Kamis, 22 Maret 2012

Antibiotika Bukan Obat Dewa

Praktik penggunaan antibiotika seringkali dijumpai di kalangan masyarakat dengan bebas. Padahal, dalam kemasan obatnya jelas tertulis bahwa antibiotika harus diperoleh dengan resep dokter.
Dosen Bagian Farmasi Kedokteran FK Unud Dra. I A A Widhiartini, Apt., MSi. mengatakan, praktik ini tidak hanya terjadi di retail farmasi. Namun, ada juga di praktik dokter di daerah perkotaan yang sangat padat. Bahkan, yang lebih buruk, penjualan antibiotika di warung. Ironisnya, antibiotika dianggap sebagai obat biasa yang dapat diperoleh dengan membeli bebas. “Semua itu terjadi karena, keinginan masyarakat untuk cepat sembuh dari segala macam keluhannya. Belum lagi banyaknya promosi obat juga berperan besar dalam pembentukan sikap masyarakat dalam menggunakan obat termasuk antibiotika,” kata Anggota Himpunan Seminat Farmasi Masyarakat (Hisfarma) ini. Tak jarang masyarakat mendiagnosa sendiri keluhannya sebagai penyakitnya dan mempengaruhi dokter untuk meresepkan antibiotika. Hanya sayangnya risiko di balik penggunaan antibiotika secara sembarangan itu tidak diperhatikan.

Ia menegaskan, satu hal yang perlu dipahami akibat praktik tersebut“semakin banyak penggunaan antibiotika semakin sedikit antibiotika yang dapat dimanfaatkan untuk penanganan infeksi” karena meningkatnya kekebalan bakteri terhadap antibiotika. Ia mengatakan, antibiotika bukanlah “obat dewa” yang bisa menangani segala penyakit dan penggunaannya memerlukan pengaturan khusus. “Antibiotika merupakan suatu kelompok obat yang dapat menghentikan pertumbuhan bahkan membunuh jasad renik, spesifiknya bakteri. Sesuai dengan sifatnya sebagai antibakteri, tentunya penyakit lain seperti batuk, pilek biasa, atau diare yang belum jelas penyebabnya belumlah tentu memerlukan penggunaan antibiotika,” ujar IAI Bali ini. Antibiotika juga tidak diperlukan pada penyakit akibat virus. Pengaturan khusus antibiotika ini terutama dikaitkan dengan adanya beberapa permasalahan resistensi bakteri, risiko toksisitasnya terhadap manusia, tingginya pembiayaan, serta konsekuensinya terhadap lingkungan sekitarnya. Pengaturan sangat dibutuhkan, kata dia, mengingat tingginya kasus infeksi di Indonesia.
Ia menyebutkan, ada beberapa pertimbangan dalam penggunaan antibiotika seperti: jenis penyakit infeksi yang sering terjadi yang sesuai gejala klinis pasien, riwayat penyakit dan pengobatan, kondisi fisik: usia, berat badan, ada tidaknya kehamilan atau sedang menyusui, ada tidaknya gangguan fungsi organ saluran cerna, hati dan ginjal.

Sebagai satu obat, kata dia, antibiotika tentu saja memiliki efek samping selain efek utamanya sebagai antibakteri. Efek samping yang sering dijumpai setelah penggunaan antibiotika antara lain, gangguan saluran pencernaan yang diwujudkan sebagai mual, muntah, kembung, dan diare. Gangguan seperti alergi pada kulit dapat berupa efek samping yang ringan berupa kemerahan, gatal-gatal, sampai pada gangguan berat berupa pembengkakan pada mata, lidah, atau wajah yang tentunya memerlukan penanganan lebih lanjut secara cepat. Beberapa efek samping lain, yang dapat muncul pada penggunaan jangka lama adalah infeksi jamur pada mulut dan saluran cerna, sebagai akibat dari gangguan kehidupan bakteri/flora normal oleh antibiotika. Efek lain yang paling berat dapat berkembang sampai terjadinya kesulitan pernafasan dikenal sebagai syok anafilaktik yang berakhir pada kematian jika terlambat penanganannya. Tetrasiklin misalnya, dapat mengakibatkan kerusakan gigi atau tulang, sehingga penggunaannya dihindari pada anak usia pertumbuhan. Antibiotika kloramfenikol dapat menekan sumsum tulang sehingga mengganggu pembentukan sel darah merah. Demikian juga antibiotika golongan tertentu dapat mengakibatkan gejala hepatitis. Antibiotika golongan sulfa dapat memicu pembentukan batu oksalat di ginjal jika dikonsumsi bersamaan dengan makanan/minuman asam. Antibiotika kelompok aminoglikosida selain beresiko vertigo, kerusakan ginjal, dapat juga mengakibatkan ketulian. Beberapa pasien yang mengalami kelainan hati atau ginjal, perlu membatasi penggunaan dan memerlukan pemantauan lebih jauh. Sedangkan pada kehamilan dan menyusui pembatasan antibiotika sangat diperlukan karena dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang dikandungnya.

Konsumsi antibiotika secara tidak tepat dan tanpa pemantauan klinik dalam jangka panjang dapat berakibat buruk terhadap tubuh, terutama bagi anak-anak karena menekan kekebalan tubuh secara alami. Anak-anak menjadi lebih sensitif terhadap infeksi dan menjadi lebih mudah sakit, bahkan ada yang mengkaitkan dengan munculnya alergi di kemudian hari.
Ia mengatakan, sampai saat ini belum ada tanaman obat yang dapat menggantikan antibiotika yang ada saat ini. Beberapa tanaman obat seperti kunyit, sirih, piduh memang memiliki efek antibiotika untuk beberapa mikroba penyebab penyakit secara laboratorium, namun memerlukan kajian lebih lanjut dan belum mampu menggantikan antibiotika yang sudah ada. –ast

Tips Penggunaan antibiotika
Minumlah antibiotika sesuai petunjuk dokter atau apoteker antara lain:
1. Untuk antibiotika sirup kering, apakah sudah siap digunakan ataukah memerlukan pengenceran? Jika sediaan masih berupa sirup kering maka perhatikan cara menyiapkan sediaan pada kemasan. Perhatikan volume air minum yang ditambahkan agar dosisnya sesuai.
2. Jika berupa puyer atau serbuk per oral, dapat ditambahkan 2-5 ml air untuk memudahkan minum obat.
3. Jika pada label dicantumkan penggunaan 1 kali sehari, 2 kali sehari atau 3 kali sehari, maka penggunaan yang tepat adalah setiap 24 jam, 12 jam atau setiap 8 jam.
4. Konfirmasi cara penggunaannya yang tepat sebelum, bersamaan, atau sesudah makan. Demikian juga kombinasinya dengan makanan atau minuman agar penyerapan obat dapat berlangsung optimal.
5. Hubungi dokter atau apoteker jika terjadi reaksi obat yang berlebih atau tidak lazim untuk menghindari reaksi obat yang berbahaya.
6. Simpan sediaan antibiotika dalam kemasan dalam keadaan tertutup rapat, pada kondisi suhu dan kelembaban sesuai petunjuk pada label atau saran apoteker agar stabilitas dan efektifitas obat optimal sepanjang batas penggunaannya..
7. Buanglah sisa sediaan antibiotika yang tidak digunakan, dalam kemasan utuh, tutup rapat dengan kantong terpisah agar mudah dipisahkan dan tidak mencemari lingkungan.
8. Jangan menggunakan antibiotika yang pernah digunakan sebelumnya untuk menangani keluhan yang sama berikutnya. Perlu diingat bahwa penyebab timbulnya penyakit dapat berbeda-beda, walaupun terkadang keluhan atau gejala yang ditimbulkan sama. –ast

Koran Tokoh, Edisi 685, 12 s.d 19 Maret 2012

Senin, 19 Maret 2012

Seliter Beras Bertiga Sebungkus Rokok Sehari

Rokok dapat diumpamakan senjata yang tidak hanya menembak diri sendiri, tapi juga orang lain. Prov. Bali sudah memunyai Perda Kawasan Tanpa Rokok Nomor 10 tahun 2011. Ada 7 kawasan yang diatur, fasilitas kesehatan, tempat proses belajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum, dan tempat lain yang ditetapkan nantinya. Walau pun sudah disahkan bulan November 2011, Perda KTR ini rencananya akan efektif diberlakukan Bulan Juli 2012. Bagaimana kesiapan masyarakat, pemerintah, dan swasta untuk melaksanakan Perda KTR ini?

Tubagus K. Harbianto M.S.H. dari Fakta Jakarta menyatakan, pengeluarkan Perda KTR merupakan langkah maju. Namun, sebuah legilasi harus diikuti perencanaan baik dengan sumber daya yang cukup. Menurutnya,harus mewaspadai industri rokok, yang bisa melemahkan, meremehkan, dan menghapuskan aturan yang dibuat. “Kita bisa melihat sebagai perbandingan, kebijakan di Kota Tokyo. Di semua tempat tidak boleh merokok, hanya boleh merokok di tempat khusus merokok. Lantai trotoar ditulisi larangan merokok,” ujarnya dalam Workshop Pengembangan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok yang diselenggarakan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Bali, Sabtu (10/3) di Hotel Grand Shanti Denpasar.
Satu data mecengangkan dipaparkan Dosen IKM FK Unud Made Kerta Duana, M.P.H. Indonesia menduduki urutan ketiga sebagai perokok setelah Cina dan India. Sebanyak 46,7% siswa pernah perokok, bahkan 19 persen diantaranya usia mereka berkisar di bawah 10 tahun. Ironisnya, masyarakat miskin lebih banyak mengonsumsi rokok, daripada masyarakat menengah ke atas. “dalam satu keluarga, seliter beras dibagi bertiga dalam sehari, sementara rokok sebungkus bisa habis sehari,” kata Duana.
Rokok menempati urutan kedua kebutuhan pokok. Khusus di Kota Denpasar 64 persen masyarakat merokok di rumah. “Kalau di rumah saja sudah merokok, apalagi di tempat lain,” keluh Duana.
Data menunjukkan sebanyak 34 persen remaja Denpasar perokok. Lebih banyak laki-laki dan mereka merokok karena ajakan teman sebaya. Sebagian besar remaja menerima ajakan merokok karena rasa ingin mencoba. Kalau mereka tidak mau, takut dibilang banci. Ga keren, kalau ga merokok. Keluarga yang ada perokoknya, menurun pada anaknya menjadi perokok sekitar 38 persen.
Budi Suryawan dari Satpol PP Kota Denpasar menyatakan, walaupun merokok sangat berbahaya, tak mungkin menghentikan pabrik rokok. “Mungkin pabrik rokok buat inovasi baru, rokok bisa mengeluarkan asap segar dan tidak membuat orang lain teracuni,” katanya. Ia meminta tindakan nyata pemerintah. Kerja sama dengan media televisi untuk menunjukkan bahaya merokok.
Ia menuturkan, empat tahun lalu ikut workshop di Bogor. Disebutkan ada 4 industri rokok, sekarang sudah puluhan. Penyebab orang merokok, mudah dicari dan Peraturan Wali Kota (Perwali) Denpasar belum ada sanksi.

Siti Sapurah meminta Perda KTR yang sudah ada dibawa masuk ke wilayah diknas. “Perda ini bisa disosialisasikan dari TK sampai PT, agar mereka menyadari bahaya asap rokok bukan hanya menyerang si perokok, tapi orang lain yang menghirup asapnya juga kena,” ujar aktivis perempuan ini.
Kadis Kesehatan Denpasar dr. Sri Armini menyatakan, sudah ada raperda yang dibahas bersama DPRD Kota Denpasar. Dalam Raperda tersebut menyatakan, sanksi Rp 200 ribu bagi perokok yang merokok di kawasan bebas rokok, dan bagi kepala institusi yang tidak melaksanakan itu dikenai denda Rp 1 juta. Sebelum Perda keluar, Perwali tujuannya untuk sosialisasi awal, bahwa dalam kawasan tersebut dilarang merokok. Perwali diawali dengan survei ke masyarakat. Tujuannya, kata dia, agar program ini berjalan dengan baik. Program juga akan dimonitoring dan dievaluasi, agar tidak ada pro kontra.
Menurut Ketua Komisi DDPRD Kota Denpasar Wayan Sugiarta, menutup pabrik rokok belum juga menyelesaikan masalah. Perokok tetap akan merokok dengan membuat linting dari daun tembakau. Jadi yang diperlukan, bagaimana mengubah prilaku masyarakat agar tidak merokok.
Ia mengatakan, pajak industri rokok relatif kecil. PAD Kota Denpasar lebih banyak dari pajak hotel, restoran dan hiburan. “Tidak perlu khawatir ada intervensi produsen rokok. Denpasar siap untuk Perda Kawasan Tanpa Rokok,” tandasnya.
Menurut Tubagus, penanggungjawab kawasan memunyai kewajiban untuk berperanserta seperti mendata berapa sekolah di Denpasar, berapa hotel, dan tempat yang termasuk dalam kawasan tanpa rokok tersebut.
“Kalau kita bandingkan, cukai rokok X, maka pengeluaran dana negara tiga sampai lima kali untuk mengobati pasien,” ujarnya. Menurutnya, bicara merokok, bukan hanya menyangkut kesehatan tapi ada efek ekonomi dan lingkungan. Kalau dulu disebut, gak keren kalau ga merokok. Mari kita balikkan menjadi keren kalau Anda tidak merokok.
Ayu Rai Andayani dari Dinas kesehatan Prov. Bali mengungkapkan, Perda KTR No 10 Tahun 2011 merupakan komitmen Gubernur Bali menciptakan clean and green province. Perda 10 tahun 2011 terdiri dari 8 Bab dan 19 pasal. Walau pun banyak pro kontra, tapi yang tertuang sudah merupakan win win solulation.
Dalam Pasal 11 disebutkan, pengelola, pimpinan atau penangungjawab tempat kerja dan tempat umum dapat menyediakan tempat khusus merokok. Tempat khusus merokok harus memenuhi syarat, ruang terbuka, terpisah dari gedung atau ruang yang digunakan beraktivitas, jauh dari pintu masuk dan keluar, jauh dari tempat orang berlalu-lalang.
Pasal 13 disebutkan, tiap orang dilarang merokok di KTR. Setiap orang/badan dilarang mempromosikan, mengiklankan, menjual atau membeli rokok di KTR.
Pasal 18 menyatakan, setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan pasal 12 dan 13 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.
Menurut Ayu, kalau banyak terjadi pelanggaran, ada peluang untuk menaikkan denda. “Mungkin ada yang tidak berkenan dengan sanksi tersebut. Tapi kami memunyai kesempatan melakukan revisi. Perda tersebut bersifat pembinaan yang nantinya dapat dikutinya dengan perubahan tingkah laku masyarakat,” katanya.
Ia berharap, Perda kab/kota akan membedakan sanksi yang diberikan kepada orang atau badan.

Denda berdasarkan kesepakatan kab/kota masing-masing berapa selayaknya denda tersebut.
Walaupun sudah ditetapkan bulan Novermber 2011, Gubernur Bali akan memberlakukan efektif Bulan Juli 2012. Pengaturan iklan rokok, kata dia, juga sedang digencarkan. “Jangan sampai, kawasan sekolah tanpa rokok, di luar sekolah berjarak 100 meter ada baliho iklan rokok yang besar,” imbuhnya.

Rika Suwardi dari konsultan media Campaign for Tobacco-Free Kids (CTFK) menilai, media memunyai peran dalam mendukung KTR di Bali. “KTR bukan melarang orang merokok, tapi hanya mengatur dimana orang merokok,” tegasnya. Ia mengatakan, industri rokok berkilah, katanya industri pariwata akan mati. Padahal, kata Rika, pengalaman di banyak tempat, implementasi KTR justru menguntungkan. Hotel Plaza Surabaya, sudah menetapkan 100 KTR. Saat tamu check in mereka harus tanda tangan siap mendukung KTR. Denda Rp 1 juta kalau ketahuan merokok. Merokok di kamar mandi juga dikenakan denda. Sejak diterapkan 100 persen KTR, okupasi hotel meningkat tajam. Selain itu, pegawainya jarang sakit. Dari house keeping dilaporkan, terjadi penghematan untuk seprei dan karpet. Partikel asap merokok, bisa menempel di karpet dan sofa selama 3-5 tahun. Perawatan kamar perokok jauh lebih mahal.

Ia mengaku miris, dengan satu data yang diungkapnya. Sekitar 70 persen orang miskin pengeluaran rokok menjadi urutan nomor dua setelah beras. Ketiga pulsa. Pendidikan ke 8 dan kesehatan urutan ke 15.
Rohman wakil AJI Denpasar mengatakan siap mengawal isu bahaya merokok dan mendukung adanya kawasan tanpa rokok. –ast

koran tokoh, edisi 685, 19 s.d 25 maret 2012





Minggu, 11 Maret 2012

Daya tahan Tubuh Menurun Waspadai Gondongan

Made mengalami demam. Badannya terasa lemas. Ia merasa nyeri pada rahang bagian belakang saat membuka mulut dan mengunyah. Beberapa hari kemudian terjadi pembengkakan di lehernya. Made kebingungan. Tetangganya bilang, pasti ia kena magic. Namun, kata dokter yang memeriksanya, Made menderita gendongan. Apa itu penyakit gendongan?

Dosen pengajar di Bagian/SMF. Mikrobiologi Klinik FK.UNUD/RS.Sanglah dr. Made Agus Hendrayana, M.Ked. mengatakan, gendongan atau parotitis mumps merupakan penyakit yang menyerang kelenjar ludah akibat terinfeksi virus jenis paramyxovirus. "Kelenjar ludah yang diserang terletak di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah," ujar wakil Sekretaris IDI Denpasar ini.
Magister Ilmu Kedokteran Tropis ini mengatakan, tidak semua orang yang terinfeksi virus ini menunjukkan gejala bengkak di leher bagian atas, pada penderita yang asimtomatis gejalanya tidak terlihat. Pada awalnya penderita gendongan dapat mengalami gejala demam, badan terasa lemas, nyeri rahang bagian belakang terutama saat membuka mulut dan mengunyah. Kemudian terjadi pembengkakan di salah satu kelenjar di bawah telinga dan kemudian sebagian besar penderita pada kedua kelenjar dapat mengalami pembengkakan. Ia menyebutkan, pembengkakan kelenjar biasanya berlangsung sekitar 3-5 hari dan setelah menyembuh berangsur mengempis.

Ia mengatakan, gendongan berbeda dengan gondok. Gondok merupakan suatu keadaan tubuh kekurangan yodium dan ditandai pembengkakan kelenjar tiroid di leher, sedangkan gendongan termasuk ke dalam penyakit infeksi paramyxovirus.
Menurutnya, penyakit gendongan dapat terjadi dimana saja dan bukan disebabkan perubahan cuaca atau musim. "Penyakit ini bisa terjadi di seluruh dunia dan dapat menjadi wabah pada suatu wilayah tertentu," paparnya lebih jauh. Ia mengatakan, seseorang bisa terkena penyakit gendongan biasanya akibat daya tahan tubuhnya yang sedang menurun atau tidak sedang dalam kondisi yang fit, sehingga penyakit mudah masuk kedalam tubuh. "Kalau seseorang kondisi daya tahan tubuhnya sedang tidak baik penyakit apapun gampang menyerang termasuk virus penyebab penyakit gendongan," kata dokter Agus.
Ia mengatakan, penyakit gendongan, cenderung menyerang anak-anak yang berumur 2-14 tahun. Biasanya kejadiannya meningkat di sekolah-sekolah atau tempat penitipan anak. Bila ada satu anak yang terkena, dapat saja temannya terserang juga. Tetapi anak berusia di bawah 1 tahun sangat jarang terkena gondongan karena masih adanya antibodi dari ibunya

Menurutnya, penyakit ini sangat menular. "Virus penyebab gendongan dapat ditularkan melalui kontak langsung, terutama percikan ludah saat batuk atau berbicara, dan muntahan penderita," ujar Sekretaris Bagian/SMF. Mikrobiologi Klinik FK.UNUD/RS.Sanglah ini.
Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang buah zakar pada pria, indung telur ovum pada wanita, sistem saraf pusat, pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya yang menyebar melalui peredarah darah atau cairan limfe.
Ia mengatakan belum dilaporkan penderita meninggal akibat gendongan. Penyakit yang parah akibat gendongan bisa terjadi pada orang dewasa yang biasanya telah memiliki riwayat penyakit lain sebelumnya.

Bukan Mistik
Ayahda Putu Prasista Ardyaswari Mahavira ini menegaskan, penyakit gendongan bukan akibat mistik atau sejenisnya. Pengobatan tradisional yang biasanya diberikan di masyarakat bisa saja dilakukan sepanjang tidak menggunakan hal-hal yang membahayakan dari segi kesehatan. Pengobatan tradisional bisa mengurangi simtomatis yang dirasakan penderita dan memberikan efek psikologis dan rasa nyaman.
Suami I Dewa Ayu Novia Saraswati,S.H. mengatakan, penyakit gendongan biasanya akan sembuh sendiri tanpa pengobatan. “Biasanya untuk mengurangi keluhan seperti obat penurun panas dan nyeri misalnya parasetamol dan sejenisnya. Penderita harus istirahat dan mengurangi kegiatan. Rasa nyeri dapat dikurangi dengan melakukan kompres hangat pada bagian tubuh yang bengkak. Pemberian antibiotika tidak berguna karena penyebab infeksi adalah virus yang tidak mati oleh antibiotika,” paparnya lebih jauh. Penderita biasanya diberi makan yang lunak sehingga mudah di kunyah dan ditelan sehingga tidak menimbulkan rasa nyeri. Pemberian vitamin dapat dilakukan untuk menambah daya tahan tubuh penderita sehingga cepat membaik.

Tips mencegah penyakit gendongan:
• Penderita yang sedang sakit dianjurkan tidak masuk sekolah atau melakukan aktivitas di keramaian karena akan dapat sebagai sumber yang menularkan kepada orang lain.
• Usahakan anak yang masih sehat jauhi dari penderita gendongan agar tidak tertular.
• Pencegahan penyakit gendongan dapat pula dengan pemberian vaksinasi MMR (mumps, morbili, rubela) yang merupakan bagian dari imunisasi pada masa anak-anak.
• Selain itu tetap jaga daya tahan tubuh dengan makan makanan bergizi dan hindari faktor kelelahan, cuaca dingin seperti kehujanan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh. -ast

Edisi 684, 12 s.d 19 Maret 2012

Senin, 05 Maret 2012

Menjaga Mata tetap Sehat

Mata merupakan jendela hati. Mata sehat adalah mata yang tidak sakit sehingga dapat memberikan tajam penglihatan yang optimal. Namun, masih banyak orang yang menganggap sepele urusan menjaga kesehatan mata. Beberapa orangtua membiarkan anak-anak mereka terpapar berlama-lama dengan komputer karena keasyikan main game. Padahal, urusan mengobati penyakit mata, lebih susah dibandingkan mencegahnya.

Staf Bagian Ilmu Kesehatan Mata FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar dr. Putu Yuliawati, Sp.M mengatakan, anak-anak yang sudah terbiasa berlama-lama di depan komputer atau play station seringkali mengalami kelelahan mata. Selain itu, leher dan punggung akan mengalami sakit karena posisi duduk yang kurang benar. “Saat mata melihat dekat akan terjadi proses akomodasi mata. Artinya, proses mencembung dan memipihnya lensa mata oleh otot siliaris mata. Apabila akomodasi ini terjadi terus menerus akan mengakibatkan kelelahan mata, rabun dekat dan jauh,” jelasnya.

Ia menyebutkan, gangguan mata dapat disebabkan infeksi dan noninfeksi. Gangguan mata dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan atau penglihatan tetap normal. Penurunan tajam penglihatan dapat terjadi secara mendadak atau perlahan-lahan di mata merah. Gangguan mata juga dapat terjadi di mata tenang dengan penurunan penglihatan yang terjadi perlahan lahan atau menurun mendadak.
Contohnya, mata tenang dengan penglihatan kabur perlahan lahan seperti katarak, kelainan retina akibat hipertensi dan diabetes militus, glaukoma kronik.
Mata tenang dengan penglihatan kabur mendadak seperti, saraf mata lepas. Mata merah dengan penglihatan normal : atau konjungtivitis. Mata merah dengan penglihatan kabur perlahan lahan seperti skleritis, uveitis. Mata merah dengan penglihatan kabur mendadak seperti glaukoma kongestif akut. Penyebab infeksi dapat disebabkan bakteri, virus, jamur, dan alergi. Penyebab noninfeksi karena trauma mata, proses degeneratif, kelainan metabolisme, dan tumor (keganasan).

Dokter Yuliawati memberi tips penanggulangan pertama jika terjadi gangguan pada mata. Jika terkena bahan kimia, segera cuci mata dengan air mengalir sampai bersih untuk mengurangi konsentrasi agent kimia kontak dengan permukaan mata. Jika penyebabnya bukan bahan kimia segera konsultasi dengan dokter mata agar mendapat solusi penanganan yang tepat.
Jika menonton televisi, ia menganjurkan jarak yang baik, 5 kali diagonal layar. Jarak ideal ini dapat dihitung sendiri dengan cara: diagonal layar (jarak ujung layar kiri atas ke ujung layar kanan bawah) dikali 5 dikali 0,0254 m (1 inch = 0,0254 meter). –ast

Tips bagi pekerja yang tiap hari berhadapan dengan komputer:
• Menggunakan filter layar komputer untuk mengurangi radiasi
• Menggunakan layar komputer yang radiasinya rendah.
• Mengatur jarak pandang mata dengan monitor komputer. Idealnya jarak pandang mata dengan monitor adalah 50-70 cm.
• Sesuaikan posisi monitor dengan mata, jangan terlalu tinggi dan rendah karena berpengaruh kepada leher. Idealnya posisi monitor lebih rendah dari pandangan mata yaitu bagian tengah monitor berada 10-25 cm di bawah mata.
• Sesuaikan pencahayaan monitor dan ruangan dengan intensitas kenyamanan mata. Jangan menggunakan cahaya yang terlalu terang dan redup karena membuat mata cepat lelah. Posisi cahaya yang berada di atas kepala atau jendela tidak berada di sekitar meja kerja, tidak membelakangi karena timbul bayangan di monitor, dan tidak di depan mata karena akan silau.
• Istirahatkan mata sejenak untuk mengendurkan otot-otot mata, memandang tanaman hijau atau birunya langit.
• Sering mengedipkan mata, jika mata terbuka terlalu lama karena konsentrasi di depan komputer menyebabkan mata cepat kering. Mata kering akan cepat iritasi, dan iritasi mata membuat mata terasa sepat dan perih.
• Konsumsi vitamin mata yang mengandung : beta karoten, bilberry, lutein, astaxantin, zeasantin.
• Segera periksa ke dokter mata bila terjadi gangguan mata.

Tips menjaga agar mata tetap sehat:
• Jalani gaya hidup sehat dan konsumsi vitamin mata.
• Beraktivitas dekat jangan terlalu lama karena menyebabkan kelelahan mata.
• Menonton televisi, main video game, bekerja di depan komputer jangan terlalu dekat, perhatikan jarak ideal yang sudah ditetapkan.
• Membaca buku dengan jarak minimal 30 cm, dengan posisi duduk dan pencahayaan ruangan yang optimal.
• Jauhi asap rokok, polusi dan debu.
• Aktivitas di luar rumah saat terik matahari pergunakan kacamata hitam.
• Makanan yang harus dimakan agar mata sehat, makanan bergizi seimbang. Mengonsumsi buah buahan dan sayuran yang kaya vitamin A, C, dan E seperti: pepaya, tomat, wortel, alpukat, brokoli. –ast

Koran Tokoh, Edisi 683, 5 s.d 11 Maret 2012