Minggu, 29 April 2012

Korengan

Tiap orang apalagi wanita, sangat memimpikan memiliki kulit yang putih mulus bebas dari noda/bekas luka. Namun, noda pada kulit yang sudah terlanjur terjadi karena "dosa" atau kesalahan perawatan dan penanganan penyakit kulit pada masa anak-anak seringkali sangat susah dihilangkan atau kembali seperti semula. Salah satu penyakit infeksi pada kulit, walaupun tidak terlalu berbahaya, namun seringkali menimbulkan bekas adalah penyakit korengan (ektima). Penyakit ini juga tergolong popular karena seringkali dikaitkan dengan faktor kebersihan kulit seseorang.
Dosen FK Unud/RS Sanglah dr. I Gusti Nyoman Darmaputra, Sp.K.K, mengatakan, penyakit korengan  merupakan salah satu golongan penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri stafilokokus, steptokokus atau keduanya.

”Ektima tampak berupa pembentukan keropeng  yang berwarna kuning kehitaman dan kotor yang menutupi suatu luka  di bawahnya. Faktor yang memudahkan timbulnya penyakit ini, sanitasi buruk, higienitas, atau kebersihan badan yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh, serta adanya riwayat penyakit kulit sebelumnya,” ujar dr. Darmaputra.
Korengan dapat menyerang siapa saja baik orang dewasa maupun anak-anak, tetapi penyakit ini seringkali lebih banyak menyerang anak-anak. Faktor kebersihan yang kurang dan juga daya tahan tubuh yang kurang maupun karena kekurangan nutrisi pada anak-anak seringkali menyebabkan banyaknya kasus ektima yang menyerang anak-anak. Anak-anak sering bermain-main di tanah maupun di lapangan yang berdebu dan berlumpur namun kadang tidak mandi maupun membersihkan diri dengan baik menggunakan sabun. Selain itu, kuman-kuman yang melekat pada kulit menjadi lebih mudah masuk kedalam tubuh apabila sudah terdapat luka-luka kecil misalnya lecet saat bermain atau luka-luka kecil bekas garukan karena penyakit alergi lainnya.

Bakteri golongan stafilokokus selain berasal dari lingkungan juga dapat membentuk koloni di ketiak maupun hidung, sehingga dapat menimbulkan koreng yang berulang. Peranan faktor makanan maupun alergi makanan tidak berhubungan secara langsung dengan terjadinya penyakit koreng ini. Namun, penamaan di masyarakat seringkali membingungkan karena beberapa jenis penyakit alergi baik itu alergi makanan, debu atau bahkan karena gigitan nyamuk yang apabila terinfeksi menimbulkan luka bernanah dan bekas luka juga digolongkan sebagai korengan
Korengan apabila tidak ditangani dengan tepat dapat menimbulkan luka yang makin dalam (borok) bernanah dan juga menimbulkan infeksi jaringan kulit yang lebih dalam (erisipelas/selulitis). Erisipelas atau selulitis ditandai oleh adanya kemerahan di sekitar luka yang teraba panas dan sakit bila disentuh. Apabila sampai tahap ini tetap tidak ditangani dengan baik, maka dapat menimbulkan infeksi di seluruh tubuh (sepsis) yang ditandai panas tinggi, napas cepat bahkan dapat berujung pada penurunan kesadaran dan bahkan kematian.
Secara umum, konsep pengobatan tropikal/lokal pada kulit menggunakan konsep basah-basah, kering-kering. Apabila kondisi penyakit kulit basah (bernanah) kita harus menggunakan pengobatan yang bersifat basah yaitu dengan menggunakan kompres, sebab apabila pada luka yang basah dioleskan salep, maka salep akan mengambang dan tidak mencapai lapisan kulit yang ingin diobati. Pada kasus ini lebih dipilih kompres dengan menggunakan cairan antiseptik seperti rivanol. Apabila kondisi penyakitnya sudah mengering, maka dilanjutkan dengan pengobatan dengan konsep kering yaitu menggunakan salep antibiotik seperti golongan mupirosin, natrium fusidat atau gentamisin. Selain pengobatan tropikal, dapat dikombinasikan dengan pengobatan oral (obat yang diminum) menggunakan antibiotik oral. Karena penyakit ini disebabkan oleh kuman stafilokokus/streptokokus maka lebih dipilih antibiotik golongan penisillin atau cefalosporin.
Pemilik klinik spesialis kulit D&I Skin Centre ini  mengatakan, penyakit korengan memang sangat identik dengan bekasnya, bahkan di masyarakat seringkali menamakan bekas coklat kehitaman pada kulit karena sebab apapun sebagai koreng. Bekas di kulit memang kemungkinan besar terjadi pada ektima karena penyakit ini menimbulkan luka yang cukup dalam dan melewati lapisan basal kulit yaitu lapisan kulit yang dapat mengganti kulit dengan sempurna tanpa bekas.
”Untuk mencegah atau mengurangi bekas yang dapat timbul, sebaiknya apabila timbul korengan segeralah diobati ke dokter, jangan mencoba-coba dengan obat-obat salep/minyak sembarangan karena seringkali bukannya menyebabkan perbaikan, tapi bahkan menjadi tambah parah sehingga bekasnya akan menjadi lebih lebar dan dalam,” tandasnya. Apabila sudah terlanjur timbul bekas kecoklatan pada kulit dapat disamarkan dengan menggunakan krim yang mengandung pemutih untuk mengurangi tumpukan pigmen pada area itu. Selain itu, bisa juga menggunakan perawatan chemical peeling atau laser untuk mengangkat lapisan sel kulit mati dan lapisan kulit yang mengandung pigmen yang berlebihan.–ast

Tips Mencegah Korengan :
•    Mencegah masuknya kuman ke dalam kulit.
•    Setelah bermain di halaman rumah atau lapangan harus segera mandi dengan bersih menggunakan sabun, kalau perlu menggunakan sabun antiseptik.
•    Apabila terdapat luka-luka kecil bekas garukan atau luka karena bermain-main, segeralah dibersihkan dengan larutan antiseptik seperti betadine/alkohol dan menggunakan salep antibiotik, sehingga tidak menjadi tempat masuknya kuman ke kulit kita.
•    Maksimalkan daya tahan tubuh kita untuk melawan kuman yang masuk dengan makan makanan yang sehat dan bergizi serta istirahat yang cukup. -ast

Koran Tokoh, Edisi 691, 30 April s.d 6 Mei 2012

Kamis, 26 April 2012

Jangan Terlalu Sering Bersihkan Telinga

Di Bali kita mengenal istilah penyakit curek  yang biasa diderita anak-anak. Apakah berbahaya?
Dalam Bahasa Bali curek sering diartikan sebagai adanya cairan kental berwarna kuning (nanah) baik yang berbau maupun tidak berbau. Curek disebut sebagai congek atau opokan. Sedangkan dalam istilah kedokterannya, curek ini lazim disebut sebagai otitis media supuratif kronis ( OMSK).
Menurut  dr I Ketut Widiyasa, M.P.H., peradangan kronis pada telinga bagian tengah yang ditandai dengan berlubangnya gendang telinga dan disertai dengan  keluarnya cairan dalam kurun waktu lebih dari dua bulan baik secara terus menerus maupun hilang timbul. Proses peradangan ini, dapat mengenai telinga tengah mulai dari lapisan mukosa, submukosa hingga mengenai tulang-tulang pendengaran.
Menurutnya, OMSK ini sangat sering terjadi. Hal ini ditunjukkan dari angka kejadiannya di masyarakat yang cukup tinggi. Survey epidemiologi pada tahun 1994-1996 menyebutkan bahwa di Indonesia, OMSK terjadi pada 3,8% penduduknya.  Sedangkan pada sumber lainnya menyebutkan, OMSK ini terjadi pada 2% penduduknya. Jika saja ada 1 juta penduduk, maka OMSK dapat terjadi pada 20 ribu penduduk.  “OMSK dapat menyerang siapa saja baik anak-anak maupun dewasa. Meskipun dapat menyerang semua kelompok usia, namun angka kejadian OMSK pada beberapa penelitian menyebutkan, kelompok anak-anak lebih sering terjadi,” kata dokter RS Indera ini.  
Penyebab OMSK,  adanya infeksi bakteri dan/atau virus, adanya gangguan fungsi pada tuba, adanya alergi, kekebalan tubuh yang menurun, faktor lingkungan yang buruk serta sosial ekonomi rendah.
Disamping itu,  berbagai faktor yang dapat memicu terjadinya OMSK, infeksi telinga tengah akut yang terlambat mendapat pengobatan. Radang saluran pernapasan atas yang berulang. Daya tahan tubuh yang menurun akibat malnutrisi, anemia, dan gangguan sistem imun tubuh. OMSK dapat disebabkan oleh beberapa kuman. Selain itu, beberapa penyakit THT seperti pilek lama, sinusitis kronik, dan radang pada amandel kronik yang tidak diobati dengan baik dapat menjadi sumber infeksi terjadinya OMSK.
Ia menyatakan, curek dapat sangat berbahaya. “Jika infeksi ini dibiarkan tanpa penanganan yang cepat dan tepat, maka curek akan menjadi penyakit yang susah disembuhkan serta berkomplikasi ke organ-organ di sekitar telinga. Komplikasi ini dapat ringan hingga mengakibatkan kematian,” papar Seksi Profesionalisme Kedokteran IDI Denpasar ini.

Jangan menunggu hingga curek ini mengarah ke tipe yang berbahaya baru berobat. Penanganan yang cepat dan tepat terhadap kelainan ini akan mengurangi terjadinya risiko komplikasi. Biasanya dokter memberi obat tetes telinga yang mengandung antibiotik dapat dipakai sebagai lini pertama pengobatan dan diberikan sebagai obat tunggal. Keuntungannya,  adalah memberikan dosis kuat, tetapi penggunaannya dapat meracuni telinga  bila masuk ke telinga bagian dalam. Oleh karena itu, pemakaian tetes telinga ini tidak dianjurkan lebih dari dua minggu. Obat tetes telinga jenis ofloxacin terbukti aman, tidak toksik terhadap labirin, efektif sebagai obat tunggal, karenanya direkomendasikan sebagai obat lini pertama untuk dewasa dan anak-anak. Apabila setelah pengobatan selama tiga bulan otore menetap, maka idealnya dilakukan operasi.

Bersihkan Telinga
Kita wajib membersihkan telinga. Namun, jika terlalu sering akan berdampak tidak baik kepada telinga kita. Telinga secara alami mengeluarkan minyak yang berguna untuk melumasi liang telinga dan mencegah debu atau kotoran yang masuk ke dalam telinga. Oleh karena itu, jika kita terlalu bersih dan terlalu rutin membersihkan liang telinga akan berdampak kepada menurunnya fungsi pertahanan liang telinga terhadap kuman/kotoran. Ini dapat berakibat terjadinya infeksi pada telinga bagian luar (liang telinga). Selain itu juga, membersihkan telinga terlampau sering juga dapat mendorong kotoran telinga/tilu kuping lebih ke dalam sehingga kotoran telinga itu susah dikeluarkan.
Beberapa tips membersihkan telinga:
•    Lakukan paling sering 3 kali seminggu dan jangan melakukannya terlalu lama untuk setiap kali membersihkan.
•    Gunakan cotton bud dengan kualitas yang baik dan dalam keadaan kering, karena jika cotton bud-nya basah/kualitasnya tidak baik tidak jarang kapasnya tertinggal di liang telinga.
•    Jangan menggunakan bahan-bahan lain seperti bulu ayam, sapu lidi atau bahan-bahan tidak bersih lainnya. Ini dapat mengakibatkan infeksi pada liang telinga.
•    Sebaiknya tidak mengorek liang telinga berulang-ulang dengan satu cotton bud.  Cukup satu kali putaran lalu dibuang.
Tips mencegah curek:
•    Jangan abaikan keluhan batuk dan pilek.  Batuk dan pilek dapat mengakibatkan infeksi telinga tengah melalui cara yang telah disebutkan diatas. Jadi, segeralah obati batuk pilek anda ke dokter terdekat. –ast

Koran tokoh Edisi 690, 23 s.d 29 April 2012

Senin, 16 April 2012

Pemeriksaan Laboratorium

Sebelum melakukan pemeriksaan lebih lanjut, dokter biasanya menyarankan pasiennya melakukan pemeriksaan laboratorium. Apa tujuannya, dan begitu pentingkah pemeriksaan laboratorium?

Staf Dosen Bagian Patologi Klinik FK Unud, dr. Ni Kadek Mulyantari, Sp.PK mengatakan, pemeriksaan laboratorium sebenarnya merupakan bagian dari proses medis, baik sejak awal hingga pemantauan perkembangan terapi.
Ada beberapa tujuan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan dokter kepada pasiennya, skrining/uji saring suatu penyakit, menunjang diagnosis, menyingkirkan suatu diagnosis penyakit, memantau pengobatan/follow up terapi, menentukan pengobatan, dan kekambuhan.

Staf dokter bagian laboratorium RS Sanglah ini menyatakan, waktu yang tepat untuk pemeriksaan laboratorium tergantung dari tujuannya. Jika dokter menginginkan menegakkan diagnose sebuah penyakit yang diderita pasien, maka pemeriksaan dilakukan lebih dini. Begitu juga sebaliknya, jika tujuan rangkaian pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk pemantauan terapi terhadap pasien, maka pemeriksaan tersebut dapat dilakukan selama terapi yang dijalankan pasien.
Namun, prinsip paling penting yang harus dipahami pasien, pemeriksaan laboratorium tersebut dilakukan tenaga medis, dan merupakan penunjang dari wawancara serta pemeriksaan fisik yang telah dilakukan sebelumnya.
Jika akan melaksanakan pemeriksaan laboratorium, terdapat beberapa hal yang harus diketahui. ”Apa tujuan melakukan pemeriksaan laboratorium, jenis pemeriksaan laboratorium apa yang akan dilakukan, jenis sampel yang akan diperiksa (darah, urine, feses atau cairan tubuh yang lain), persiapan yang harus dilakukan sebelum pengambilan sampel, waktu pengambilan sampel yang baik (pagi, siang, malam), di laboratorium mana pemeriksaan itu bisa dilakukan, kemana hasil pemeriksaan laboratorium tersebut dikonsultasikan,” papar staf dokter di Unit Transfusi Darah Pembina PMI Daerah Bali ini.

Ia mengatakan, persiapan yang perlu dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan laboratorium; puasa dan menghentikan obat-obatan. ”Obat-obat yang mutlak diperlukan tidak boleh distop. Seperti pada pasien yang sudah terdiagnosis kencing manis, maka pada saat akan melakukan pemeriksaan laboratorium obat-obatnya harus tetap diminum. Tetapi bila, pasien belum terdiagnosis kencing manis (diabetes) maka semua obat-obat yang mempengaruhi kadar gula harus dihentikan terlebih dahulu. Kecuali, jika yang diperiksa adalah kadar gula darah puasanya, maka pasien wajib untuk tidak mengonsumsi apapun sebelum tes dilakukan,” jelasnya lebih jauh.
Selain itu, pasien tidak melakukan aktivitas fisik berlebihan sebelum dilakukan pengambilan sampel. ”Puasa diperlukan untuk pemeriksaan laboratorium tertentu seperti : asam urat, glukosa puasa dan lipid profil (termasuk lipid profil : total kolesterol, trigliserida, LDL-kolesterol, HDL-kolesterol, lipoprotein),” katanya.
Ia mengatakan, puasa yang benar dianjurkan lamanya sekitar 10-12 jam. Selama puasa dilarang mengonsumsi makan/minum yang mengandung kalori. Hanya boleh mengonsumsi air putih. Contoh: makan/minum terakhir Pukul 20.00. Keesokan harinya sekitar Pukul 8 pagi dilakukan pengambilan sampel darah. Sebelum sampel darah diambil pasien tidak boleh makan/minum apapun kecuali air putih.

Sampel darah yang akan diambil, tergantung jumlah/jenis pemeriksaan laboratorium yang akan dilakukan. Untuk pemeriksaan medical check-up rutin, biasanya petugas akan mengambil maksimal 10 cc darah pasien. Namun, jika pemeriksaan yang lebih sederhana, mungkin darah yang diambil, kurang dari jumlah di atas.
Khusus untuk pemeriksaan kencing petugas akan menjelaskan lebih detil. Petugas akan menyarankan pasien untuk menampung air seni setelah membuang sebagian kecil air seninya di awal. Artinya, aliran air seni yang pertamakali dikeluarkan tidak ditampung dalam wadah. ”Sampel yang ditampung adalah aliran air seni berikutnya dan aliran air seni terakhir juga sebaiknya tidak ditampung. Membuang aliran air seni di awal dan akhir tersebut bertujuan untuk membilas saluran kencing. Harapannya, agar sampel air seni yang diperoleh dari aliran tengah tersebut dapat benar-benar mewakili kondisi air seni pasien yang seharusnya diperiksa. Waktu pengambilan sampel urine yang baik adalah urine pagi setelah bangun tidur,” papar istri dr. I Ketut Widiyasa, M.P.H ini.
Sampel-sampel yang sudah diambil akan segera diproses melalui beberapa tahapan, praanalitik, analitik, pasca analitik. Tahap praanalitik, sebenarnya sudah dimulai dari sebelum pasien datang ke laboratorium seperti persiapan pasien, proses pengambilan sampel, pemberian identitas sampel, pemisahan sampel, transportasi sampel ke tempat pemeriksaan dan penyimpanan sampel jika pemeriksaan harus ditunda.
Tahap analitik meliputi semua proses selama sampel diperiksa yang nantinya akan melibatkan alat pemeriksaan, jenis metode pemeriksaan, kalibrasi alat, reagen dan quality control. Tahap pascaanalitik menyangkut cara pelaporan hasil-hasil laboratorium.

Jenis pemeriksaan yang akan dilakukan disesuaikan dengan permintaan. Terdapat ratusan jenis pemeriksaan laboratorium dan masing-masing mempunyai fungsi tersendiri. Apakah hanya mampu untuk uji saring, follow up terapi, menentukan kekambuhan atau bisa untuk ketiganya.
Ia menyatakan, satu jenis pemeriksaan laboratorium tidak akan mampu mengetahui semua jenis penyakit. Justru, satu jenis penyakit bisa membutuhkan beberapa jenis pemeriksaan laboratorium, misalnya, untuk penyakit hati/liver, pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan cukup banyak seperti : albumin, SGOT,SGPT, ALP, gamma GT, HBsAg, Anti-HCV, bilirubin.

Di laboratorium dikenal istilah APS (Atas Permintaan Sendiri), jadi pasien langsung datang ke laboratorium tanpa berkonsultasi sebelumnya dan tidak membawa surat pengantar dari dokter. Sebenarnya hal tersebut sangat tidak dianjurkan. Pasien dengan APS belum tentu memahami dan mengetahui jelas pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan, persiapan apa yang harus dilakukan, dan jika sudah mendapatkan hasil apakah hasil tersebut bisa dinterpretasikan secara benar. Pemeriksaan laboratorium sebaiknya dilakukan setelah berkonsultasi dengan dokter dan dengan surat pengantar dari dokter. Dengan demikian, jenis pemeriksaan yang memang diperlukan akan diperiksa dan yang belum diperlukan tidak akan diperiksa. ”Ini semua terkait dengan biaya, waktu dan kecepatan penanganan suatu penyakit,” jelas Ibunda Putu Bagus Alden Putra Naresha dan Kadek Ellisya Ayu Heradiva Naresha ini. Disamping itu, dokter akan menjelaskan persiapan apa yang harus dilakukan sebelum pemeriksaan dan terakhir hasil tersebut bisa dikonsultasikan kembali dengan dokternya. Meskipun saat ini semua hasil laboratorium telah disertai nilai rujukan masing-masing pemeriksaan, namun pada hasil yang tidak normal, tidak semuanya ketidaknormalan tersebut bermakna secara klinis. Inilah pentingnya mengapa pemeriksaan laboratorium itu harus dilakukan atas permintaan dokter.

Perempuan kelahiran Kengetan Ubud Gianyar, 26 April 1979 tak menampik, hasil pemeriksaan laboratorium bisa saja salah. Kesalahan bisa terjadi di semua tahap pemeriksaan laboratorium, baik tahap praanalitik, analitik dan pasca analitik. Kesalahan terbesar (sekitar 68%) umumnya terjadi pada tahap preanalitik. Misalnya, prosedur puasa yang salah, sampel tertukar, teknik pengambilan sampel yang salah, pengangkutan/transfortasi sampel yang tidak benar, penyimpanan sampel tidak pada suhu tertentu. Kesalahan pada tahap analitik misalnya: penggunaan reagen yang sudah kadaluwarsa, alat tidak dikalibrasi. Kesalahan pascaanalitik, misalnya : salah menulis identitas pasien pada hasil laboratorium atau hasil laboratorium pasien tertukar.

Menurutnya, semua kesalahan-kesalahan tersebut bisa dikurangi dengan beberapa cara antara lain, mengupayakan tenaga teknis laboratorium yang terampil dan teliti, menggunakan peralatan laboratorium dengan akurasi yang baik, melakukan quality control/pemantapan mutu baik internal maupun ekternal untuk menjamin mutu hasil pemeriksaan laboratorium. –ast

Tips-tips yang perlu dilakukan jika akan melakukan pemeriksaan laboratorium

1. Berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter dan permintaan pemeriksaan laboratorium sebaiknya atas permintaan dokter bukan APS.
2. Siapkan persyaratan sebelum dilakukan pengambilan sampel, misalnya : puasa, menghentikan obat-obatan, tidak melakukan aktivitas fisik berat.
3. Siapkan mental, tidak cemas, stres, dan takut.
4. Puasa yang benar dianjurkan lamanya sekitar 10-12 jam. Selama puasa dilarang mengonsumsi makan/minum yang mengandung kalori. Hanya boleh mengonsumsi air putih. Contoh: makan/minum terakhir Pukul 20.00. Keesokan harinya sekitar Pukul 8 pagi dilakukan pengambilan sampel darah. Sebelum sampel darah diambil pasien tidak boleh makan/minum apapun kecuali air putih.
5. Sampel air kencing yang ditampung adalah aliran air seni tengah-tengah. Bukan yang pertama keluar dan air seni terakhir juga sebaiknya tidak ditampung. Waktu pengambilan sampel urine yang baik adalah urine pagi setelah bangun tidur.
6. Konsultasikan kembali hasil pemeriksaan laboratorium dengan dokter agar tidak salah interpretasi. –ast

KOran Tokoh, Edisi 689, 16 s.d 22 April 2012

Minggu, 08 April 2012

Lansia Perempuan perlu Perbanyak Vitamin D dan Kalsium

Keperluan makanan lansia berbeda dengan orang dewasa. Banyak faktor yang harus diperhatikan dalam pemberian makanan pada lansia. Bukan saja harus enak, tetapi menyehatkan.
Ahli gizi FK Unud dr. I Wayan Gede Sutadarma, M.Gizi mengatakan, banyak faktor yang memengaruhi keperluan gizi pada lansia. “Lansia adalah orang yang telah berusia 65 tahun atau lebih. Makanan lansia secara umum berbeda dengan orang dewasa. Perbedaan terletak pada jenis makanan, jumlah makanan dan bentuk makanan. Faktor yang memengaruhi keperluan gizi lansia meliputi kemampuan pencernaan makanan menurun yang disebabkan karena gigi tanggal,” ujarnya.

Selain itu, kemampuan pengecap rasa manis, asam, asin, dan pahit menurun. Rangsangan rasa lapar menurun akibat volume lambung berkurang. Produksi asam lambung menurun akibat dinding lambung menipis. Gerakan usus menurun sehingga sering menimbulkan konstipasi. Penyerapan zat gizi dalam usus menurun.
Staf pengajar bagian Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Udayana ini mengatakan, berdasarkan faktor tersebut, lansia akan memilih jenis makanan yang mudah dicerna, memiliki rasa yang lebih tajam seperti banyak mengandung garam atau pedas karena makanan terasa hambar. Selain itu, jumlah makanan yang dikonsumsi biasanya juga akan berkurang sesuai dengan kemampuan pencernaan, dan dengan makan sedikit saja lansia sudah merasa kenyang.
Porsi makan hendaknya diatur merata dalam satu hari sehingga dapat makan lebih sering dengan porsi yang kecil. Bentuk makanan biasanya berupa makanan mulai dari lembek sampai cair seperti bubur.

GIZI KURANG
Ia menyebutkan, beberapa masalah gizi yang sering timbul pada lansia, kegemukan. “Masalah ini lebih sering terjadi di daerah perkotaan karena riwayat kegemukan, jarang melakukan aktivitas fisik, kebiasaan makan tinggi kalori yang sulit diubah, sehingga menjadi risiko penyakit degeneratif seperti tekanan darah tinggi, kencing manis, atau penyakit jantung,” jelas anggota Tim Terapi Gizi Rumah Sakit Sanglah ini. Masalah lain yang timbul, gizi kurang. Hal ini terjadi pada lansia dengan sosial ekonomi rendah akibat asupan energi dan protein yang kurang sehingga akan menurunkan daya tahan tubuh dan mudah terkena penyakit infeksi.
Kekurangan vitamin dan mineral juga acap terjadi. Hal ini terjadi, akibat konsumsi buah dan sayuran yang kurang. “Hal ini dapat menimbulkan nafsu makan berkurang, penglihatan menurun, kulit kering, dan lesu,” katanya.

Ia menyarankan, kandungan zat gizi harus tetap sama dengan kelompok umur lainnya. Zat gizi meliputi karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral harus tetap ada dalam makanan yang dikonsumsi. Jenis karbohidrat lebih disarankan karbohidrat kompleks, jenis protein hewani dan nabati seimbang, dan jenis lemak tidak jenuh lebih banyak. Keperluan zat gizi tergantung jenis kelamin, umur, berat badan, dan tinggi badan. Selain itu faktor aktivitas fisik dan juga faktor stres juga diperhitungkan untuk menentukan keperluan gizi lansia.
Secara umum kebutuhan gizi lansia di Indonesia berdasarkan angka kebutuhan gizi (AKG). Karena itu, keperluan energi total akan rendah dan keperluan natrium (garam) juga rendah. Keperluan vitamin D dan kalsium akan meningkat terutama pada lansia perempuan akibat penurunan produksi hormon estrogen. Selain itu keperluan vitamin B12 akan meningkat karena tidak terbentuknya faktor intrinsik (faktor penyerapan vitamin B12) akibat penipisan dinding lambung, sedangkan keperluan mineral seng, selenium sebagai antioksidan akan meningkat.

CABAI
Bagaimana dengan para lansia yang suka makan cabai? Cabai merupakan salah satu sumber vitamin C dan antioksidan. Namun, harus dikonsumsi dalam bentuk mentah untuk mencegah proses oksidasi.
Menurutnya, rasa cabai yang pedas menjadi salah satu alasan mengapa lansia juga senang mengonsumsinya. Hal ini untuk meningkatkan cita rasa dalam makanan dan dapat menambah nafsu makan. Pada cabai rawit berwarna merah dan cabai hijau memiliki kandungan vitamin C tinggi dan betakaroten sebagai antioksidan. Berbeda dengan cabai yang sudah diolah menjadi saus cabai dalam kemasan karena sudah dicampur dengan bahan lainnya seperti tepung, gula, garam, bawang putih, air, dan cuka. Bahkan, bahan-bahan pengawet dan zat pewarna juga ikut masuk dalam saus botolan. Asal, tidak berlebihan dan tidak mengidap penyakit tertentu, tentu saja dengan sedikit memberi cabai pada makanan tidak akan masalah.
Ia menyarankan, lansia yang memiliki riwayat gastritis (penyakit lambung) sebaiknya membatasi konsumsi cabai, karena akan memperberat penyakitnya.
Menurutnya, korelasi antara makanan lansia dengan timbulnya penyakit sangat tergantung pada jenis makanan, dan jumlah makanan yang dikonsumsi. “Pada prinsipnya, makanan akan menimbulkan penyakit apabila makanan yang dikonsumsi dari jenis yang tidak dianjurkan dan dengan jumlah yang berlebih atau justru kurang. Selain itu juga, adanya pengaruh dari faktor genetik dan lingkungan akan berperan dengan timbulnya penyakit,” paparnya lebih jauh.
Ia menganjurkan, sebaiknya lansia mengonsumsi makanan yang mengandung serat dalam jumlah besar yang bersumber pada buah-buahan, sayur-sayuran dan kacang-kacangan; mengonsumsi bahan makanan yang tinggi vitamin D dan kalsium seperti susu rendah lemak, yoghurt, dan ikan; mengonsumsi bahan makanan yang mengandung vitamin B12 tinggi seperti yang bersumber dari kacang-kacangan, bahan makanan yang diperkaya vitamin B12, dan mengonsumsi makanan yang mengandung zat besi dalam jumlah besar seperti kacang-kacangan, hati, daging, sayuran hijau. Lansia juga harus membatasi konsumsi garam dapur, memperhatikan label makanan yang mengandung garam, seperti monosodium glutamat, sodium bikarbonat, atau sodium citrat; mengurangi makanan yang mengandung lemak jenuh tinggi seperti goreng-gorengan dan menghindari bahan makanan yang mengandung alkohol.
Contoh Menu untuk Lansia
Sarapan pagi, pukul 07.00; bubur ayam satu porsi atau segelas susu rendah lemak dengan setangkup roti gandum
Selingan siang, pukul 10.00; segelas jus buah atau buah
Makan siang, pukul 13.00; sepiring nasi, sebutir telur bumbu, semangkuk sup, sepotong pepaya
Selingan sore, pukul 16.00; semangkuk bubur kacang hijau atau jajan tradisional
Makan malam, pukul 19.00; sepiring nasi, semangkuk sayur bayam, sepotong tempe goreng, sepotong pepes ikan, satu biji pisang

Tips bagi Lansia
• Menu hendaknya mengandung zat gizi dari beraneka ragam bahan makanan yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.
• Selalu mengonsumsi makanan yang bersumber dari bahan makanan yang segar yang telah dimasak sehingga mudah dicerna dan hindari mengonsumsi bahan makanan instan yang mengandung pengawet, pewarna atau perasa.
• Tekstur makanan sebaiknya yang mudah dikunyah dan mudah dicerna, seperti bahan makanan lembek terutama pada lansia dengan gangguan gigi.
• Porsi makanan hendaknya diatur merata dalam satu hari sehingga dapat makan lebih sering dengan porsi yang kecil.
• Lebih dianjurkan untuk mengolah makanan dengan cara dikukus, direbus, atau ditumis, dan kurangi mengolah makanan dengan dipanggang atau digoreng
• Mengkonsumsi suplemen Vitamin B12, Vitamin D, Kalsium dan kalium.
• Membatasi konsumsi natrium terutama yang bersumber dari garam dapur (tidak lebih dari 2000 mg/hari atau 1 sendok teh/hari).
• Selalu minum air putih minimal 8 gelas per hari.
• Mengatur berat badan tetap ideal.
• Tetap melakukan olahraga jenis aerobik (misalnya jalan) secara teratur 3-5 kali seminggu @ 30-60 menit. –ast
Koran Tokoh, edisi 688, 2 s.d 8 April 2012

Rabu, 04 April 2012

Jalan Kaki sambil Rekreasi Olahraga Terbaik bagi Lansia

Bukan hanya anak-anak, remaja, dan orang dewasa yang memerlukan olahraga teratur. Orang tua atau lanjut usia (lansia) tetap memerlukan aktivitas fisik teratur. Olahraga teratur dapat menghambat penurunan fungsi tubuh atau penuaan yang terjadi pada lansia. Hal ini dapat terjadi karena olahraga dapat mendorong pengeluaran hormon pertumbuhan, hormon anti stres, dan hormon endorfin yang dapat memberikan perasaan nyaman dan gembira yang diperlukan untuk menghambat proses penuaan.

Dosen Fisiologi FK Unud dr. I Putu Adiartha Griadhi, M.Fis., AIFO, mengatakan, lansia golongan usia 60 tahun ke atas. Usia 55-64 tahun termasuk kelompok lansia dini dan di atas 70 tahun termasuk lansia berisiko tinggi. “Aktivitas fisik atau olahraga dengan gerakan tertentu yang melibatkan otot tubuh akan dapat menjaga kekuatan otot dan fungsi persendian yang sering terganggu pada lansia. Olahraga teratur juga dapat menjaga pembuluh darah tetap elastis dan tetap terbuka sehingga memperlancar aliran darah ke bagian-bagian tubuh kita, membantu melatih pengembangan paru-paru,” ujar Staf Pengajar Program Magister Fisiologi Olahraga Unud ini. Namun, kata dia, hal yang perlu diperhatikan, mencegah olahraga yang melebihi kemampuan tubuh lansia.
Lansia yang didiagnosa menderita penyakit seperti penyakit otot dan sendi, jantung, pernapasan, dan metabolik seperti kencing manis, asam urat, kolesterol memerlukan program olahraga khusus yang dibuat oleh dokter konsultan olahraga. “Dengan program khusus ini, olahraga justru dapat membantu perbaikan penyakit yang sedang diderita. Lansia yang memiliki keluhan persendian seperti nyeri sendi, keluhan sesak napas, pernah mengalami nyeri dada, vertigo, kram otot juga memerlukan konsultasi dokter untuk menentukan olahraga yang tepat dan aman,” paparnya.
Konsultasi dan penyusunan program khusus, kata dia, akan memberikan informasi tentang jenis olahraga, berat beban olahraga yang boleh dilakukan oleh lansia, dan frekuensi olahraga setiap minggunya.
Menurutnya, olahraga yang dianjurkan bagi orang tua, olahraga yang melatih kapasitas erobik yakni olahraga yang melibatkan pernafasan dan jantung, melatih kekuatan otot dan sendi, yang dikemas dalam suasana rekreasi.

Jalan Kaki
Jalan kaki adalah bentuk olahraga yang sederhana dan relatif aman bagi lansia. Jalan kaki dapat melatih kekuatan otot jantung dan kelancaran pernapasan. Selain itu, dapat melatih kekuatan otot kaki yang akan membantu memompa darah untuk kembali ke jantung. Kegiatan ini dapat dikemas dalam bentuk rekreasi, seperti jalan-jalan di taman kota, jalan kaki di pantai, di pedesaan, jalan kaki berkelompok. Senam lansia juga dapat menjadi pilihan olahraga yang relatif aman bagi lansia. Gerakan-gerakannya tidak terlalu sulit dan dapat melatih kekuatan otot, sendi, dan keseimbangan.
Untuk menghindari beban olahraga berlebihan, ia menyarankan, perlu diperhatikan beban napas lansia saat berolahraga. Sebaiknya, kata dia, dianjurkan olahraga sampai beban napas sedang, yakni menarik napas saat mengucapkan satu kalimat lengkap. Hindari berolahraga sampai beban maksimal, apalagi sampai tidak mampu mengucapkan kalimat karena beban napas yang berat.
Menurutnya, setiap aktivitas fisik dapat disebut olahraga, apabila memberikan beban yang tepat dan dilakukan secara teratur. “Beban yang tepat artinya aktivitas fisik tersebut memiliki beban yang mampu melatih bagian tubuh, sedikit di atas kemampuan maksimal.

Ia menyebutkan, setiap aktivitas fisik, termasuk pekerjaan rumahtangga baik untuk tubuh. Namun, akan lebih baik apabila waktu luang yang tersedia diisi dengan olahraga secara teratur.
Pekerjaan rumahtangga yang ringan dapat membantu lansia untuk tetap aktif bergerak dan memberikan motivasi serta kesenangan. “Momong cucu secara fisik seperti menggendong, menjunjung hendaknya dihindari karena lansia memiliki keterbatasan kekuatan otot dan keseimbangan. Kondisi ini justru dapat membahayakan lansia dan cucunya. Kurang tepat memberikan orang tua untuk mengasuh cucu yang sedang aktif bergerak dan berlarian kesana kemari,” ujarnya. –ast

Tips yang perlu diperhatikan sebelum berolahraga bagi lansia
• Kondisi fisik dan psikis sebelum berolahraga. Kondisi fisik yang perlu diperhatikan; keadaan otot dan sendi, pernapasan apakah ada sesak atau tidak, apakah pernah mengalami nyeri dada, apakah memiliki gangguan keseimbangan. Kondisi psikis; mengatasi perasaan rendah diri karena keterbatasan fisik, kurang bersemangat, dan keinginan bersama rekan sebaya.
• Jangan pernah memberikan lansia untuk berolahraga sendiri tanpa adanya supervisi secara langsung maupun tidak langsung.
• Olahraga sebaiknya dilakukan 2 jam sesudah makan terakhir, kalau olahraga pagi hari hendaknya didahului dengan makan roti atau biskuit dengan minum hangat paling tidak 30 menit sebelum olahraga. Hal ini penting untuk menjaga kadar gula yang cukup saat berolahraga.
• Waktu berolahraga paling baik dilakukan pagi hari, mengingat kondisi udara pagi yang relatif bersih dibandingkan waktu siang atau sore. Selain itu suhu udara pagi yang agak sejuk akan menghindarkan tubuh dari kelelahan akibat suhu panas. –ast

Koran Tokoh, Edisi 687