter sempat bertanya apakah saya pergi ke dukun. Dokter itu sekarang sudah meninggal, tetapi sejak mukjizat itu datang pada saya, kami menjadi sahabat. Kekuatan Ilahi datang dan mampu menembus apa pun. Beberapa bulan kemudian istri saya mengandung, dan melahirkan dengan selamat. Anak saya sekarang sudah berusia 10 tahun. Dia saya anggap anak ajaib yang sudah mengubah hidup saya. Saya mengalami sendiri proses yang nyata bagaimana kepasrahan telah memberikan mukjizat dalam hidup saya,” ungkap Chief Facilitating Servant Katahati Institute ini.

Pak Nunu, begitu ia akrab disapa, berbagi cerita kisah hidupnya untuk menggambarkan, betapa pentingnya memelihara hati yang ikhlas. “Kesehatan dan kebahagiaan manusia tergantung hati mereka sendiri,” ujar anggota spiritual computing research group dan heartmath institute yang berbasis di Amerika Serikat ini.
Ia mengatakan, tindakan hasil dari pemikiran. Bukan omongan yang kita bicarakan saja, tetapi omongan yang ada dalam hati kita. Contoh, melihat teman membawa mobil bagus Anda langsung berkata “Itu pasti mobil bapaknya.” Dalam hati Anda berkata, “pasti belum lunas”. Melihat rumah teman bagus, langsung Anda berkata “pasti hasil korupsi.” Padahal dalam hati Anda berkata, “Saya juga ingin punya rumah sebagus itu.” Seringkali pikiran-pikiran negatif memengaruhi hati kita. Ketika melihat teman, atau saudara sedang kesusahan, kita sibuk memberikan kesusahan lain dengan pikiran-pikiran negatif.

Ia memberi contoh. Ambil senduk makan. Genggam senduk dengan keras, seperti itu kita memikirkan keinginan kita. Memaksakan hati kita. Bagus seperti keinginan pikiran kita. Padahal, belum tentu baik untuk hati kita. Ada rasa tidak nyaman. Jangan lakukan yang bertentangan dengan hati. Buatlah hati kita plong. Hati seperti tangan terbuka. Hati harus digunakan supaya bekerja, supaya tidak salah paham.
Pak Nunu berpandangan, manusia senang sekali mencari kesusahan. Manusia senang sibuk merawat bencana baru. “Tidak enak kalau tidak stres. Tidak enak kalau tidak sakit. Sengaja mencari kesusahan sendiri.” Contoh, sudah tahu sudah menikah, masih memikirkan mantan pacar waktu SMP. Dulu cintanya tidak kesampaian, siapa tahu sekarang kesampaian.. Sifat manusia suka sekali menyakiti dirinya sendiri. Di rumah sibuk menonton sinetron. Jangan-jangan suami atau istriku seperti itu, rela dipengaruhi sinetron. Padahal, remote control kita yang pegang. Kita bisa pindah chanel dan tidak membiarkan sinetron itu memengaruhi kita.

Satu Menit Kesal
Ia mengatakan, satu menit kesal kita akan menyimpan hormon kekesalan dalam waktu yang lama. Kita membutuhkan 6-8 jam untuk meredakan hormon kekesalan itu. Belum lagi kalau sampai ada kekesalan lain yang datang. Kita akan membutuhkan waktu lebih lama lagi menenangkan hati.
“Gaya hidup idaman merupakan gaya masa depan. Tidak tiap orang memiliki gaya hidup idaman, walaupun semua orang menginginkannya. Bagaimana mencapainya?” ujar Pak Nunu.
Ia menyebutkan, banyak orang sulit membuka hati. Padahal, kata dia, justru yang lebih sulit itu menutup hati. Mengapa kita balikkan? Manusia sering ingin kelihatan lebih menderita dibanding masalah orang lain. Sering mendramatiskan keadaan. Membuat gosip yang lebih canggih seolah-olah kita lebih menderita daripada orang lain. Kita membuktikan masalah kita lebih berat dari orang lain. Bahasa hati memakai rasa. Rasa yang tidak enak jangan dipelihara. Ketika kita melihat sesuatu tanyakan hati kita. Apakah rasanya enak atau tidak? Kalau tidak enak, hati menjadi tidak nyaman mengapa dipertahankan. Pindahkan, jangan dirawat. Ketika sudah tenang, kita bergerak kembali. Negoisasi dengan hati. Kalau sudah tidak positif, segera berdoa, kembalikan hati saya dalam keadaan damai.

Ia mengatakan, menyenangkan hati bukan hal yang mahal. Pagi hari saat baru bangun tidur, lihatlah embun pagi. Gosokkan kaki di embun. Ambil embun taruh di wajah. Bersyukurlah kita bisa menikmatinya. Untuk bias hidup bahagia, bagaimana kita mencari kebahagiaan itu di sekitar kita. “Kebaikan bertebaran di sekeliling Anda, asalkan Anda melihatnya dengan hati yang ikhlas. Rasa bahagia tidak bisa dibeli. Hati kita keras tidak terbatas. Ketika hati kita ikhlas, dia mampu menyelesaikan semua masalah dengan baik. Bisakah Anda bahagia, tanpa memiliki sesuatu yang Anda inginkan?” paparnya. Dalam meraih kesuksesan menjalankan bisnis, kata dia, tetap harus melibatkan hati. Ikhlas dalam melakukannya. Hati yang tenang, penuh rasa syukur, sabar agar kita bisa fokus pada tujuan dan yakin meraih kesuksesan. Gaya hidup idaman, artinya lahir dan batin kita sehat. –ast

Koran Tokoh, Edisi 600, 11 s.d 17 Juli 2010

CGF Percepat Penyembuhan Demam Berdarah

DI tengah meluasnya penyakit demam berdarah dengue (DBD) akhir-akhir ini berembus kabar baik. Suatu penelitian membuktikan chlorella growth factor (CGF) 40 mampu mempercepat kesembuhan pasien DBD dan memperpendek masa perawatan di rumah sakit. Penelitian telah dituntaskan akhir tahun 2009 oleh sejumlah peneliti dari RS Karya Bhakti Bogor, Perhimpunan Penyakti Dalam Indonesia (PAPDI) Cabang Bogor dan Fakultas Ekologi Manusia IPB.

Awalnya demam berdarah menyerang Karibia. Penyakit ini sudah menjadi suatu epidemik tahun 1827-1828. Penyebarnya, nyamuk aedes aegepti. Penyakit ini menyerang warga di beberapa negara seperti Jepang dan Filipina. DBD di Indonesia sudah menjadi epidemi dan menjadi masalah kesehatan masyarakat. Sejak tahun 1955 sampai sekarang kasusnya bertambah terus.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Denpasar 2007-2010 Dr. Putu Budhiastra, Sp.M. mengatakan, penyakit demam berdarah sangat mengkhawatirkan karena dapat menyerang siapa saja, kapan saja, dan di mana saja dan mengakibatkan kematian. Dalam dua bulan terakhir pasien demam berdarah di rumah sakit di Denpasar meningkat terus. “Sebanyak 523 pasien bulan Mei dan 566 pasien bulan Juni yang dirawat di RS Sanglah. Belum lagi di beberapa rumah sakit swasta,” ujarnya.

Dokter A.A. Yuli Gayatri, Sp.PD. dari SMF Ilmu Penyakit Dalam RS Sanglah tidak menampik membludaknya pasien demam berdarah yang datang berobat mengakibatkan ruangan rumah sakit tersebut penuh. Ada pasien yang terpaksa ditempatkan di lorong. “RS Sanglah tidak bisa menolak pasien yang datang. Kami tetap memberikan perawatan. Kami hanya sarankan, bagi pasien yang mampu dapat memilih berobat ke rumah sakit swasta,” kata Dokter Yuli. Ia menyebutkan, gejala klinis DBD seperti demam atau riwayat demam akut 2-7 hari, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, mual dan muntah, kadang pendarahan, penurunan kesadaran, dan kejang. Penyakit DBD disebabkan nyamuk dewasa betina yang hinggap siang hari di permukiman penduduk.

Dokter Mira Dewi, M.Sc. yang menjadi salah seorang peneliti di RS Karya Bhakti Bogor mengungkapkan, chlorella growth factor (CGF) menjadi salah satu alternatif dalam mempercepat penyembuhan pasien DBD. Ia bersama 6 anggota peneliti lainnya telah melakukan penelitian pertama untuk masalah penyakit tropis yang diawali pengujian preklinik terhadap 84 pasien DBD. “Uji klinik penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas pemberian CGF40 dalam penyembuhan penderita DBD serta menilai perbaikan dalam perembesan vaskuler, dengan mengevaluasi penurunan hemokonsentrasi, peningkatan jumlah trombosit dan perbaikan klinik,” paparnya. Sebanyak 42 orang pasien DBD diberi tambahan suplemen CGF40, dan 42 orang pasien lagi tidak. Hasilnya, pasien dengan tambahan CGF40 sembuh lebih cepat dan masa perawatannya rata-rata 2,76 hari. Masa perawatan yang tanpa suplemen CGF40 rata-rata 4,43 hari.

Dokter Mira menambahkan, kesembuhan yang lebih cepat ini diduga berkat kandungan asam nukleat dan beberapa vitamin dalam CGF40. Asam nukleat merupakan bahan dasar pembentukan antibodi yang berperan sebagai pertahanan tubuh terhadap penyakit. Dosen pengajar di IPB ini mengatakan, dari penelitian sebelumnya diketahui chlorella memiliki protein yang baik, serat, vitamin, dan mineral. Hasil penelitiannya menunjukkan, pemberian CGF40 dapat memperbaiki sistem imum (kebal), detoksifikasi (pembersihan racun), memperbaiki pencernaan, dan jaringan yang rusak, dan memperlambat proses penuaan.
Pengajar Ilmu Kesehatan Masyarakat FK Unud dr. G.N. Indraguna Pinatih, M.Sc. mengatakan, pasien DBD sangat membutuhkan cairan karena terjadi pembuluh darah yang bocor. Pasien disarankan mengonsumsi cairan esotonik yang mengandung elektrolit. Di pasaran banyak dikenal cairan yang biasa dipilih pasien DBD seperti air kelapa muda, air buah, atau jus jambu merah yang dikatakan mengandung flavonoid yang bisa memperbaiki vermedialitas membran. “Suplementasi diperlukan selain cairan untuk mengatasi dehidrasi. Antioksidan juga diperlukan seperti Vitamin C, Vitamin E, dan Karoten. Mungkin saja CGF mengandung bagian ini. Karoten bagian dari klorofil, Vitamin C dan Vitamin E banyak terdapat di buah-buahan, sedangkan air kelapa mengandung mangnesium, kalium, natrium, dan flavonoid antioksidan terdapat di tahu tempe dan bumbu dapur,” jelasnya.

Namun, ia mengatakan, tidak bisa membandingkan jambu merah dengan CGF. Ia belum menemukan penelitian klinis khasiat jambu merah. Penelitian CGF atau jambu merah tidak memberikan mekanisme proses bagaimana mereka mampu menaikkan trombosit. “Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang proses mekanisme mengapa trombosit pasien menjadi meningkat setelah mengonsumsi suplemen ini,” ujarnya.

Kandungan Chlorella
Dokter Tanto Untung, Head of Health Food Department PT Citra Nusa Insan Cemerlang (CNI), mengatakan, sebagai pihak yang turut mendukung penelitian ini, CNI merasa berkewajiban menyosialisasikan penelitian tentang CGF40. Ia mengatakan, pemberian suplemen makanan untuk melengkapi kebutuhan gizi yang baik dalam membantu regenerasi sel yang optimal.
Mengutip pernyataan Dr. Michinori Kimura peneliti chlorella dari Jepang, ganggang chlorella telah terbukti kaya devirat asam nukelat DNA/RNA. Chlorella growth factor diketahui potensial mempromosikan pertumbuhan sel lebih cepat melalui mekanisme peningkatan fungsi DNA/RNA.
CGF sangat membantu pengobatan penderita demam berdarah, dengan konsep regenerative medicine yaitu melengkapi kebutuhan gizi secara seimbang untuk mengoptimalkan regenerasi sel.
CGF mengandung berbagai macam komponen di antaranya yang berkhasiat mengatasi DBD, sekelompok senyawa unik yang hanya terdapat pada nukleus chlorella. CGF sangat kaya asam nukleat dan senyawa lain seperti asam amino, peptida, vitamin, mineral, polisakarida, glikoprotein, dan beta glukan. CGF pertama kali diekstrak dengan elektroforesis menggunakan air panas oleh Dr. Fujimaki awal 1950-an di Tokyo, sekaligus memberi nama CGF karena kemampuannya mendukung pertumbuhan anak-anak sehat dan hewan.
Kelompok senyawa inilah yang membuat chorella cepat tumbuh dan bereproduksi. CGF larut 100% dalam air dan membuatnya mampu membantu pertumbuhan penyembuhan dan peremajaan tubuh manusia, memperbaiki sel-sel yang rusak dan merangsang pertumbuhan sel-sel baru dan muda yang menjadikan salah satu makanan paling berkhasiat. CGF juga mampu memerlambat proses penuaan karena kandungan asam nukelatnya yang tinggi.

Chlorella organisme sejenis ganggang hijau yang berukuran kecil yang telah ada di bumi 2 miliar tahun lalu yang merupakan sumber kesehatan yang dibutuhkan manusia. Dengan bantuan sinar matahari organisme ini dapat memproduksi nutrisi berlimpah yang bermanfaat bagi manusia. Chlorella mengandung protein 60%, lebih tinggi daripada bahan makanan lain. Tahun 2004 sudah digunakan untuk pengobatan kanker di AS.
Dokter Santa, salah sorang peserta mengatakan, kalau memang CGF bisa meningkatkan kesembuhan pasien, mengapa tidak disosialisasikan? Di mana konsumen bisa mendapatkannya, sementara tidak dijual di apotek atau toko obat? Dokter Untung menjelaskan, penelitian ini baru selesai akhir tahun 2009, sehingga baru sekarang disosialisasikan. –ast

Koran Tokoh, Edisi 600, 11 s.d 17 Juli 2010







Selasa, 06 Juli 2010

Ida Pandita Jaya Dangka Ramana Putra

Guru Besar yang Jadi Sulinggih. Telah menjalani kehidupan spiritual selama 30 tahun, Prof. Ir. I Ketut Rika resmi mediksa sebagai sulinggih (28/4) dan memiliki nama suci Ida Pandita Jaya Dangka Ramana Putra. Bersama Pandita Istri Jaya Dangka Ramana Putri, ia tinggal di Pasraman Giri Sekar Wana, Jalan Jaya Pangus 5 Peguyangan Kangin Denpasar. Lelaki yang memasuki pensiun 2 Mei 2009 di usianya yang ke-70 tahun ini, menjadikan konsep catur guru sebagai dasar menempuh jenjang kesulinggihan. Ketika diwinten ke tingkat bhawati Ketut Rika memantapkan keyakinannya untuk meningkatkan spiritual. Kewajiban sebagai dharma negara, guru rupaka, guru pengajian dan guru wisesa telah dilewati, maka ia mulai mendaftarkan diri menjadi murid guru swadiaya agar menjadi bhawati dan wiku.

Keseriusan melakukan kewajiban Pandita telah dimantapkan. Langkah awal dilakukan dengan mengumpulkan anak cucunya untuk meminta dukungan. Setelah mendapatkan dukungan keluarga, kakek 15 cucu ini belajar kesulinggihan dengan menjauhkan diri dari kehidupan duniawi dan lebih mendekatkan diri pada hal-hal niskala. Sebagai seorang pegawai negeri dan menyandang guru besar, ia belum berkonsentrasi penuh pada pengabdiannya di dunia spiritual. Namun, setelah masa pensiun, semua ditinggalkannya. “Bagi saya menjadi seorang sulinggih merupakan jalan yang sangat mulia, karena dapat membantu meringankan problem umat Hindu,” ujar ayah Ir. I Putu Eka Nila Kencana, M.Ti, I Made Dwi Pritaningsih, Ir Komang Sri Padma Dewiwati, M.Si (alm.), Ir I Ketut Catur Purusa Hartanegara, dan dr. Luh Putu Pancawati, Sp.M. ini.

Ia bersama istrinya I Nyoman Wasiki yang kini bergelar Ida Pandita Istri Jaya Dangka Ramana Putri
membangun pasraman di pinggir sungai Ayung. Tebing-tebing sungai ditumbuhi tanaman tinggi dan besar membuat pasraman Giri Sekar Wana tempat yang layak untuk bermeditasi. Suara burung di pepohonan, ikut menentramkan pikiran dan hati. “Kegiatan harian di pasraman ini mendalami ajaran sastra agama. Kegiatan dua minggu sekali, dua hari sebelum purnama dan dua hari sebelum tilem kami mengadakan diskusi dengan topik ajaran agama seperti Sarasamuscaya, Mahabrata, Ramayana termasuk geguritan, kidung, dan wirama,” ujar Mantan Guru Besar Fak. Peternakan Unud ini.
Kesibukan lain anggota Sabha Walaka PHDI Pusat ini pernah mengisi acara dharma wacana di salah satu televisi swasta nasional. Tugas pokoknya sebagai pandita melayani umat dalam masalah panca yadnya. Lelaki asal Jembrana ini, juga sering didatangi umat untuk dimintai nasihat. Ia sangat terbuka ketika orang datang melakukan meditasi di pasraman miliknya.

Rika menuturkan, hidupnya banyak dilalui dengan kesederhanaan. Berbekal nekad ia datang ke Denpasar untuk melanjutkan sekolahnya di SLUA Saraswati Denpasar. Di sanalah ia bertemu Wasiki dan mereka memiliki ketertarikan satu sama lain. Setelah menyelesaikan pendidikan SMA-nya, Rika melanjutkan studinya ke Fak. Perternakan Unud. Wasiki berkarier sebagai karyawab Telkom. Mereka sepakat menikah, dan Rika tetap melanjutkan kuliahnya. Kesibukan mengurus anak-anak dari perkawinannya dengan Rika, Wasiki lebih berkonsetrasi menjadi ibu rumahtangga. Setelah anak-anaknya besar, Wasiki kembali beraktivitas. Ia memilih menjadi guru TK di Desa Tegeh Sari Tonja. Sejak tahun 1976, Rika mulai melakukan tirtayatra ke berbagai pura yang ada di Bali, termasuk di luar Bali. Sekitar 80 pura telah ia datangi dan berbagai pengalaman spiritual ia dapatkan dari perjalanannya.

Kebahagiaan yang tidak pernah ia lupakan pada saat mendapat kesempatan mendak betara tirta Hyang Pasupati di Gunung Semeru tahun 1979 menjelang upacara 100 tahun sekali (Karya Eka Dasa Ludra).
Bersama rombongan yang dipimpin Jero Mangku Srinaja, pemangku Penataran Agung Besakih mereka berangkat ke Desa Senduro. Perjalanan dimulai dari Kota Lumajang Jawa Timur menuju kaki gunung Semeru. Jalan makin sempit melewati sungai beraliran deras dan penuh bebatuan. Makin ke hulu, tebing sungai di kiri dan kanan makin tinggi dan curam. Hutan bambu berganti hutan kayu lebat dengan pepohonan yang tinggi. Sesekali terdengar suara auman macan tutul yang menghuni hutan. “Perjalanan tidak mungkin dilanjutkan karena buntu oleh tebing batu yang sangat tinggi di kaki sebelah timur Gunung Semeru. Kami berkeliling memeriksa tempat tersebut, ternyata berhulu sempit dengan dinding batu tegak lurus dan bagian atasnya tidak terlihat karena tertutup semak belukar. Pada dinding batu tersebut ada aliran air kecil,” papar Ketua Trah Pasek seluruh Bali tahun 1989-1999 ini.
Tiba-tiba hal aneh dialami Rika. Ia mendengar suara sayup-sayup “Nembe Jani Nira Ketangkilin”. Setelah mendengar suara tersebut, Rika langsung menangis karena terharu. Jero Mangku mengambil keputusan untuk mendak betara tirta di tempat tersebut. Semua rombongan menyucikan diri dan bersiap mengiringi Jero Mangku melaksanakan kegiatan ritual mendak betara tirta. –ast

Koran Tokoh, Edisi 599, 4 s,d 11 Juli 2010

Minggu, 04 Juli 2010

Kesetaraan Gender di Denpasar dan Badung

Ada Desa Adat Berlakukan Hak Waris bagi Perempuan. KEMANDIRIAN kaum perempuan sebagai wujud kesetaraan gender ditunjukkan kaum perempuan, termasuk anggota PKK, telah terjadi di beberapa desa di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Hal itu terungkap dalam dialog LSM Bali Sruti dan para perempuan muda yang sudah mengikuti Pelatihan Kesetaraan Gender di RRI Denpasar, Rabu (30/6). Di Desa Mekar Bhuana, Kecamatan Abiansemal, Badung, misalnya. Dengan mengembangkan usaha membuat jajanan Bali, kacang dan canang sari, anggota PKK di desa tersebut mampu membantu penghasilan keluarga. Hasil usahanya dijual antara lain di pasar swalayan Denpasar.

Karo Umum Kantor Desa Mekar Bhuana Abiansemal Gusti Putu Kartini mengungkapkan, berkat usaha kelompok anggota PKK ini dengan bantuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), mereka mengelola usaha simpan pinjam khusus perempuan. Dana yang sudah digulirkan sekitar Rp 500 juta. Kemandirian kaum perempuan di desa ini makin meningkat sejak berdirinya Koperasi Wanita Dewi Kunti tahun 2009 yang hingga kini jumlah anggotanya 200 orang. Ia menyatakan, dalam hal pemberdayaan perempuan di bidang kepemimpinan, Desa Mekar Bhuana patut berbangga karena telah memiliki kepala desa perempuan, Ni Wayan Kerti. Kades ini selalu mengajak anggota PKK di desanya berkiprah dalam berbagai bidang kegiatan. Selain usaha makanan, juga dikembangkan penanaman toga di masing-masing lingkungan rumahnya.
Tak ketinggalan kaum perempuan di Desa Dauh Puri Kelod, Denpasar. Mereka terlibat langsung dalam pengawasan proyek PNPM. "Urusan perempuan tidak hanya sebatas kegiatan PKK, tetapi juga dalam pengawasan proyek PNPM termasuk memberikan masukan dalam membahas anggaran," ujar Kades. Dauh Puri Kelod I Made Wardana. Kegiatan pemberdayaan kaum perempuan di desa ini dimulai lewat pembinaan Seka Teruna Teruni (STT). Di Kelurahan Penatih, kaum perempuan turut dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk dan posyandu. "Pemberdayaan perempuan lebih banyak dilakukan lewat pembinaan organisasi PKK," kata Wakil Lurah Penatih Wayan Suryadi.

Kelian Banjar Istri
Perubahan besar dalam kehidupan adat untuk lebih menempatkan perempuan dalam kedudukan yang terhormat, telah diupayakan Desa Adat Panjer, Denpasar. Di desa adat ini sudah terbentuk krama banjar istri dan sudah ada kelian banjar istri. "Kaum perempuan diharapkan memberikan masukan dan pemikiran cerdas untuk kepentingan bersama yang dapat disalurkan dalam forum ini," kata Bendesa Adat Panjer Prof. Nyoman Budiana. Ia menambahkan, persoalan gender bukan hanya terkait kegiatan memasak di dapur, tetapi bagaimana kontruksi adat mampu menempatkan perempuan agar tidak terpinggirkan. "Kami sudah melibatkan perempuan dalam tiap kegiatan. Ada tiga orang perempuan menjadi pimpinan parpol. Kami juga memiliki tiga sanggar dan sekolah yang pimpinannya perempuan. Dalam perspektif hukum perempuan juga mendapatkan hak harta jiwa dana atau harta pusaka dengan kesepakatan keluarga. Warisan bukan lagi hak laki-laki tetapi perempuan juga berhak mendapatkannya," papar Guru Besar Undiknas University ini.

Budiana mengatakan, akses para perempuan yang bercerai dan kembali ke rumah asalnya makin dibuka lebar. Selama ini, perempuan yang bercerai selalu pulang ke rumah asalnya dengan tangan hampa. Mereka tidak mendapatkan harta gono-gini. Bahkan sampai di rumahnya, mereka dilarang naik ke merajan. "Kejadian ini membuat kami terus gencar melakukan pembenahan dan pencerahan kepada warga masyarakat," katanya.
Ia mengungkapkan, pemikiran para orangtua sudah ada kemajuan menyikapi proses perkawinan. Tahun 1960-an, perempuan yang akan dinikahi sering dilarikan. Sekarang tradisi meminang sudah menjadi kebiasaan. Saat proses peminangan, biasanya selalu diberikan pencerahan kepada calon pasutri hakikat perkawinan untuk menghindari kekerasan dalam rumah tangga.

Luh Anggreni dari LSM Bali Sruti mengatakan, untuk memberikan pemahaman perempuan muda tentang gender dan isu lokal, LSM Bali Sruti telah melakukan pelatihan partisipasi perempuan dalam pembangunan perdesaan kepada 75 orang perempuan muda di wilayah Pemkot Denpasar dan Pemkab. Badung.
Tujuannya, meningkatnya jumlah perempuan yang angkat bicara dan bertukar pendapat dalam pemetaan kebijakan publik. "Kegiatan ini diikuti STT dan anggota PKK yang berusia 30 tahun ke bawah. Kami sudah memiliki tiga angkatan," kata Anggreni. Setelah pelatihan ini diharapkan para perempuan lebih paham tentang gender dan lebih berperan aktif serta berpartisipasi dalam ranah publik untuk kepentingan bersama. –ast
Koran Tokoh, Edisi 599, 4 s.d. 11 Juli 2010

Salam Aston: Tangan Kanan di Dada Kiri

KARYAWAN Hotel Aston Denpasar memberikan salam spesial sebagai penghormatan kepada para tamunya. Dengan meletakkan tangan kanan di dada kiri memberi makna, Aston menyambut kedatangan para tamu dengan hangat, penuh keramahtamahan, dan rasa kekeluargaan. "Aston ingin memberi pelayanan yang berbeda dibanding hotel lain. Filosofi Aston, kami menyambut mereka dengan tangan terbuka dan memberikan pelayanan terbaik. Kami ingin para tamu merasa nyaman saat datang ke Aston," ujar Public Manager Hotel Aston Denpasar Adinda Ashrinintya, S.Sos.

Tamatan Fikom Universitas Airlangga ini mengatakan, salam ini berlaku di semua jaringan hotel dan vila di lingkungan Aston Internasional Indonesia. "Kami ingin memiliki ciri khas. Dengan melihat salam ini, masyarakat akan tahu ini sosok Aston Internasional Indonesia," jelas perempuan kelahiran Surabaya, 24 tahun silam ini. Pemberian salam khas ini dilakukan staf paling bawah yakni satpam sampai level atas. Saat kendaraan masuk Aston, satpam yang bertugas langsung menyambut tamu dengan salam hangat ini. Selain diperuntukkan tamu, salam ini juga biasa dilakukan antarstaf. Tujuannya, kata Adinda, agar membiasakan diri menggunakan salam ini dan menjaga hubungan baik dengan sesama staf dan menjalin rasa kekeluargaan. –ast
Koran Tokoh, Edisi 599, 4 s.d. 11 Juli 2010

Kamis, 01 Juli 2010

Keluarga Sukinah

KELUARGA ideal digambarkan ajaran Hindu sebagai keluarga sukinah (hita sukaya). Keluarga hita sukayah dilukiskan sebagai cukup sandang, pangan, papan, selalu rukun, dan berpendidikan. “Tujuan pendidikan agama Hindu dinyatakan sebagai pembentukan karakter luhur (swami satya narayana). Ajaran tat twan asi, engkau adalah aku dan aku adalah engkau, menjadi pijakan. Inilah cermin pendidikan budi pekerti baik. Anak berkarakter atau berbudi pekerti luhur lahir dari ibu yang berbudi luhur dan ayah yang penuh pengabdian kepada Tuhan dan kemanusiaan,” ujar cendekiawan Hindu Prof. I Made Titib, Ph. D.

Menurut Rektor Institut Hindu Dharma Indonesia (IHDN) Denpasar ini, anak baik berperilaku sebagai penolong utama dan pertama bagi orangtuanya. Istri sebagai belahan jiwa memberikan kesejukan kepada suami jika suami sedang bersedih hati.
Seorang istri juga berperan sebagai guru pertama bagi anaknya. Ibu yang menimang, memberikan makan, mengajar cara makan, membiasakan anak sejak kecil berdoa, dan mengajarkan kata manis dan baik. Namun, perkembangan anak tidak lepas dari peran ayah. Tanggung jawab serta perlindungan ayah kepada keluarga akan menjadi panutan seorang anak.

Karakter anak sangat ditentukan kedua orangtuanya, lingkungan, dan upacara yang berkaitan dengan proses kelahiran anak. Tugas dan kewajiban orangtua terhadap anak-anaknya tidak hanya berkaitan dengan kebutuhan jamani, juga pendidikan yang baik, lebih khusus pendidikan budi pekerti luhur.
“Pendidikan budi pekerti dapat ditunjukkan melalui keteladanan. Dalam keluarga anak diajari cara berbicara yang lembut, rajin sembahyang, rajin bekerja. Ini harus selalu dicontohkan kedua orangtuanya. Selain itu, sejak kecil, anak sebaiknya sudah dibisiki gayatri mantram di lubang telinga kiri dan kanan. Lingkungan rumah pun senantiasa dibiasakan kasih sayang dan pelayanan kepada siapa saja sebagai bentuk ngayah,” paparnya.

Di India ada kebiasaan kuno yang mengisahkan berbagai cerita mengenai pahlawan dan orang suci kepada ibu hamil. Janin dalam rahim diharapkan dapat terpengaruh dengan vibrasi cerita yang timbul melalaui diri sang ibu. “Tradisi mendengarkan mantram atau kitab suci Weda dan Sloka, seperti kakawin Ramayana atau Arjuna Wiwaha baik bagi wanita hamil,” ujarnya.

Pertengkaran dalam rumah tangga dinilai merupakan hal yang wajar. Zaman dulu sering ditandai ngambul-nya perempuan yang pulang ke rumah asalnya. Esoknya ia disusul suaminya. Biasanya orangtua atau orang yang dituakan menjadi tempat yang dituju pasutri untuk membantu menyelesaikan masalah mereka. Sampai sekarang, peran orang tua masih dianggap penting untuk membantu bilamana pasutri mengalami masalah dalam perkawinannya. Namun, ia menilai, cara ngambul, sudah mulai ditinggalkan. Dengan kesetaraan gender, pasutri hendaknya mampu menyelesaikan masalah mereka dengan lebih bijaksana. —ast

Koran Tokoh, Edisi 598

Usada Taksu Bali Layani Pengobatan Kanker

BERBAGAI macam benda spiritual yang dipajang Yayasan Taksu Bali di arena Pesta Kesenian Bali ke-32, menjadi daya tarik pengunjung. Di stan ini, I Made Mastresna, S.E, M.Si., pendiri Yayasan Taksu Bali, juga melayani konsultasi fisiognomi dan palmistri (membaca wajah dan garis tangan). Akupresur Usada Taksu Bali juga melayani pengobatan penyakit ringan sampai berat, medis dan nonmedis. Penyakit kanker dan tumor menjadi spesifiknya. Di sini tersedia berbagai macam herbal untuk pengobatan tradisional terbuat dari bermacam-macam jenis jamur. Predikat ’pendeta voodoo se-Asia’ yang disandang Mastresna menjadi daya tarik tersendiri. Tahun 2006 lelaki yang lahir bertepatan dengan perayaan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus ini diundang Prometra International (Association for The Promotion Traditional Medicine) dan African Traditional Medicine menghadiri konferensi pengobatan tradisional di Benin, Cotonou, Afrika Barat.

Konferensi dihadiri para dukun dari seluruh dunia. Menjelang penutupan konferensi ada agenda penting yakni pengangkatan pendeta voodoo se–Asia. Namun, pengangkatan pendeta voodoo bukanlah proses yang mudah. Kandidat harus melalui tes supranatural yang berat dan nyawa menjadi taruhannya. Mastresna menuturkan, ujian akhir yang paling berat, ia harus duduk di satu kursi ajaib yang berhias kain putih. Namun, kursi tersebut bukanlah kursi biasa. Jika ilmu supranaturalnya tidak mumpuni, yang duduk di situ tidak bisa bangun lagi dan langsung terkapar. Ia juga dikalungi kalung ajaib. Kalau kalung tersebut tidak berkenan, tidak bisa dibuka dan langsung mencekik leher pemakainya. Satu benda dilempar ke atas. Setelah diberi doa, hasilnya akan terlihat, apakah orang ini harus mati atau tidak. Mastresna berhasil melalui semua ujian tersebut, dan dinobatkan menjadi Pendeta Voodoo se-Asia oleh Presiden Voodoo Guendehou yang asal Afrika.

Afrika Mirip Bali
Voodoo atau vodou atau vodoun merupakan aliran kepercayaan baru. Aliran voodoo merupakan gabungan dari kepercayaan “Yoruba“ Afrika dengan pengaruh Agama Katolik. Menurut sejarah, ajaran ini berkembang di Kepulauan Haiti, berawal dibawanya para budak berkulit hitam dari Afrika Barat ke kepulauan tersebut oleh Inggris. Setelah budak-budak ini menetap di Haiti, secara perlahan-lahan, mereka mulai menggabungkan kepercayaan yang dianutnya (Yoruba dengan ajaran Katolik, yang dianut tuan-tuannya, orang Inggris). Penggabungan kedua aliran inilah yang kemudian dinamakan voodoo. Voodoo sering diidentikkan dengan ilmu hitam. Padahal, kata Mastresna, voodoo hampir sama dengan ilmu supranatural Bali (leak). “Kalau digunakan untuk kejahatan menjadi buruk, kalau digunakan untuk kebaikan bisa membantu atau mengobati,” kata lelaki yang sedang menekuni Program Doktor Pengkajian Agama dan Budaya di Unhi Denpasar ini.

Ia menyebutkan, sekitar 50 juta penganut voodoo di seluruh dunia, hanya 20% yang mempelajari ilmu hitamnya. Jadi, kata dia, tidak semua penganut ajaran Voodoo menggunakan ilmu hitam.
Ia berpandangan, rakyat Afrika sangat percaya pada dukun voodoo. Dukun-dukun itu mendapat penghormatan luar biasa dan memiliki kekuasaan.
Tahun 2004 seorang ahli voodoo yang berasal dari Afrika yang bernama dr. Erick Gbodossou datang ke Bali. Dengan tuntunan roh, tiba-tiba ia datang ke Celuk ke rumah I Made Mastresna. Tahun 2006, I Made Mastresna diundang mengikuti konferensi pengobatan tradisional di Benin, Afrika Barat, 18 s.d. 25 Februari 2006.

Mastresna berpandangan, kondisi Bali dan Afrika sangat jauh berbeda, tetapi ada kemiripan dalam adatnya. “Sebelum masuk ke tempat suci, para tamu dibersihkan terlebih dahulu. Ada sarana segehan agung dengan menggunakan penyembelihan ayam. Tamu yang datang, harus melewati segehan agung dan kakinya diolesi darah ayam segar. Ada juga arak brem. Bedanya, brem ini ditempatkan di labu yang sudah kering,” tuturnya.
Ia menambahkan, tempat suci mereka berbentuk linggam, dan ada sesajen juga yang harus dihaturkan; digunakan kambing dan ayam sebagai simbol purusa dan pradana.
Ia menyebutkan, masing-masing desa di Afrika memiliki sambeto atau di Bali disebut sesuhunan yang bentuknya seperti barong blutuk. Namun, bahannya berbeda; terbuat dari akar-akaran. Sambeto mampu berjalan sendiri yang digerakkan roh. Di Bali, ada orang yang masuk di dalamnya. Ada pemangku yang memandu diiringi gong ala Afrika. Biasanya dalam musim grubuk, sambeto berjalan sendiri untuk membersihkan wabah penyakit.

Sejak Kecil
Mastresna lahir di lingkungan keluarga yang beragama Hindu dan keturunan dalang wayang kulit dan pengusada (balian). Sejak kecil ia sudah mendapat bimbingan dari kakeknya mengenai supranatural dan kesenian tradisional. Saat usianya masih belia ia sudah bisa mendalang, menari, dan menabuh gender wayang. Setelah remaja ilmu supranaturalnya terus diasah, hingga dewasa ia menguasai ilmu-ilmu supranatural Bali seperti kundalini, cakra, kanda pat, dan sastra.

Ia mendapat julukan ‘Grand Master’ Perguruan Seni Bela Diri Tenaga Dalam Cakra Naga Siwa Sampurna, ‘Grand Master’ Tri Bhuana pengobatan segala macam penyakit medis tanpa sentuh, tanpa kimia, tanpa operasi, tanpa tusuk jarum serta bisa juga melalui foto atau jarak jauh. Juga, ‘Grand Master’ fisiognomi dan palmistri, perwakilan Prometra Internasional, promotion des medicines traditionelles di Indonesia dan Bali khususnya yang memiliki cabang di 20 negara, ‘Master Teacher’ kundalini reiki, ‘Master Teacher’ karuna ki, ‘Master’ vajra reiki tummo, ‘Grand Master’ prana sakti, ‘Jero Mangku Dalang’ calonarang, dan ‘Pendeta Voodoo se-Asia’. –ast

Resep Melahirkan Anak Suputra

Rencanakan Sejak di Ranjang. BANYAK ibu hamil asyik menonton sinteron televisi yang bertema kekerasan. Padahal, ada efek psikologisnya bagi janin dalam kandungan. “Anak yang lahir kelak bisa memiliki sifat dan perilaku yang tidak diinginkan,” jelas ahli agama Hindu Prof. I Made Titib, Ph.D.
Untuk mendapatkan anak suputra atau anak berbudi pekerti luhur ada resepnya dilihat dari kacamata ajaran Hindu. Resep ini harus diterapkan sejak suami dan istri sah berhubungan seks di ranjang cinta. “Ini penting direncanakan saat suami dan istri berhubungan badan,” jelasnya.
Dalam kitab Manavadharmasstra III.40,50 dikatakan, saat yang paling cocok melakukan hubungan suami istri untuk memperoleh anak yang baik, adalah 16 hari setelah mulainya mestruasi, empat hari setelah masa menstruasi atau setelah hari ke-5 sampai ke-12. Dalam Ayurweda dikatakan, jika suami istri melakukan hubungan badan di antara dua belas hari sejak selesai menstruasi, maka anak yang akan lahir sempurna, sehat serta bijaksana.

Dalam kitab Mahabarata disebutkan, Yudistira pernah diuji dengan sebuah pertanyaan yang berbunyi, orang yang bagaimana disebut bahagia? Yudistira menjawab, orang yang bisa memasak tiap hari, rukun dalam keluarga, dan tidak memiliki utang.
Lalu, apakah Pandawa itu keluarga sukinah? Dewi Kunti sayang kepada kelima anaknya meskipun dua anaknya Nakula dan Sahadewa anak tiri. Lima bersaudara ini sangat rukun, mereka memiliki rasa sayang yang tinggi. Mereka memiliki pengetahuan ajaran suci. Dewi Kunti dengan segala kekurangannya termasuk wanita ideal. Kasih sayangnya pada anak membuat semua putranya bersujud di kakinya. Yudistira memberikan teladan kepada adik-adiknya.

Jika seorang anak mendapat pendidikan budi pekerti baik dalam keluarga, mereka tidak kesulitan belajar maupun memperoleh pekerjaan. Ketika seorang anak mencapai tingkat kedewasaan dalam meniti karier semua rintangan dapat diatasi. “Kita dapat membandingkannya dengan mereka yang menjadi perampok, peminum alkohol, pecandu narkoba, terjerumus pelacuran. Akar pertama gagalnya ada pada penanaman pendidikan budi pekerti,” tandasnya.

Hal penting dalam proses pendidikan Hindu yakni upacara yadnya. Upacara ini berhubungan dengan sarira samskara atau manusa yadnya. Jika upacara ini dilaksanakan seseorang dalam tiap perubahan statusnya, maka upayanya tergolong kegiatan pendidikan. “Upacara itu sebenarnya mengandung unsur memengaruhi anak membentuk watak mereka dan bertujuan memberikan kebahagiaan lahir batin sesuai dengan tujuan agama Hindu. Upacara saat masih dalam kandungan ibunya dengan upacara magedong-magedongan, kemudian anak lahir berganti status menjadi anak, remaja, dan menginjak perkawinan, selalu disertai upacara yadnya,” jelasnya. —ast

Koran Tokoh, Edisi 598, 27 Juni s.d 3 Juli 2010