Minggu, 26 April 2009

Remaja Berperang tak Cukup Amunisi


Satu fenomena banyak orangtua mengharapkan biarlah anaknya hamil dulu baru dinikahkan. Ini suatu fakta dan kita tidak bisa menutup mata. Siapa yang dapat melihat remaja yang sudah melakukan hubungan seksual? Seharusnya perbuatan itu tidak boleh dilakukan tapi mereka malah melakukannya. Siapa yang salah? Kita tidak bisa menyalahkan salah satunya tapi semua sektor harus bertanggungjawab. Begitu ditegaskan dr. Okanegara dari Kisara saat Diskusi Terbatas dengan tema “ HIV dan Keluarga” kerja sama KPA Prov. Bali dengan Koran Tokoh, Selasa (21/4).

Menurutnya orangtua seharusnya peduli dan mengetahui perkembangan anak zaman sekarang. Ia menilai saat ini remaja sedang berperang tapi tidak cukup amunisi. “Mereka berperang dengan banyaknya mitos, perang melawan serangan pornografi. Ibarat sedang hujan. Kalau tidak ada payung mereka gunakan sesuatu yang lain agar tidak kehujanan. Kita tidak bisa menunggu remaja tidak melakukan hubungan seksual. Semua informasi harus diberikan,” papar dokter Okanegara.
Ia mencontohkan di AS, pengidap HIV/AIDS turun drastis karena remaja sangat mengerti bagaimana mencegahnya. Mereka sudah tahu informasi yang benar. Begitu pula remaja di Eropa. Walaupun mereka tetap melakukan hubungan seksual tapi aborsi dan IMS tidak ada lagi.

Ia mengatakan remaja yang mengalami masa pubertas dorongan seksualnya akan muncul. Hal ini normal secara medis dan hormonal. “Kalau edukasinya baik remaja akan bertanggung jawab dengan aktifitas seksualnya. Kalau sudah berhubungan seksual apa yang harus dilakukan, misalnya jangan sampai hamil dan menggunakan kontrasepsi yang aman,” jelasnya. Ia menilai remaja melakukan hubungan seks yang tidak bertanggungjawab karena mereka tidak memunyai cukup informasi yang tepat. “Ketika mereka tidak mendapatkan informasi yang cukup dari orangtua maupun sekolah, apa yang terjadi? Remaja punya hak mengetahui semua tentang seksualitasnya. Kata kuncinya adalah mari bersama-sama untuk membuka erat informasi yang benar ke semua jalur,” tegas Dokter Okanegara.

Mengapa HIV sebagai sebuah masalah, harus diketahui oleh keluarga. Sayangnya, kata dokter Oka, mitos HIV yang salah masih banyak di masyarakat. Terbukti dari pertanyaan yang paling banyak diajukan seperti apa sih orang yang mengidap HIV/AIDS itu? Ketika pertanyan ini menjadi masalah dan dipertanyakan oleh banyak orang muncul sebuah pertanyan besar. “Orang yang mengidap HIV tidak ada tanda-tanda dan gejalanya. Benar anggapan kalau orang Bali dan Indonesia sangat mengampangkan segala hal. Kalau belum ada yang sakit belum ada yang peduli,” ujarnya.
Menurutnya ada tiga hal penting yang harus didapatkan remaja yakni mereka harus mendapatkan informasi yang benar tentang HIV/AIDS. Kedua remaja harus mendapatkan akses pelayanan. Ketiga adalah memberdayakan si remaja. Ia menyayangkan kadang sikap orangtualah yang memberikan banyak kesempatan seperti anak SMP sudah diberikan sepeda motor. Anak minta dibelikan HP dituruti. Belum lama ini ada wacana di Bajra Sandi Renon akan dibangun jaringan hot spot agar remaja lebih mudah mengakses informasi. “Perlu diwaspadai, remaja membawa laptop bukannya mencari hot spot ternyata malah mencari G Spot,” ujar Dokter Oka. Menurutnya apapun kebijakan untuk remaja, hendaknya remaja itu sendiri dilibatkan. Penting bagi orangtua dan kita untuk mendengarkan suara remaja. Sekarang ini kita berkejar-kejaran dengan informasi di luar.


Dokter Oka menilai stigma dan diskriminasi pada orang HIV sangat kuat. Mereka berpikir orang HIV pasti meninggal dratis. Orang menjadi takut ketika berhadapan dengan orang positif karena dianggap sumber penyakit. Ia berpandangan disini malah terjadi kemunduran edukasi. Remaja malah berpikir jangan-jangan stigma itu muncul karena istilah ODHA tetap dipakai. Mereka menyarankan jangan memakai istilah ODHA. Biarkan saja sama dengan yang lain. Toh, orang HIV tidaklah seseram yang dibayangkan. Istilah ODHA itu bikin takut. Artinya, remaja sudah ingin mendapatkan informasi yang benar.
“Keluarga harus gaul dan memunyai informasi yang cukup tentang remaja termasuk para guru di sekolah. Kalau tidak tahu bisa bertanya ke LSM yang membidangi masalah itu. Kalau informasi sudah sampai dengan benar stigma dan diskirminasi bisa ditekan. Tugas dokter lebih gampang karena hanya melakukan perawatan dan pengobatan tidak lagi di level informasi,” paparnya.
Saat ini, dokter Oka menilai kita masih berkutat di level informasi. Disinilah, kata dia, perlunya sinergi dengan stakeholder atau pemangku kepentingan untuk lebih memerhatikan masalah ini. Karena sering terjadi pergantian pejabat juga dibarengi dengan pergantian kebijakan. Ia berharap perempuan yang lolos ke legislatif dapat memperjuangkan masalah ini dan memberikan porsi yang lebih besar. –ast

Sudah dimuat di Koran Tokoh, Edisi 537, 26 April 2009

Rabu, 22 April 2009

Seminar Ikhlas Erbe Sentanu

MUSUH terbesar manusia adalah diri sendiri yakni melawan hawa nafsu. Manusia sering lupa. Mereka berkutat dengan perang melawan orang lain. Padahal, mereka hanyalah sekumpulan musuh yang kecil. Jika manusia ingin menang perang, rahasianya adalah hentikan semua pemborosan, membuang waktu dan tenaga untuk melawan musuh yang kecil. Begitu disampaikan Erbe Sentanu dalam seminar The Science & Miracle of Zona Ikhlas di Nirmala Hotel & Convention Centre.

Satu hal ditegaskan lelaki yang akrab disapa Pak Nunu ini adalah ketika manusia mampu mengalahkan musuh terbesar dalam dirinya, ia akan mencapai kesuksesan dalam segala bidang. “Berserah diri, ikhlas adalah perjuangan untuk mencapai segalanya. Rasa syukur membuat manusia hidup bagai di surga. Surga adalah ikhlas yang dibuktikan dengan kesederhanaan,” ujarnya didepan ratusan orang yang mengakhiri seminar itu.
Ia menilai problem yang sering terjadi manusia menuduh diri sendiri dengan pernyataan “saya tidak cantik, saya hanya anak petani, atau saya tidak pintar.” Ia menegaskan untuk mencapai kesuksesan senjata utamanya keyakinan dan ilmu rahasianya adalah berserah diri dan ikhlas. Salah satu contoh perlu dijadikan renungan.

Salah seorang karyawan hotel di Surabaya menuturkan dia hanyalah seorang anak petani. Dengan bekerja keras dan berhasil membeli satu unit mobil. Ketika mobilnya dicuri ia hanya bisa menangisi mobil kesayangannya itu.
Setelah mencoba berserah diri dan ikhlas menerima semuanya tak kurang dari 1 ½ bulan kemudian ia berhasil menemukan mobilnya yang sudah hilang.
“Itu artinya, keajaiban ada karena kita selalu berdoa dan berusaha ikhlas. Semua yang ada adalah keajaiban. Kekuatan itu ada di dalam hati seperti orangtua yang menekankan untuk selalu berhati-hati. Selalu gunakan HATI. Hati yang enak, penuh doa, dan prasangka baik. Dengan menggunakan hati, hidup akan lancar,” papar Pelopor Industri Kesadaran dan Teknologi Spritual di Indonesia ini.

Corporate Soul Consultant di sejumlah perusahaan besar ini mengatakan sekecil apapun keajaiban jangan pernah diabaikan. Ia menenkankan perbanyaklah memudahkan urusan orang lain karena Tuhan tidak akan diam. Tuhan bekerja melihat semua kebaikan yang sudah dilakukan. “Satu menit kita marah, kita akan kehilangan 60 detik kebahagiaan. Tubuh kita mengeluarkan hormon-hormon. Bagaimana jadinya kalau selama 3 bulan kita sering marah? Kita merasa banyak masalah, stres , capek hidup. Ketika kita mengikhlaskan semuanya, keajaiban pasti datang,” papar Pendiri Katahati Institute ini. Ia menegaskan orang yang berpikir realitis percaya keajaiban. “Ketika keajaiban diberi penghargaan, berarti kita menghargai Tuhan. Ucapkan keajaiban itu menjadi besar. Berbagilah dengan kebahagiaan,” ujar suami Veve Safitri ini.

Ia menyayangkan sekarang ini manusia sudah lupa untuk berbagi kebahagiaan. Bayangkan saja, seandainya 250 juta orang penduduk Indonesia berdoa setiap kali, berapa banyak kebahagiaan yang akan dirasakan? Menurutnya doa bersifat percepatan sehingga semua keajaiban akan terjadi. “Kekuatan dan keajaiban ikhlas itu nyata dan terjadi setiap saat di sekitar kita. Keajaiban ikhlas itu milik semua orang dan bisa terjadi pada siapa saja yang bersedia dengan sengaja mengikhtiarkan keikhlasan dalam menjalani hidup sehingga semua dimudahkan oleh Tuhan,” ujar Penggagas Teknologi Quantum Ikhlas yang sudah diekspor ke beberapa negara di Asia ini.

Ia mengungkapkan fenomena keajaiban sebagai bukti nyata dari tuntunan keikhlasan yang bisa dijadikan salah satu parameter berserah diri dari orang yang takwa. Mereka senang bersyukur dan gemar bersabar menjalani kehidupan dengan hati positif. Syarat utama, kata dia, tentu harus konsisten membersihkan hati dengan selalu mengerjakan semua perintah Tuhan dan menjauhi laranganNya. Sayangnya, umat manusia yang mencoba menerapkan semua hal itu lupa menyertakan rasa ikhlas didadanya. ”Pejuang ikhlas adalah semua orang yang terampil mendengungkan rasa ikhlas dihati dalam menjalankan hidupnya dengan berbagai cara. Dengan kekuatan berserah diri manusia semakin menyadari bahwa sebenarnya kita sendirilah yang paling bertanggung jawab atas semua yang terjadi pada kita,” ungkapnya.

Ia menyayangkan sebagian orang masih gemar mencari orang pintar sebagai solusi menyelesaikan masalahnya sendiri. Padahal, kata dia, orang pintar yang dicari selama ini adalah diri sendiri.

“Kita tidak perlu bertanya apa untungnya melakukan kebaikan untuk orang lain sementara urusan saya sendiri begitu banyak? Keuntungan yang Anda dapat sangat jelas dan tak ternilai. Setiap kali Anda memudahkan dan meringankan urusan orang, Anda memperoleh laba spritual berupa rasa bahagia yang menyebabkan deposito rekening jiwa Anda meningkat tajam. Hal ini membuat kemudahan akan hadir lebih deras ke dalam hidup Anda. Jadilah orang ikhlas, bukan orang biasa,” paparnya. –ast

Sudah dimuat di Koran Tokoh, Edisi 536, 19 April 2009

Senin, 20 April 2009

Pahami Remaja, Jadikan Mereka Teman

Ketidaktahuan tentang dirinya sering membuat remaja terperangkap KTD. Seks adalah untuk mendapatkan keturunan. Aborsi sudah ada sejak dulu. Aborsi atau dilanjutkan banyak yang menjadi pertimbangan. Bukan saja medis, tapi juga psikologis, sosial, mental, dan budaya. Korban aborsi yang tidak aman memberikan kontribusi yang sangat tinggi pada angka kematian ibu di Indonesia.

Pemegang kebijakan hendaknya juga memberi bantuan dari hulu sampai ke hilir. Mulai dari pendidikan sampai ketika masalah muncul harus ditanggulangi dengan baik. Kalau KTD dilanjutkan mereka harus tetap bisa sekolah, terutama penerimaan masyarakat jangan sampai dilecehkan. Ada UU yang mengatur berapa dendanya jika menghamili perempuan. Para orangtua pahami remaja, jadikan mereka teman. Demikian pandangan yang berkembang dalam Siaran Interaktif Koran Tokoh di Global FM 96,5, Minggu (12/4). Topiknya ”Seks bebas, KTD, dan Aborsi”. Berikut petikannya.

Pendidikan Seks Sejak Dini
Kita tidak dapat mencegah KTD. Ini suatu fakta. Siapapun tidak ingin itu terjadi. Banyak yang menyetop kehamilan dengan cara berbahaya, minum obat atau pergi ke orang-orang yang tidak memunyai kompetensi. Masyarakat harus melihat realita yang terjadi. Agama juga hendaknya melindungi semua pihak. Agama tidak hanya menghukum atau mendiskriminasikan tapi juga hendaknya mengayomi. Bisa saja KTD dipelihara, namun, sesudah itu ada sesuatu yang mengayomi hak-hak si perempuan dan si anak. Dia bisa diterima di masyarakat, dan dapat melanjutkan pendidikannya yang sempat tertunda. Dari segi medis, anatomi dan fisiologis tubuh remaja belum sempurna menampung terjadinya kehamilan, misalnya kondisi rahim dan tulang panggulnya. Secara psikologis KTD mencekam jiwanya. Apa yang terjadi dengan masa depannya? Ini merupakan aib keluarga. Bukan hanya perempuan yang menderita tapi juga keluarga. Belum lagi persepsi buruk masyarakat. Belum lagi anak yang akan dilahirkan tidak mendapat keadilan. Anak ini disebut anak bebinjat yang terus merasakan penderitaan sampai keturunannya. Kecuali, masyarakat dapat menerima dengan baik. Ajaran agama selalu menyejukkan dan mendamaikan.

Aborsi bukan barang baru dan sudah ada sejak dulu. Tukang urut perut sudah ada sejak dulu. Relief candi Borobudur memuat gambar perempuan digugurkan. Aborsi bukan produk luar negeri, dan ini sudah ada di Indonesia. Seyogianyalah persepsi masyarakat diperluas. Ini masalah ancaman bagi si ibu. Dia sangat menderita dengan hal itu. Hendaknya kita lebih bijak melihat hal itu. Contohnya, ada gambar di koran dengan ukuran 2 x 3 polisi menggebuki mahasiswa. Dalam persepsi kita, polisi arogan dan ganas karena memegang pentung. Setelah foto itu diperlebar, ternyata mahasiswa tadi membawa celurit. Sekarang persepsi jadi berubah. Begitu juga cara pandang kita melihat masalah KTD ini. Apalagi anak itu korban pemerkosaan. Semua ajaran agama melarang aborsi. Tapi hal itu tetap terjadi.

Anak baru gede (ABG) lahir seperti airmata yang bening. Ketidaktahuan tentang dirinya sering membuat mereka terperangkap. Tidak tahu cara menolak rayuan sementara dari dalam tubuhnya sendiri muncul dorongan seks. Belum lagi pengaruh teknologi seperti televisi, video, dan handphone. Jadi pengetahuan seks ini harus dimulai dari hulunya. Pendekatan sesuai dengan umurnya. Dari segi medis, dampak aborsi tergantung dari umur kehamilannya, umur si janin, siapa yang menolong, kompetensi, dan bagaimana peralatan yang digunakan. Menurut pengalaman, ada KTD yang dialami anak usia 12 tahun. Harus ada konseling dalam menanganinya. Seluruh keluarganya ditanya. Bagaimana pertimbangannya, apalagi misalnya dia korban pemerkosaan. Karena itu, harus dikirim ke dokter ahli.

Sebelum memutuskan, apakah KTD dilanjutkan atau aborsi banyak hal yang menjadi pertimbangan. Bukan saja medis, tapi juga psikologis, sosial, mental, dan budaya. Kalau KTD dapat diteruskan bagus, tapi harus didukung situasi yang bisa menerima si perempuan dan si anak dengan cara yang netral. Menerima si perempuan dan tidak memojokkannya termasuk masalah warisan nantinya bagi si anak. Banyak hal yang diubah dalam adat. Dulu pasangan yang melahirkan manak salah diisolasi di kuburan. Tapi sekarang kita harus mempertimbangkan hak asasi manusia. Kembar buncing harus diterima.

KTD dilanjutkan ataupun aborsi tidak ada yang mengatakan legal. Tapi mari kita berpikir dari sisi lain. Dengan adanya UU antiaborsi perempuan tidak mempunyai akses. Keberhasilan KB di Indonesia sudah menjadi budaya. Ketika mempunyai anak 3 atau 4 masyarakat menjadi malu. Ketika pemerintah memberikan situasi bahwa dua anak cukup, laki-laki atau perempuan sama saja. Sangat tidak adil ketika KB gagal pemerintah tidak membantu. Akhirnya perempuan menjadi korban. Mereka ingin menggugurkan tapi tidak boleh. Akhirnya diam-diam. Mencari orang-orang yang tidak berkompeten akhirnya menimbulkan infeksi bahkan sampai menimbulkan kematian.

Korban aborsi yang tidak aman memberikan kontribusi yang sangat tinggi pada angka kematian ibu di Indonesia. Kematian ibu di Indonesia menduduki urutan paling tinggi di Asean dan menempati urutan ketiga di dunia. Ini sangat memalukan karena angka kematian ibu simbul kesejahteraan suatu bangsa. Singapura dan Malaysia sangat rendah karena KB diback up dengan aborsi aman. Berbicara masalah remaja, perlu diketahui dengan baik situasi remaja itu sendiri. Remaja sedang masa pertumbuhan, kematangan seksual bukan saja dilihat dari munculnya haid dan tumbuh bulu, tapi juga dibarengi dorongan seks yang tinggi. Belum lagi situasi dari luar. Misalnya, remaja kebingungan ketika malam-malam keluar sperma. Mereka tidak mengerti apakah ciuman dapat menyebabkan hamil. Melakukan hubungan seks sekali kok bisa hamil?

Pengetahuan seks sejak dini diharapkan dapat membuat remaja menghargai badannya dan memroteksinya. Kita tidak bisa menyetop informasi dan foto-foto yang berbau porno. Disini diperlukan peran keluarga agar mempunyai pendekatan yang sangat khusus pada remaja. Acapkali remaja ingin mengekpresikan dirinya dengan cara tidak lazim karena ketidaktahuannya, misalnya foto telanjang atau buah dadanya yang kelihatan dikirim ke teman-temannya. Dia ingin ekspresi dengan caranya sendiri. Mungkin dia tidak mendapatkan penghargaan dari orangtuanya.

Beberapa kiat yang perlu diperhatikan orangtua adalah pahami remaja, terima apa adanya, jangan terlalu banyak nasihat, hargai pendapatnya, dengarkan keluhannya. Jika memutuskan sesuatu mintalah pertimbangannya, jangan hanya menyalahkan. Remaja sering berpikir sing taen beneh. Orangtua jangan sok moralis. Buatlah rumah itu surga bagi mereka. Jika remaja mempunyai masalah dapat datang langsung ke PKBI Jalan Gatot Subroto IV/6, atau konsultasi lewat telepon KISARA (0361) 430200 atau PKBI (0361) 430214. Mereka akan diterima sangat bersahabat. Kisara telah melatih banyak siswa tentang pengetahuan reproduksi dan dilakukan secara rutin. Selain itu, ada program DAKU lewat CD interaktif ditawarkan di sekolah.

Saran untuk orangtua, hendaknya memunyai kepedulian yang tinggi pada anak-anaknya terutama remaja. Remaja memunyai permasalahan yang khas. Mereka tidak memunyai pengetahuan sementara godaan sangat tinggi. Ketika remaja menemukan masalah mereka sering bersembunyi dan menjadi pendiam. Pemegang kebijakan hendaknya juga memberi bantuan yang lebih luas dari hulu sampai ke hilir. Mulai dari pendidikan sampai ketika masalah muncul harus ditanggulangi dengan baik. Kalau KTD dilanjutkan harus dibantu dengan segala embel-embelmya mereka bisa sekolah, terutama penerimaan masyarakat jangan sampai dilecehkan. Kalau aborsi, harus juga dihargai hak perempuan demi masa depannya yang lebih baik.
dr. Nyoman Mangku Karmaya
Ketua PHD PKBI Bali
dan Pendiri KISARA

Jangan Bedakan Anak laki-laki dan Perempuan
Sangat tertarik dengan masalah KTD karena masyarakat menganggap perempuanlah yang bersalah, selalu melanggar aturan, selalu tidak mengikuti kata orangtua. Selama ini para orangtua selalu membedakan dalam mendidik anak laki-laki maupun perempuan. Perempuan tidak boleh bermain sepak bola, atau tembak-tembakan. Padahal, itu kan strategi. Permainan itu hanya diajarkan pada anak laki-laki. Anak laki-laki dibiarkan berkembang dengan alamiah sampai tahu strategi kemenangan. Perempuan hanya boleh bermain boneka-bonekaan, atau masak-masakan. Semua hal domestik yang ditanamkan. Anak perempuan harus patuh, beretika, dan sopan santun. Ketika remaja, ia berkembang menjadi minder, ketakutan dan tidak bisa membela diri. Perempuan lemah tidak boleh melawan karena harus patuh. Ketika terjadi KTD perempuan dicaci-maki, tidak bisa membawa diri. Siapa sebenarnya yang salah? Perempuan sudah kehilangan keperawanan, dan harus meninggalkan sekolahnya. Laki-laki bebas menikmatinya. Hukuman hanya ditanggung perempuan.

Saya tidak setuju aborsi, kecuali karena penyakit. Pola pikir masyarakat yang harus diubah. Seandainya saya mengalami hamil diluar nikah dan si laki-laki pergi dan tidak bertanggungjawab. Janin akan tetap dipertahankan karena itu anak Tuhan. Tidak ada anak bebinjat. Tuhan tahu siapa yang bersalah. Perempuan hamil sudah berbuat dosa. Mengapa menambah dosa lagi dengan melakukan aborsi?
Ipung

Denda Jika Menghamili Perempuan
KTD tidak usah diaborsi tapi dilanjutkan saja. Memang si ibu belum siap, tapi efeknya berdampak pada si anak. UU tidak menginginkan adanya aborsi. Kalau ada laki-laki yang berbuat harus ada visum dan ada UU yang mengatur. Laki-laki harus bertanggung jawab. Ada UU yang mengatur berapa dendanya jika menghamili perempuan. Selama ini perempuan selalu menjadi korban dan selalu disalahkan. Harus ada timbal-baliknya.
Ketut Suparta

Seks untuk Mendapat keturunan
Manusia hanya memikirkan kesenangan sendiri. Aturan itu diubah oleh diri sendiri agar menjadi benar. Menurut pandangan Weda hubungan seks untuk mendapatkan keturunan. Kesenangan itu adalah bonus. Kalau tidak ada bonus mungkin manusia punah. Dalam kitab Injil disebutkan manusia pertama adalah Adam dan Hawa, laki dan perempuan. Allah berpesan kepada mereka jangan makan buah terlarang. Karena dorongan seks tidak dapat dikendalikan, akhirnya pesan Tuhan dilarang, dimakanlah buah terlarang tersebut.

Pendapat lain mengatakan seks adalah kebutuhan biologis. Tidak ada yang benar dan tidak yang ada yang salah. Manusia terlalu menuruti dorongan nafsu. Budaya di dunia tidak ada yang original. Saling mempengaruhi antara budaya barat dan timur. Orangtua hendaknya mengetahui perkembangan anak-anak. Anak usia 5 tahun ke bawah bisa diperintah. Disuruh menyapu atau pekerjaan apapun pasti menurut. Setelah menginjak remaja ada perubahan drastis. Apa yang disuruh justru tidak didengarkan bahkan dilanggar.

Sebaiknya jadikan remaja sebagai teman. Apapun yang dilakukan harus bertanggung jawab. Anjing melakukan hubungan seks hanya saat sasih Kesanga. Sementara manusia selalu melakukan hubungan seks. Bahkan sampai melakukan apapun agar bisa melakukan hubungan seks. Seks bukan untuk kesenangan, tapi hanya untuk mendapatkan keturunan.
Gede Biasa

Tuntut Sampai ke Jalur Hukum
Jika KTD dilanjutkan tidak mungkin dapat diterapkan di Bali. Ini berhubungan dengan adat di Bali. Hamil saja harus mecaru apalagi anak lahir tanpa ayah itu sudah cuntaka. Harus mecaru Panca Kelud. Dalam pernikahan ada upacara dengan Tri Saksi yang membuat perkawinan itu sah. Jika belum, anak itu belum layak diterima di masyarakat apalagi sampai masuk ke pura. Penerapan di Bali dan di luar Bali berbeda. Tidak setuju aborsi. Bagaimana seorang ayah seharusnya bertanggungjawab. Bila perlu, menuntut habis-habisan lelaki yang menghamili sampai melalui proses jalur hukum.
Santa

Larang Gambar Porno di Media
Agama tidak menyetujui seks bebas. Seks bebas identik dengan pergaulan bebas tak terbatas. Yang benar adalah pergaulan bebas terbatas. Orangtua harus lebih ketat. Semua pihak diberi pengertian. Risiko terbesar ada pada perempuan karena mereka yang mengandung. Pengawasan tidak saja dari bawah tapi dari atas. Pemerintah langsung mengadakan intervensi melalui Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melarang gambar porno di media cetak dan elektronik.
Dewa Winaya




Jumat, 17 April 2009

Mencegah Kehamilan Tak Diinginkan

BABLASNYA pergaulan masa kini, kalahnya kontrol diri, serta melemahnya pengawasan keluarga, masyarakat, lembaga pendidikan, dan pengaruh teknologi informasi semuanya menyumbang benih bagi kerawanan kehamilan tak diinginkan (KTD) di kalangan remaja. Mencari siapa yang yang salah hanyalah mengeruhkan masalah. Untuk itu, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:

Remaja perlu memiliki pengetahuan yang memadai tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi, memiliki jiwa/kepribadian yang mantap, dan memiliki konsep cinta yang benar. Selain itu remaja juga perlu pengendalian diri, agar tidak terjerumus menjadi penderita KTD. Kesehatan reproduksi bukan hanya menyangkut masalah fisik biologis, tetapi juga menyangkut masalah mental sosial dan budaya masyarakat. Kesehatan reroduksi menyangkut masalah kesehatan alat-alat reproduksi manusia, kesehatan seksual, dan fungsi reproduksi secara sehat. Sejak dini remaja memerlukan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi agar ia mampu menjalankan fungsi reproduksinya dengan baik.

Upaya meraih keberhasilan di masa depan dengan melakukan pacaran yang sehat seperti saling memahami dan memupuk cinta sejati. Konsep cinta yang benar lebih mementingkan dimensi penghayatan hati bukan nafsu seksual. Pacaran yang sehat memacu prestasi dan melakukan aktifitas positif.
Keluarga /orangtua perlu memberikan kasih sayang, perhatian, pengawasan, dan pendampingan kepada anak remajanya agar mereka dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Orangtua perlu memahami pergaulan putra-putrinya di luar rumah, sehingga secara dini mengetahui masalah yang dihadapi mereka di lingkungan pergaulan sebayanya.

Lembaga pendidikan/sekolah perlu memberikan materi tentang seksualitas dan reproduksi sehat kepada para siswa, baik melalui jalur intrakurikuler maupun jalur ekstrakurikuler. Selain itu, perlu ada aturan dalam pergaulan remaja /siswa di lingkungan sekolah. Adanya bimbingan dari guru yang khusus menangani siswa bermasalah, dan adanya keteladanan yang baik dari guru/pendidik. Lingkungan pergaulan sosial yang etis yang perlu dikembangkan, termasuk adanya peraturan khusus tata pergaulan antarjenis di tempat-tempat penginapan, hotel, dan tempat kos, sehingga praktik seksual pranikah yang dilakukan oleh pasangan remaja dapat dihindari.Perlu pembatasan peredaran materi yang bersifat pornografi, dan pornoaksi baik yang dimuat di media massa, sehingga pengatuh negatifnya bisa dikurangi. -ast

Sumber:
Buku “Remaja Menantang Bahaya”
Karya: Dyah Pradnyaparamita Duarsa

Jumat, 03 April 2009

Dengan Yoga Temukan jati Diri

YOGA tidak bertentangan dalam ajaran agama Katolik. Dalam agama Katolik juga dikenal meditasi. Pemusatan pikiran untuk mencapai keheningan dan menciptakan keakraban dengan Tuhan, berbicara dan berdoa pada Tuhan. Demikian diungkapkan Romo Kristianus Ratu SVD dari Gereja Katedral Denpasar.
Ia mengatakan biara-biara biasa menerapkan meditasi ini bagi para penghuninya. “Saat hening mereka terjaga untuk memusatkan pikiran dan berdoa,” ujarnya.

Ia menilai meditasi tidak hanya dapat dilakukan bagi para biarawan dan biarawati, namun hendaknya semua umat mau melakukan meditasi tersebut. Dalam katolik lebih dikenal dengan nama adorasi. Gereja Katedral Denpasar menyiapkan ruangan khusus yang dapat digunakan 24 jam oleh umat bermeditasi. Bahkan, kata Romo, hampir setiap jam ada saja umat yang datang. “Bagi umat yang baru belajar mereka biasanya meminta agar ada yang menuntunnya. Ada juga inisiatif sendiri dari umat bermeditasi karena membaca buku bagaimana proses menuju keheningan itu,” paparnya. Menurutnya tokoh besar dan pimpinan gereja Katolik pada zaman dulu yang hidup ratusan tahun lalu sudah mengenal meditasi.


Mereka mencari ketenangan dengan pergi ke gua dan gunung. Dalam keheningan, suasana tenang dan diam mereka dapat membangun hubungan dekat dengan Tuhan. Untuk menciptakan keheningan, kata Romo, memang memerlukan waktu. Ia sendiri terbiasa bermeditasi sekitar pukul 11-12 malam. Banyak sikap yang dapat dilakukan seperti berdiri, berlutut, ataupun duduk. Posisi tergantung dari umat sendiri. “Dalam meditasi, saya merenungkan bagaimana kesalahan yang pernah saya lakukan kepada Tuhan, sesama dan pada diri sendiri. Aspek itu saya refleksikan mulai dari sejak saya kecil hingga dewasa. Saya melihat kembali kehidupan dari hari ke hari apakah saya pernah menyakiti si A, atau si B. Setelah melihat kembali kelemahan itu, saya mengaku dosa dan berdoa,” kata Romo.

Meditasi mengajarkan umat manusia untuk belajar hidup seimbang. “Untuk apa fisik kuat tapi rohani lemah? Dengan meditasi hidup berjalan seimbang. Yoga tidak ada masalah bagi umat Katolik karena mengajarkan mendekatkan diri dengan Tuhan dan menciptakan kesehatan fisik dan rohani.“Dengan yoga kita dapat menemukan jati diri, dan mendekatkan diri dengan Tuhan, sesama dan lingkungan,” ujarnya. –ast