Sabtu, 27 Juni 2009

Harm Reduction Terbukti Hasilnya

INDONESIA sedang menghadapi masalah besar. Penularan HIV/AIDS lewat narkoba suntik terus meningkat. Dalam UU Narkotika dan Psikotropika pengguna narkoba dianggap pelaku tindak kriminal. Konsekuensinya, ia masuk lembaga pemasyarakatan. “Persoalan baru timbul. Di lapas mereka malah menyuntik bareng-bareng. Akibatnya, lapas menjadi ladang pembibitan penularan HIV/AIDS. Keluar dari lapas mereka kembali ke istri atau berhubungan seks dengan perempuan lain,” ujar Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A. M.P.H.

Perempuan kelahiran Sulsel tahun 1940 ini mengatakan, saat pertama kali kasus HIV/AIDS ditemukan tahun 1987 di Bali penularannya masih lewat hubungan seks. Saat itu kemampuan untuk mendeteksi masih minim. Ketika UU Narkotika dan Psikotropika menempatkan pengguna sebagai pelaku tindak kriminal, revelensi pengguna narkoba suntik meningkat tajam.

Satu-satunya dan orang pertama di Asia yang duduk sebagai ketua Komisi di PBB bagian Hak Anak ini mengatakan, perkembangan estiminasi jumlah pengguna narkoba suntik tahun 2002 berjumlah 160.000. Tahun 2006 meningkat menjadi 220.000. Sebanyak 52% pengguna berusia produktif, 15-24 tahun.

Penyebarannya mulai merambah ke beberapa wilayah di Indonesia. “Bencana HIV/AIDS menyebar ke masyarakat umum. Akibatnya daya tahan masyarakat menurun. AIDS menyebabkan peningkatan TBC, kanker, liver, penyakit kulit, dan mata. Pengguna narkoba yang terinfeksi virus HIV/AIDS dapat menderita kebutaan,” ungkap istri mantan gubernur NTT Ben Mboi ini. Ia menegaskan, pengguna narkoba suntik adalah pasien. Mereka, kata Nafsiah, harus dirangkul dengan pendekatan kesehatan masyarakat.

Ia berpandangan untuk mengatasi masalah narkoba diperlukan pendekatan komprehensif. “Selain dengan pengurangan pemasokan, pengurangan permintaan, diperlukan juga harm reduction karena masih ada 200.000 yang menyuntik. Mereka berhak mendapat pengobatan dan pemulihan dari ketergantungan narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya. Mereka korban para pengedar. Mereka berhak mendapat upaya pencegahan dengan harm reduction dan juga pemulihan,” paparnya dalam Workshop Komunikasi Akomodatif dan Konsultatif Media Massa untuk P4GN (Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba) dan Penanggulangan HIV/AIDS, Kamis (25/6) di Denpasar.

Harm reduction adalah pengurangan dampak buruk narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya. Harm reduction meliputi pendidikan konseling dan layanan pencegahan dengan layanan jarum suntik steril. Hal ini, kata dia, agar pengguna tidak menyuntik bareng-bareng dan menghindari mereka tertular virus hepatitis B, C, atau HIV/AIDS. Harm reduction juga meliputi layanan pengobatan substansi obat dengan metadon. “Dengan pemberian metadon dalam bentuk oral, pasien tidak sakaw. Cukup diminum sekali sehari,” ujar anggota DPR RI tahun 1992 s.d. 1997 ini. Selain itu, menurut Nafsiah, pengguna juga harus dibekali pengetahuan tentang penggunaan kondom. Para pemakai biasanya melakukan hubungan seks sembarangan. Yang sudah terinfeksi HIV/AIDS memunyai hak akses pengobatan. Mereka diberi obat ARV.

Ia mengatakan tahun 2004 s.d. 2007 terjadi peningkatan jumlah pengguna narkoba suntik di Medan, Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Dengan layanan ini terjadi perubahan tingkah laku dengan menurunnya keinginan menyuntik bareng-bareng di kota-kota tersebut. Disayangkan, di Jakarta malah terjadi peningkatan. Menurut dia, hal ini disebabkan maraknya urbanisasi yang tak terkendali. Harm reduction terus ditingkatkan di lapas. Keberhasilannya sudah terbukti “Kematian akibat HIV/AIDS menurun. Tahun 2008 kematian menurun dari 20 % menjadi 17%,” katanya. Tahun 2008 harm reduction sudah diterapkan di 38 tempat di 14 provinsi (44 kabupaten/kota). Tahun 2010 diharapkan dapat mencapai 120 di 19 provinsi.

Nafsiah menegaskan, segala cara diupayakan agar dalam kurun waktu tahun 2009-2010 keadaan menjadi lebih baik. Dengan harm reduction terbukti penularan HIV/AIDS menururn. “Pencegahan lebih murah. Dengan harm reduction ratusan generasi muda bisa diselamatkan. Mereka dapat produktif kembali,” tandasnya. –ast

Sudah dimuat di Koran Tokoh, Edisi 546, 28 Juni 2009





Tidak ada komentar: