Pemeriksaan kesehatan pranikah penting bagai kedua pasangan yang akan menikah. Tujuannya, agar terhindar dan mendeteksi penyakit secara dini. Sayangnya, persiapan ini seringkali diabaikan. “Pemeriksaan kesehatan pranikah perlu dan penting bagi calon pasangan pengantin. Jangan menyepelekan pemeriksaan kesehatan sebelum pernikahan. Jika tidak waspada, ada banyak risiko yang akan menghadang Anda bersama pasangan dalam menjalani pernikahan,” jelas dr. I Nyoman Hariyasa Sanjaya, Sp.OG.
Ia mengatakan, memeriksakan diri sebelum pernikahan memunyai manfaat penting, seperti mengetahui kondisi calon pasutri, memperoleh kesiapan mental serta mengetahui jika ada penyakit-penyakit yang nantinya dapat segera ditanggulangi bersama menyangkut masalah kesehatan reproduksi dan genetika. Menurutnya tujuan pemeriksaan kesehatan meningkatkan kualitas calon keluarga. “Jika dideteksi adanya gangguan dapat segera diatasi," ujarnya. Banyak aspek yang harus disiapkan calon pengantin. Tidak saja menyangkut fisik tapi emosi karena kehamilan bagian dalam hidup berumahtangga dan kegiatan spiritual. Khusus bagi perempuan, tubuhnya harus ideal. Artinya, tidak gemuk dan tidak kurus “Berat badan tidak ideal akan berpengaruh pada keberhasilan perawatan kehamilan dan mempengaruhi komplikasi saat melahirkan,” tegasnya. Cara menghitung berat badan ideal, tinggi badan dikurangi 100 dikurangi 10%. Contoh tinggi badan 150 cm berat badan ideal 45 kg.
Selain itu, kata dokter Hariyasa, calon pasutri mengonsumsi nutrisi sehat dan seimbang. Menjalani pola hidup sehat dan tidak mengosumsi alkohol, narkoba, dan gaya hidup sehat. Ia menyayangkan banyak masyarakat menyukai makanan nikmat bukan makanan sehat seperti junk food, makanan banyak lemak. “Berhati-hatilah pada makanan manis, banyak lemak, menggunakan zat pewarna atau pengawet. Ini dapat memicu risiko diabetes saat kehamilan. Bahkan, risiko itu bisa muncul, dimana saat sebelum hamil tidak mengalami penyakit ini,” jelasnya.
Hal lain yang harus menjadi perhatian adalah kesehatan gigi dan mulut, terutama bagi perempuan. Keluhan gigi berlubang atau gusi mengalami infeksi dapat menimbulkan dampak buruk kehamilan. Tren mode menggunakan zat kimia tertentu untuk cat rambut atau pembersih muka yang mengandung merkuri, juga dapat memberi risiko pada kehamilan.
Untuk melengkapi kesehatan pasangan pasutri, perlu pemeriksaan darah, urin, jantung, paru-paru, atau organ tubuh lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya virus rubella, toxoplasma, virus herpes atau infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual seperti HIV/AIDS hepatitis B, C, sifilis, atau penyakit kelamin lainnya. “Infeksi ini berbahaya, karena dapat mengakibatkan perempuan tidak bisa punya anak,” jelasnya. Skrining lain untuk diabetes, hypotiroid, dan depresi. Beberapa perempuan mengalami tingkat kecemasan tinggi sehingga perlu dikonsultasikan. Perempuan bukan saja mempersiapkan organ kandungan, payudara juga menjadi perhatian. Perhatikan jika ada benjolan mengarah ke ganas atau tidak. Pemeriksaan golongan darah ada tidaknya resus negatif, kelainan pada darah, menggumpalnya darah, penyakti autoimun, kelainan kromosom, atau ada tidaknya riwayat keluarga cacat bawaan.
Perempuan sebelum menikah mendapatkan imunisasi tetanus toksoid (TT) agar mereka terhindar dari penyakit tetanus. Mengapa perempuan yang diberikan suntikan TT ini? “Saat persalinan mereka mengalami robekan-robekan, termasuk di dalamnya agar tali pusar bayi tidak terkena infeksi,” paparnya. Menurutnya penyakit tetanus pada awal kelahiran dapat mengakibatkan kematian pada bayi. Kematian bayi baru lahir masih tergolong tinggi di Indonesia.
Menurutnya tes kesehatan pranikah dapat dilakukan kapan saja. Biasanya pasangan melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter, sehingga dapat ditentukan tes apa yang harus dilakukan. “Tes ini untuk skrining dan mempersiapkan kehamilan yang sehat,” ungkapnya. Ia menilai, perempuan terpelajar dengan status sosial menengah ke atas, menunjukkan kenaikan 30% melakukan pemeriksaan pranikah. Namun, sayangnya, kata dia, kecenderungan perempuan menikah di atas usia kepala tiga. “Justru ini dapat menimbulkan risiko waktu hamil,” kata dokter yang bertugas di Wing Internasional ini.
Usia ideal untuk menikah 20-30 tahun. Usia ini dianggap secara biologis, usia reproduksi yang sehat. Secara biologis fisik pasutri berada puncak kualitasnya. Alat reproduksinya sudah siap. Usia diatas 30 tahun dapat meningkatkan risiko saat hamil. Namun, sering terjadi kehamilan tanpa persiapan, atau terpaksa menikah karena sudah hamil terlebih dahulu. Konseling pranikah diperlukan untuk menyiapkan calon pasutri siap jasmani dan rohani. Perempuan dapat menghadapi perubahan emosi saat kehamilan dan persalinan, juga termasuk calon suami harus mengetahuinya.
“Perempuan yang sudah siap hamil akan memperhatikan nutrisinya dengan baik dan mematuhi pantangan yang harus dituruti. Dengan perencanaan pernikahan dan kehamilan, kualitas anak juga menjadi lebih baik,” tambah dr. Made Arimbawa, Sp. A. Menurutnya pertumbuhan janin dalam kandungan sangat cepat selama 9 bulan. Kesehatan selama kehamilan perlu diperhatikan dengan baik. Setelah anak lahir, satu tahun pertama merupakan perkembangan otak yang cepat. Perhatikan berat badan anak, tinggi badan, nutrisi, dan lingkar kepala bayi. Saat bayi lahir ukuran badannya rat-rata 50 cm, dalam tahun pertama ukurannya berubah menjadi 75 cm. Lingkar kepala saat lahir rata-rata 34 cm dalam tahun pertama berubah menjadi 44 cm. Kelainan sudah dapat dideteksi pada tahun pertama. Tiga tahun pertama dalam pertumbuhan anak merupakan masa keemasan otaknya, sehingga orangtua harus memberikan nutrisi yang cukup dan sehat.
Dokter Hariyasa menegaskan, kehamilan bukan hak dan kewajiban. Tidak boleh ada satu pihak yang memaksakan wajib hamil dan wajib memunyai anak laki-laki. Kehamilan itu pemberian tuhan. Ketika Tuhan tidak memberikan atau belum memberikan kehamilan, pasutri hendaknya tidak stres dan menerimanya. Hal ini bukan hanya menyangkut kesehatan tapi untuk kebahagiaan rumahtangganya. –ast
Sudah dimuat di Koran Tokoh, Edisi 563, 26 Oktober 2009
Selain itu, kata dokter Hariyasa, calon pasutri mengonsumsi nutrisi sehat dan seimbang. Menjalani pola hidup sehat dan tidak mengosumsi alkohol, narkoba, dan gaya hidup sehat. Ia menyayangkan banyak masyarakat menyukai makanan nikmat bukan makanan sehat seperti junk food, makanan banyak lemak. “Berhati-hatilah pada makanan manis, banyak lemak, menggunakan zat pewarna atau pengawet. Ini dapat memicu risiko diabetes saat kehamilan. Bahkan, risiko itu bisa muncul, dimana saat sebelum hamil tidak mengalami penyakit ini,” jelasnya.
Hal lain yang harus menjadi perhatian adalah kesehatan gigi dan mulut, terutama bagi perempuan. Keluhan gigi berlubang atau gusi mengalami infeksi dapat menimbulkan dampak buruk kehamilan. Tren mode menggunakan zat kimia tertentu untuk cat rambut atau pembersih muka yang mengandung merkuri, juga dapat memberi risiko pada kehamilan.
Untuk melengkapi kesehatan pasangan pasutri, perlu pemeriksaan darah, urin, jantung, paru-paru, atau organ tubuh lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya virus rubella, toxoplasma, virus herpes atau infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual seperti HIV/AIDS hepatitis B, C, sifilis, atau penyakit kelamin lainnya. “Infeksi ini berbahaya, karena dapat mengakibatkan perempuan tidak bisa punya anak,” jelasnya. Skrining lain untuk diabetes, hypotiroid, dan depresi. Beberapa perempuan mengalami tingkat kecemasan tinggi sehingga perlu dikonsultasikan. Perempuan bukan saja mempersiapkan organ kandungan, payudara juga menjadi perhatian. Perhatikan jika ada benjolan mengarah ke ganas atau tidak. Pemeriksaan golongan darah ada tidaknya resus negatif, kelainan pada darah, menggumpalnya darah, penyakti autoimun, kelainan kromosom, atau ada tidaknya riwayat keluarga cacat bawaan.
Perempuan sebelum menikah mendapatkan imunisasi tetanus toksoid (TT) agar mereka terhindar dari penyakit tetanus. Mengapa perempuan yang diberikan suntikan TT ini? “Saat persalinan mereka mengalami robekan-robekan, termasuk di dalamnya agar tali pusar bayi tidak terkena infeksi,” paparnya. Menurutnya penyakit tetanus pada awal kelahiran dapat mengakibatkan kematian pada bayi. Kematian bayi baru lahir masih tergolong tinggi di Indonesia.
Menurutnya tes kesehatan pranikah dapat dilakukan kapan saja. Biasanya pasangan melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter, sehingga dapat ditentukan tes apa yang harus dilakukan. “Tes ini untuk skrining dan mempersiapkan kehamilan yang sehat,” ungkapnya. Ia menilai, perempuan terpelajar dengan status sosial menengah ke atas, menunjukkan kenaikan 30% melakukan pemeriksaan pranikah. Namun, sayangnya, kata dia, kecenderungan perempuan menikah di atas usia kepala tiga. “Justru ini dapat menimbulkan risiko waktu hamil,” kata dokter yang bertugas di Wing Internasional ini.
Usia ideal untuk menikah 20-30 tahun. Usia ini dianggap secara biologis, usia reproduksi yang sehat. Secara biologis fisik pasutri berada puncak kualitasnya. Alat reproduksinya sudah siap. Usia diatas 30 tahun dapat meningkatkan risiko saat hamil. Namun, sering terjadi kehamilan tanpa persiapan, atau terpaksa menikah karena sudah hamil terlebih dahulu. Konseling pranikah diperlukan untuk menyiapkan calon pasutri siap jasmani dan rohani. Perempuan dapat menghadapi perubahan emosi saat kehamilan dan persalinan, juga termasuk calon suami harus mengetahuinya.
“Perempuan yang sudah siap hamil akan memperhatikan nutrisinya dengan baik dan mematuhi pantangan yang harus dituruti. Dengan perencanaan pernikahan dan kehamilan, kualitas anak juga menjadi lebih baik,” tambah dr. Made Arimbawa, Sp. A. Menurutnya pertumbuhan janin dalam kandungan sangat cepat selama 9 bulan. Kesehatan selama kehamilan perlu diperhatikan dengan baik. Setelah anak lahir, satu tahun pertama merupakan perkembangan otak yang cepat. Perhatikan berat badan anak, tinggi badan, nutrisi, dan lingkar kepala bayi. Saat bayi lahir ukuran badannya rat-rata 50 cm, dalam tahun pertama ukurannya berubah menjadi 75 cm. Lingkar kepala saat lahir rata-rata 34 cm dalam tahun pertama berubah menjadi 44 cm. Kelainan sudah dapat dideteksi pada tahun pertama. Tiga tahun pertama dalam pertumbuhan anak merupakan masa keemasan otaknya, sehingga orangtua harus memberikan nutrisi yang cukup dan sehat.
Dokter Hariyasa menegaskan, kehamilan bukan hak dan kewajiban. Tidak boleh ada satu pihak yang memaksakan wajib hamil dan wajib memunyai anak laki-laki. Kehamilan itu pemberian tuhan. Ketika Tuhan tidak memberikan atau belum memberikan kehamilan, pasutri hendaknya tidak stres dan menerimanya. Hal ini bukan hanya menyangkut kesehatan tapi untuk kebahagiaan rumahtangganya. –ast
Sudah dimuat di Koran Tokoh, Edisi 563, 26 Oktober 2009