Minggu, 24 Oktober 2010

Terobosan Majelis Utama Desa Pakraman Bali

Mengakomodasikan Kepentingan Perempuan

BERBAGAI terobosan telah ditempuh Majelis Utama Desa Pakraman (MDP) Bali dalam Pasamuhan Agung III yang digelar Jumat (15/10) di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali. Beberapa keputusan yang dihasilkan telah mengakomodasikan kepentingan perempuan.
Keputusan tersebut di antaranya, diberinya hak waris bagi perempuan yang ninggal kedaton dan dimungkinkannya berlangsung perkawinan pada gelahang. Mengenai perceraian Pasamuhan memutuskan, tiap rencana perceraian wajib disampaikan kepada prajuru banjar dan desa pakraman. Perceraian harus diselesaikan dengan proses adat kemudian dilanjutkan di pengadilan negeri. Setelah perceraian, anak dapat diasuh ibunya.Kalangan aktivis perempuan di Bali menyatakan, keputusan Pasumahan tersebut perlu dijadikan acuan desa prakraram di kabupatan/kota di seluruh Bali.

Sejak tahun 2006, MDP Bali telah menempatkan 7 orang perempuan duduk dalam kepengurusannya. Tujuannya, kepentingan kaum perempuan lebih diperjuangkan. Tujuh perempuan tersebut, Nyoman Nilawati, A.A.A. Ngr. Tini Rusmini Gorda, Dra. Ida Ayu Tari Puspa, M.Ag, M.Pd., Prof. Dr. Putu Kerti Nitiasih, Dr. Ni Made Wiratini, Luh Putu Anggreni, S.H. dan Dra. Ketut Sri Kusumawardani, M.Pd. Sistem kekeluargaan patrinial di Bali dikenal dengan kapurusan yang menyebabkan hanya keturunan yang berstatus kapurusa yang dianggap dapat mengurus dan meneruskan swadharma (tanggung jawab) keluarga, baik hubungan parahyangan (keyakinan Hindu), pawongan (umat Hindu) maupun palemahan (pelestarian lingkungan alam sesuai dengan keyakinan Hindu).Konsekuensinya, hanya keturunan yang berstatus kapurusa (laki-laki) yang berhak mendapat harta warisan sementara keturunan yang berstatus pradana (perempuan) tidak berhak. Perempuan dianggap tidak dapat meneruskan swadharma sehingga disamakan dengan orang yang meninggalkan tanggung jawab keluarga atau ninggal kedaton.
Namun, kenyataannya di masyarakat, ada orang yang ninggal kadaton terbatas masih dimungkinkan melaksanakan tanggung jawab sebagai umat Hindu dalam batas tertentu. Kepala Badan Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak (BP3A) Provinsi Bali Luh Putu Haryani, S.E., M.M. meminta MDP Bali menjabarkan lebih mendetail ninggal kedaton. “Kami berharap tidak ada perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan. Dengan adanya keputusan hitam di atas putih yang menegaskan anak perempuan juga memunyai hak, para orangtua akan merasa tenang, dan nyaman,” ujarnya. MDP Bali memutuskan, yang dikategorikan ninggal kadaton penuh apabila tidak lagi memeluk agama Hindu. Mereka, tidak berhak mendapat harta warisan. Mereka yang ninggal kadaton terbatas masih dimungkinkan mendapat harta warisan didasarkan asas ategen asuwun (dua berbanding satu). Artinya, orang yang berstatus purusa berhak atas satu bagian dari harta warisan, sedangkan yang berstatus pradana/ninggal kadaton terbatas berhak atas setengahnya. Disebutkan, mereka yang tergolong ninggal kedaton terbatas, perempuan yang melangsungkan perkawinan biasa, laki-laki yang melangsungkan perkawinan nyentana/nyeburin, telah diangkat anak/peras sentana sesuai agama Hindu, dan menyerahkan diri atas kemauan sendiri.

Harta WarisanKedudukan suami istri serta anak terhadap harta pusaka dan harta gunakaya:1. Suami dan istrinya serta saudara laki-laki suami dan istrinya memunyai kedudukan sama dalam usaha menjamin bahwa harta pusaka dapat diteruskan kepada anak dan cucunya untuk memelihara atau melestarikan warisan in materiil. 2. Suami dan istrinya memunyai kedudukan sama terhadap harta gunakaya atau harta yang diperoleh selama masa status perkawinan.3. Atas kesepakatan suami dan istrinya, harta gunakaya dapat dibagikan kepada anak-anaknya sesudah dikurangi sepertiga sebagai harta bersama dan bukan dimiliki anak pertama atau terakhir yang melanjutkan tanggung jawab orangtuanya.
Anak kandung laki-laki dan perempuan yang belum kawin serta anak angkat laki-laki dan perempuan yang belum kawin, memunyai kedudukan sama atas harta gunakaya orangtuanya. Anak yang ninggal kadaton penuh, tidak berhak atas harta warisan, tetapi dapat diberi bekal oleh orangtuanya dari harta gunakaya tanpa merugikan ahli waris.

Kawin Pada Gelahang Hukum adat Bali mengenal dua bentuk perkawinan yakni perkawinan biasa (wanita menjadi keluarga suami) dan perkawinan nyentana (suami berstatus pradana dan menjadi bagian keluarga istri). Namun, masalah muncul ketika masing-masing keluarga memiliki anak tunggal. Mereka ngotot tidak mau memilih melakukan perkawinan biasa atau nyentana. Dekan Fakultas Hukum Universitas Dwijendra Putu Dyatmikawati, S.H. M.Hum. mengatakan, perkawinan pada gelahang sudah dilakukan sejak tahun 1945. Ada yang menyebut magelar warang atau metegen dadua.Mereka yang memilih model perkawinan seperti ini ada yang menggunakan pola upacara perkawinan biasa atau nyentana. Ada juga yang menggabungkan keduanya. Kita tidak boleh menutup mata, di Bali ada upacara seperti ini. Dalam akta perkawinan tercatat sesuai dengan pola perkawinan biasa. Jika direkomendasikan, ke depan perlu ada pedoman pelaksanaan perkawinan pada gelahang.Intinya, kata Dyatmikawati, perkawinan pada gelahang merupakan solusi bagi orangtua yang memunyai anak tunggal dan juga memberi penghargaan kepada wanita.
Dosen Fakultas Hukum Unud yang juga Ketua Litbang MDP Bali Prof. Dr. Wayan P. Windia menegaskan, tidak semua orang nasibnya sama. Ada orangtua yang hanya dikaruniai satu anak. Kebetulan juga calon pasangannya anak tunggal. Perkawinan pada gelahang merupakan solusinya. Ini bukan masalah setuju atau tidak. Namun, perlu pemahaman. Dari kasus yang sudah diteliti, setelah mereka memunyai anak, istri biasanya memutuskan tetap di rumah suaminya. “Pengadilan pun mengakui di Bali ada perkawinan pada gelahang,” ujarnya. Gede Dastra salah seorang peserta diskusi dari Karangasem menanyakan, paham apa yang dianut; bukankah Bali menganut patrinial. Ketut Sudantra dari MDP Bali menegaskan, ini hanya menawarkan solusi. Hukum adat Bali tetap menganut paham patrinial. “Ini sifatnya sangat darurat dan untuk mencegah terjadinya masalah. Jangan sampai karena tidak mau nyentana batal kawin,” ujarnya.
Mas Rucitawati menambahkan, ini masalah cinta, yang berhubungan dengan hati. Tidak bisa dipaksa harus kawin satu soroh. “Kalau sudah ada kesepakatan, itu yang penting,” kata sastrawati Bali ini. Dyatmikawati menambahkan, karena ini baru, perlu dimengerti umat. Perkawinan ini sudah ada sejak dulu. Kalau sudah disetujui dimasukkan dalam keputusan ini jangan ditambah lagi dengan aturan/awig-awig di masing-masing desa pakraman. “Lebih baik selesaikan masalah dengan cara sederhana. Yang penting kesepakatan. Kalau sudah sepakat, yang lain mengikuti saja,’ ujarnya. Budawati dari LBH APIK Bali berharap, solusi perkawinan pada gelahang hendaknya disikapi dengan bijaksana, karena di lapangan sudah banyak warga yang melakukan hal ini. “Jangan sampai menghalangi proses cinta,” kata Budawati. Setelah melewati perdebatan yang alot, MDP Bali memutuskan, bagi calon pengantin yang karena keadaan tidak memungkinkan melangsungkan perkawinan biasa atau nyeburin (nyentana) dimungkinkan melangsungkan perkawinan pada gelahang atas dasar kesepakatan pihak-pihak yang berkepentingan.

Anak Diasuh IbunyaSebelum berlaku UU Perkawinan UU No 1 Tahun 1974 perkawinan dan perceraian bagi umat Hindu di Bali dapat dikatakan sah apabila dilaksanakan menurut hukum adat Bali disaksikan pajuru banjar atau desa pakraman dan agama Hindu.Sesudah berlaku UU Perkawinan, umat Hindu di Bali yang melangsungkan perkawinan dapat dikatakan sah, apabila dilaksanakan menurut hukum adat Bali agama Hindu dan UU Perkawinan. Sementara, perceraian baru dapat dkatakan sah apabila dilaksanakan di pengadilan negeri sesuai ketentuan UU Perkawinan. Hal ini, tidak memberikan penghargaan yang seimbang kepada hukum adat Bali dan agama Hindu. Terbukti, perceraian dikatakan sah setelah ada putusan pengadilan. Tanpa menyebut peran hukum adat Bali (prajuru desa pakraman) dan ajaran agama Hindu, akibatnya, ada warga yang telah bercerai secara sah berdasarkan putusan pengadilan tetapi tidak diketahui sebagian besar warga desa adatnya.Kenyatan ini, membawa konsekuensi kurang baik terhadap keberadaan hukum adat Bali dan menyulitkan prajuru desa dalam menentukan swadharma krama desa bersangkutan.Agar proses perceraian sejalan dengan proses perkawinan,
Pesamuhan Agung III MDP Bali tahun 2010 ini memutuskan :1. Pasangan suami istri yang akan melangsungkan perceraian wajib menyampaikan kehendak itu kepada prajuru banjar atau desa pakraman. 2. Prajuru banjar atau desa pakraman wajib memberi nasihat untuk mencegah terjadi perceraian.3. Apabila terjadi perceraian harus diselesaikan dengan proses adat kemudian dilanjutkan di pengadilan negeri.4. Menyampaikan salinan putusan/akta perceraian kepada prajuru banjar atau desa pakraman.5. Pada saat bersamaan prajuru banjar menyarankan kepada warga yang telah bercerai agar melaksanakan upacara perceraian sesuai agama Hindu.6. Mengumumkan dalam paruman banjar bahwa pasutri bersangkutan telah bercerai secara sah menurut hukum nasional dan hukum adat Bali, sekalian menjelaskan swadharma mantan pasangan suami istri tersebut di banjar/desa pakraman setelah bercerai.

Dalam perkawinan biasa sederajat dan berbeda wangsa/kasta akibatnya berbeda jika terjadi perceraian. Untuk sederajat, istri kembali ke rumah daha. Ketut Sudantra menegaskan perkawinan nyerod sudah dihapus sehingga jika terjadi perceraian tidak ada lagi upacara pati wangi. Pada perkawinan nyeburin atau nyentana, apabila terjadi perceraian suami kembali ke rumah truna.Setelah perceraian, anak dapat diasuh ibunya, dan tidak memutuskan hubungan dengan keluarga purusa dan anak tersebut mendapat jaminan hidup dari pihak purusa, walaupun diasuh ibunya.
Keputusan yang dihasilkan dalam Paruman III MDP Bali ini cukup melegakan aktivis perempuan yang hadir dalam paruman tersebut. Ketua LBH APIK Bali Budawati menyatakan cukup lega terhadap keputusan MDP Bali ini. “Sekarang tinggal disosialisasikan ke masing-masing desa pakraman. Kita lihat sekarang apa kekurangan dan kelemahannya dalam penerapannya di lapangan. Kami akan terus memantau,” jelasnya. Luh Anggreni yang juga Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Bali menyatakan keputusan yang dihasilkan MDP Bali sudah sensitif gender. Dari dulu sudah diperjuangkan agar perempuan bisa duduk dalam kepengurusan MDP Bali. “Ini menjadi contoh bagi desa pakraman, perempuan perlu diajak duduk bersama untuk mendengar persoalan yang dialami perempuan,” ujarnya.
Ia berharap, keputusan MDP Bali ini dapat dijadikan acuan bagi desa pakraman kabupaten/kota di seluruh Bali. Walaupun disesuaikan dengan desa, kala, patra, tetapi tetap menempatkan kedudukan perempuan dan laki-laki sejajar.Berbagai terobosan lain juga sudah dilakukan MDP Bali dengan mengajak generasi muda Hindu yang tergabung dalam KMHDI untuk ikut duduk dalam kepengurusan MDP Bali. “Ini bagus karena jangan sampai setelah dewasa baru mereka memahami adat Bali. Sepatutnya generasi muda mereka diberi pemahaman sejak dini agar lebih mengerti adat Bali dengan benar,” kata Anggreni. Ibu Teladan se-Bali 2008 Nyoman Nilawati menyatakan, perempuan dalam ajaran agama Hindu sangat dimuliakan. Ia berharap, perempuan lebih diberi ruang dan kesempatan untuk ikut lebih banyak terlibat dalam kegiatan adat, tidak hanya ikut dalam pelaksanaan, tetapi mulai dari perencanaan, dan ikut urun saran dalam pengambilan keputusan. Secara pribadi para perempuan banyak yang sukses, namun, terkait masalah adat, terkadang suara mereka belum didengar. Untuk itu, dengan duduknya para perempuan di MDP Bali, ia berharap, berbagai persoalan perempuan lebih bisa diperjuangkan. –ast
Koran Tokoh, Edisi 516, 17 s.d 24 Oktober 2010

Rabu, 13 Oktober 2010

Sajikan Olahan Spesial Ikan Patin

WARUNG makan Dukuh satu-satunya warung makan yang menyajikan masakan ikan patin. Menurut pemiliknya, Wira Dharma, ikan patin diolah menjadi ikan goreng crispi, sup ikan dan ikan bakar. Saat awal-awal dibukan ya tahun 2007, ikan patin ia dapatkan dari BBI Pesiapan. Namun, sambutan masyarakat belum begitu ramai. Padahal, kata dia, rasa ikan patin lebih lezat dibandingkan ikan gurami. Hanya beberapa pengunjung yang tertarik. Namun, Wira Dharma tak ketinggalan ide. Ia memajang foto ikan patin di warungnya agar konsumen mengenal seperti apa ikan patin tersebut. Saat ini, ia mengatakan ada beberapa komunitas dari Denpasar dan Tabanan yang mulai melirik masakan ikan patin ini. Satu kuintal ikan ia mampu menghabiskan dua minggu. Walaupun tidak terlalu banyak, tetapi niatnya mengenalkan ikan patin mulai direspons konsumen.

Resepnya
Mau mencoba memasak ikan patin menjadi hidangan lezat? Kabid Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tabanan I Gst. Ayu Putu Puspadi S.Sos. memberi resepnya. “Untuk membuat sup, sebaiknya digunakan kepala ikan. Daging ikan cocok dibuat pepes, dan membuat kerupuk menggunakan kulit ikan patin. Jadi semua dapat dimanfaatkan dan diolah tidak ada yang terbuang,” jelasnya.
Ia mengatakan, untuk menghilangkan amis ikan patin, balurkan sedikit cuka ke daging ikan. Tunggu beberapa saat sebelum dicampur dengan bumbu.

Untuk membuat pepes ikan patin, kata dia, gunakan bumbu genep Bali. “Semua bumbu diulek, kemudian masukkan ikan yang sudah dipotong-potong, dan tambahkan irisan serai dan tomat dan daun kemangi. Bungkus dengan daun pisang dan kukus sampai matang. Kemudian dibakar. Kalau memiliki panci presto lebih baik,” paparnya. Bumbu untuk sup ikan sama hanya menggunakan kepala ikan. Untuk membuat kerupuk, kata dia, harus lebih teliti. Menguliti ikan patin harus berhati-hati agar hasil kerupuk bagus.
Awalnya ikan dicelupkan ke dalam air panas agar memudahkan mengambil kulitnya. Kulit dibersihkan dari kotoran lemak yang menempel. Balur jeruk nipis atau cuka agar rasa amisnya hilang. Setelah itu campur dengan bumbu yang sama dan jemur samai kering. Kemudian digoreng dalam minyak panas.
“Usahakan menjemurnya sampai kering agar hasil kerupuk saat digoreng lebih mengembang,” sarannya. –ast

Gencarkan Produksi Ikan Tawar Tabanan

Bangun Pasar Ikan di Bajera.
TABANAN memunyai potensi untuk budi daya ikan tawar. Dengan kepemilikan sawah sekitar 25.000 hektare, lahan sekitar 12.000 hektare dapat dimanfaatkan budi daya ikan air tawar. Demikian diungkapkan Kepala Dinas Perikanan dan kelautan Kab. Tabanan Ir. I Nyoman Wirna Ariwangsa, M.M.

Saat ini, kata dia, perbandingan produksi ikan tawar dengan ikan laut sekitar 600 ton ikan tawar dan 400 ton ikan laut dalam setahun. Ke depan, ia berharap, produksi ikan tawar dapat terus ditingkatkan menjadi 4.700 ton dalam waktu lima tahun. Sedangkan ikan laut, tidak lagi ditingkatkan karena sudah berlimpah. Untuk itu, kata dia, beberapa kiat sedang digencarkan untuk membudidayakan ikan tawar yakni dengan memperbanyak kolam di masyarakat. Targetnya sampai tahun 2012 sebanyak 200 hektare kolam ikan tawar. “Sekarang masih 50 hektare kolam ikan tawar tersebar di semua kecamatan di Tabanan,” katanya. Kiat lainnya, dengan meningkatkan teknologi dan penebaran benih berkualitas. “Yang dulunya satu are mampu menghasilkan dua kuintal ikan, bisa ditingkatkan menjadi lima kuintal,” jelasnya. Rehabilitasi kolam yang sudah ada juga digencarkan termasuk pemberian bantuan modal. Untuk lebih memasyarakatkan ikan, akhir tahun 2010 akan segera dibangun pasar ikan di Desa Bajera. –ast

Selasa, 12 Oktober 2010

Ikan patin Bisa jadi Primadona

Ikan patin hampir menyerupai ikan lele. Bentuknya lebih besar dan lebih lebar. Warna dagingnya putih dan sangat bagus untuk fillet. Tulangnya besar dan ditengah-tengah sehingga memudahkan untuk memasaknya. Namun, ikan ini belum terkenal di masyarakat. Padahal, kata Kadis Kelautan dan Perikanan Prov. Bali Ir. I Gst. Putu Nuriartha, M.M. menurut para ahli gizi, ikan patin sangat bagus untuk kesehatan ginjal dan hati. Sekarang ini, ikan patin sudah dikembangkan di Tabanan, Gianyar, Karangasem, dan Jembrana. Target pemerintah meningkatkan produksi perikanan 350% terus dilakukan dengan mengajak masyarakat gemar makan dan masak ikan. “Lomba pangan dan pameran makanan ikan terus dilakukan untuk lebih memasyarakatkan ikan,” ujarnya.

Kepala UPTD Balai Benih Ikan (BBI) Pesiapan Tabanan I Nyoman Puniayasa mengatakan, ikan patin memiliki prospek yang bagus untuk dikembangkan ke depan. ‘Rasa dagingnya kenyal dan enak selain bergizi. Harga juga masih terjangkau. Budi daya ikan patin sangat menjanjikan,” kata Puniayasa. Untuk memperkenalkan ikan patin, tahun 2005 BBI Pesiapan Tabanan melakukan uji coba budidaya ikan patin pertamakalinya di Bali. Dengan mengambil induk di BBI Sukamandi Jawa Barat, dilakukan penebaran 10 ribu benih. Dalam waktu tiga bulan panen sekitar 2 ton ikan patin. Untuk lebih memasyarakatan ikan ini, staf pegawai di BBI dianjurkan mengonsumsi ikan ini. Satu warung makan di Desa Dukuh Kec. Tabanan, diajak bekerja sama untuk menjual olahan ikan patin.

Selain melakukan pembenihan, kata dia, BBI Pesiapan satu-satunya BBI di Bali yang melayani bursa ikan. “Petugas BBI diberi tugas tambahan untuk menyerap hasil produksi petani agar tidak ada lagi keluhan pemasaran dari petani khususnya ikan patin,” jelas Punia.
Ia mengatakan, bursa ikan biasanya ramai dikunjugi masyarakat menjelang hari raya dan Tahun Baru. Untuk budidaya ikan patin, harga benih Rp 250 per ekor. Harga pakannya Rp 7000 per kilogram Awalnya, kata dia, budidaya ikan patin dengan hasil panen dua ton menghabiskan pakan 2,7 ton. Dengan perkembangan sekarang, konversi panen satu ton kini menghabiskan pakan 1,3 ton. “Walau konversi masih tinggi, dengan harga pakan Rp 7000 per kilogram, petani masih untung. Harga ikan patin Rp 20.000 satu kilogramnya,” jelasnya.

Masalah yang dihadapi dalam budidaya ikan patin adalah menekan harga pakan. Dibandingkan dengan harga ikan patin di Jakarta Rp 12.000, harga ikan patin di Bali tergolong masih mahal berkisar Rp 20.000. Ia mengatakan, berbeda dengan ikan tawar lainnya, pembenihan ikan patin dengan kawin suntik. “Belum ada pembenihan di Bali, karena masih mendatangkan induk dari Jawa,” ujarnya. Kendalanya, kata dia, memerlukan tempat khusus untuk membuat induk ikan. Kalau ikan tawar lain seperti lele, kaper, bawal, gurame mudah dikawinkan.
Petani di Bali masih menjadikan usaha budidaya ikan sebagai usaha sampingan. Padahal, budidaya ikan patin membutuhkan kedisplinan tinggi terutama dalam pemberian pakannya. Ketidakteraturan pemberian pakan menghasilkan pertumbuhan yang terhambat dan menghabiskan pakan lebih banyak.

Saat ini, kata dia, sekitar ada sekitar 10 kelompok petani yang membudidayakan ikan patin tersebar di Desa Dukuh, Megati, dan Subamia. “Lebih banyak di kota karena budidaya ini membutuhkan suhu di atas 27 celcius,” katanya. Namun, ia optimis ke depan ikan patin akan menjadi primadona di Bali.

Kendala Pemasaran
Kelompok Mina Agrina Mumbul Desa Dukuh Kec. Tabanan salah satu kelompok yang membudidayakan ikan patin. Menurut ketua kelompok Ketut Arka mereka sudah pernah panen sekali. Namun, ia mengaku pemasarannya masih tersendat-sendat. “Tebaran 4000 benih pertamakalinya masih tersisa. Sekali panen tidak langsung habis. Masih ada sisanya. Kalau setahun masih di kolam kami rugi karena harus tetap diberi makan,” ujarnya. Pelanggan tetapnya RSU Tabanan yang rutin memesan satu kuintal dan masyarakat sekitarnya. Menurut penyuluh perikanan I Gst. Putu Arnawa awalnya memang dikembangkan di Desa Dukuh. Namun, lama-kelamaan banyak masyarakat mulai tertarik budidaya. Ia berharap, dengan mulai tertariknya minat masyarakat berbudidaya ikan patin, perlu dipikirkan ke depan, agar pemasarannya tidak tersendat-sendat. Dengan seruan dari Gubernur Bali agar mulai melirik ikan patin, ia berharap masyarakat mulai tertarik untuk makan ikan patin.

Diminati Turis Asing
Kabid Perikanan Tangkap dan Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Bali A.A. Mahendra mengatakan, sebenarnya pemasaran ikan patin tidak ada masalah. Sudah banyak warung makan yang tertarik menjual olahan ikan patin. “Untuk bakso ikan sangat bagus karena dagingnya kenyal dan warnanya putih,” katanya. Malah, kata dia, ada permintaan dari supermarket besar di Denpasar dan Kuta, karena turis asing sangat menyukai ikan patin. Namun, mereka menegaskan, apakah pengiriman dapat dilakukan secara kontinu. Selain meminta ikan utuh, mereka juga meminta dalam bentuk fillet. Ia berharap, petani jangan hanya mengandalkan pemerintah, tapi harus gencar juga mencari infomasi warung makan atau supermarket yang sudah yang melirik ikan patin ini. –ast

KOran Tokoh, Edisi 613, 10-16 Oktober 2010

Sabtu, 02 Oktober 2010

Antisipasi Penculikan Anak

Perlu Kartu Penjemput

KASUS penculikan anak di bawah umur sempat merebak di Denpasar. Walaupun pelaku Si Codet sudah ditangkap, berbagai usaha dilakukan agar tidak ada lagi korban karena ulah Codet-codet lainnya. Belum lama ini TK Negeri Pembina Denpasar mengundang petugas dari Polsek Denpasar Barat untuk memberi pengarahan kepada orangtua siswa di sekolah setempat.

Kanit Lantas Polsek Denbar Virah Meydar Hasan memberikan beberapa kiat kepada orangtua agar anak terhindar dari penculikan. “Kalau orangtua bekerja, sering mengecek kondisi rumah. Jangan biarkan anak terlalu dekat dengan pembantu atau baby sister. Luangkan waktu bermain dengan anak,” katanya. Apabila anak bermain di halaman, tutup pintu gerbang sehingga anak tidak keluar rumah tanpa sepengetahuan orangtua. Tetap pantau anak-anak saat bermain di pekarangan rumah. Selain itu, kalau mengantar anak-anak sekolah pastikan anak sudah berada di halaman sekolah dan berbaur dengan temannya, baru meninggalkannya. Jangan baru tiba di pintu gerbang sekolah sudah ditinggalkan. Kenalkan anak dengan teman sekolah, guru, pegawai dan jika perlu kenalkan pada siapa yang biasa menjemput teman-temannya. Anak harus mengetahui nomor telepon sekolahnya dan nomor telepon gurunya.

Orangtua wajib meninggalkan nomor ponselnya sehingga bisa dihubungi gurunya jika ada masalah. Biasakan anak membawa bekal. Ia berharap, orangtua jangan membiasakan memberi uang jajan anak. Hal itu selain mengajarkan anak boros, juga membuat anak ingin berbelanja ke luar. Anak jangan memakai perhiasan. Beri tahu anak jangan mau dijemput orang lain yang tidak dikenalnya. Jangan telat menjemput anak. Secara psikologis, telat menjemput dapat memengaruhi mental anak, anak bingung dan mudah terpengaruh. Ia menyarankan, sebaiknya sekolah membuatkan siswanya kartu penjemput.


Aiptu I Ketut Sudiasa dari Babinkamtibmas Desa Dauh Puri Kaja menambahkan, kartu indetitas penjemput sangat penting untuk memastikan anak dijemput orang yang benar.
Kartu dapat dibuat sederhana berbentuk seperti KTP, ada nama anak dan foto orangtuanya. Jika yang menjemput bukan orangtuanya, si penjemput dapat menunjukkan kartu tersebut. Guru dapat mengecek ke orangtuanya bahwa anak dijemput orang lain.
Ada satu kisah dituturkan Sudiasa. Pernah terjadi penculikan anak SD dengan motif ekonomi. Korban sempat diajak kabur ke Jalan Nangka Utara. Karena anak itu terus menangis, beberapa orang yang melihatnya, menjadi menoleh ke arahnya. Pelaku merasa cemas, dan segera menurunkannya di jalan dan ditinggalkan begitu saja. Namun, perhiasannya sudah dipreteli. ”Anak memakai perhiasan dapat memancing orang lain berbuat jahat,” kata Sudiasa.

Ada satu pengalaman yang dituturkan Sudiasa ketika anaknya masih bersekolah di TK. Salah seorang ibu dilihatnya sedang menangis. Ketika ditanya, ibu tadi mengatakan anaknya hilang dan tidak ada di sekolah. Namun, dari penuturan orang yang sempat melihatnya, anak itu ternyata sudah dijemput seorang perempuan.
Sudiasa meminta ibu tadi untuk menelepon suaminya. Walau ibu tadi sempat merasa takut akan dimarahi suaminya karena telat menjemput anaknya, ia akhirnya menelepon dan meminta suaminya datang.
Orang yang sempat melihat tadi langsung berkata wajah si penjemput mirip dengan bapak itu sambil menunjuk ke suami ibu tadi. Akhirnya diputuskan untuk mengecek ke rumah. Ternyata anak itu sudah pulang dan dalam keadaan baik-baik saja.

Belajar dari kasus ini Sudiasa menegaskan, kartu penjemput sangat bermanfaat. Ketika orangtuanya tidak datang, si penjemput harus menunjukkan kartu sehingga guru tidak cemas dan menghindari saling menyalahkan.
Salah seorang orangtua siswa mengatakan, setuju dibuatkan kartu penjemput. Ada pengalaman yang dituturkannya. Waktu itu ia tidak membawa ponsel. Istrinya sedang ada rapat di kantornya. Akhirnya, istrinya meminta tolong temannya untuk menjemput karena ia tidak bisa dihubungi. Padahal, ia sudah berada di sekolah untuk menjemput juga.
Menurutnya, memang perlu kartu penjemput sehingga memudahkan untuk mengawasi siapa yang datang menjemput ke sekolah.

Kepala TK Negeri Pembina Dra Tjok. Istri Mas Mingguwathini M.Pd. mengatakan, sangat setuju dibuatkan kartu penjemput. Ada satu aturan di TK Pembina Negeri, ketika anak belum dijemput orangtuanya, anak diajak masuk ke ruangan ikut sarapan bersama para guru.
Kebetulan waktu itu, salah seorang orangtua siswa Diah mengaku sempat bolak-balik datang ke sekolah karena telat menjemput anaknya. Padahal, anaknya sedang berada di dalam kelas bersama para guru. Tjok. Mingguwatini menegaskan, ketika sudah pukul 11.00 dan masih ada anak yang belum dijemput, pihaknya mengajak anak itu ke dalam dan diajak makan bersama gurunya. “Guru-guru di sini masuknya pukul 06.30 sehingga mereka tidak sempat sarapan. Setelah anak-anak pulang mereka baru bisa sarapan dan minum kopi,” katanya.
Ia berharap, para orangtua yang terlambat menjemput anaknya langsung masuk ke dalam ruangan. Dengan 80 siswa dan 9 orang guru termasuk dirinya, menuntut tangung jawab sekolah lebih besar. Peran orangtua juga diperlukan untuk menjaga anak-anak mereka terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Ia mengatakan, sudah ada seorang guru piket yang menanti anak-anak di depan. Begitu juga waktu anak-anak pulang, semua guru berjejer di depan ikut mengantar mereka. Ketika dilihat ada orang lain yang menjemput, guru akan menegurnya.

Sedangkan TK Margajati yang berlokasi di banjar ini, tidak memiliki satpam sekolah. Namun, menurut Kepala TK Ni Wayan Sarmi, S.Pd. ketika anak terlambat dijemput orangtuanya, biasanya salah seorang guru akan mengantarnya. Kebetulan, sebagian besar tempat tinggal siswa di sekitar lingkungan sekolah sehingga memudahkan berkoordinasi. Dalam absen anak sudah dicantumkan nomor telepon orangtuanya sehingga jika ada masalah, mudah dihubungi. Orangtua juga wajib mencatat nomor telepon sekolah dan diharapkan memberi tahu ketika anak djemput orang lain atau dititipkan kepada penjemput temannya. –ast