Senin, 19 September 2011

Harapkan Pemerintah Subsidi Vaksin HPV untuk Kanker Serviks

Kanker serviks merupakan penyakit kanker yang menduduki urutan kedua terbanyak setelah kanker payudara yang diderita perempuan di dunia termasuk di Indonesia. Menurut WHO, tiap tahunnya terdapat 500.000 kasus baru kanker serviks dimana separuhnya berakhir dengan kematian. Di Indonesia, lebih dari 70 % kasus kanker serviks ditemukan saat sudah stadium lanjut, dengan angka kejadian tiap satu jam seorang perempuan meninggal karena kanker serviks. Penyebab kanker ini infeksi human papillomavirus (HPV). Penyakit ini dapat dicegah melalui vaksin HPV dan deteksi dini pap smear. Demikian dipaparkan Ketua Persatuan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI) dr. Made Suyasa Jaya, Sp.OG (K). di depan 106 kepala sekolah dan komite SMP-SMA se-Kota Denpasar dalam ”Seminar Edukasi Kesehatan Reproduksi Remaja di Sekolah,” Jumat (16/9) di Inna Grand Bali Beach Sanur.

Berdasarkan data tahun 2007, yang paling banyak mengakses internet adalah remaja. Ironisnya, kata dia, hanya 20% untuk mengakses masalah-masalah pendidikan. Sisanya 80% digunakan untuk membuka situs porno. ”Kembali lagi kepada tanggung jawab keluarga yang memberikan karakter individu tersebut. Jangan hanya sibuk bekerja, tapi melupakan tugas sebagai orangtua. Populasi remaja sangat tinggi. Kami mendapatkan pasien seorang siswi SMP hamil tiga bulan, ibunya menangis histeris,” paparnya. Kehamilan remaja ujung-ujungnya aborsi yang tidak sehat. Selain itu infeksi mengancam nyawa. Data yang dikantongi sebagai dokter yang bekerja di bayi tabung, sekitar 80% penyebab fertilitas (kemandulan) karena infeksi. Bahkan, kata dia, infeksi penyakit menular HIV/AIDS sudah menginfeksi remaja usia 16 tahun. ”Anak SMP sudah biasa pergi ke lokalisasi,” tandasnya. Ironisnya, penderita kanker selalu datang dalam keadaan stadium lanjut.
Ia menyebutkan, dari semua kanker yag ada, hanya kanker serviks yang bisa dilakukan deteksi dini. Namun, ia menyayangkan, para ibu malas untuk pap smear. ”Sekarang sudah ada vaksin HPV. Peluang melawan kanker lebih besar. Vaksin HPV dilakukan sebanyak tiga kali, pada bulan ke pertama, kedua dan ke tujuh,” ujarnya.
Ia menegaskan, semua perempuan wajib divaksin karena siapa saja bisa kena. Virus ini menular lewat kontak seksual berganti-ganti pasangan. Data menunjukkan sekitar 300 PSK di Denpasar malah sudah terkena kanker serviks, dan mereka tetap melakukan pekerjaan.
Menurutnya, pencegahan kanker serviks dapat dilakukan di sekolah ”Sekolah merupakan pilihan tepat dijadikan gerbang awal untuk eradikasi kanker serviks,” ujarnya. Idealnya, kata dia, vaksinasi dilakukan pada remaja putri yang belum kontak seksual. Untuk itu, POGI Cabang Denpasar melakukan gerakan vaksinasi berbasis sekolah dengan memberikan biaya vaksinasi yang jauh sangat ringan dibandingkan harga normalnya. ”Tiga kali vaksin siswa hanya dikenai biaya Rp 1 juta. Biaya juga bisa dicicil, yang pertama Rp 500 ribu, kedua Rp 300 ribu, dan ketiga Rp 200 ribu,” jelasnya. Ia berharap, sekolah memanfaatkan kesempatan ini untuk menyosialisasikan kepada siswa dan orangtua mereka.

dr. Made Darmayasa, Sp.OG (K) mengatakan, tantangan remaja sekarang berbeda dengan remaja dulu. Orangtua tidak bisa lagi hanya menentukan di awal tapi harus kuat dan membidikan sasaran yang tepat seperti busur menbidikan anak panah. Fakta kasus HIV/AIDS tahun 2004. Sudah ada program pencegahan agar tiga tahun ke depan hasilnya lebih baik. Namun, sekarang Bali malah menduduki urutan kedua di Indonesia dalam kasus HIV/AIDS. HIV akan menjadi pandemi global jika tidak dilakukan pencegahan. Kekerasan seksual menimpa anak-anak. Begitu susahnya menjaga alat reproduksinya sendiri. Malah remaja usia 14 tahun hamil karena diperkosa iparnya sendiri. Pelaku KDRT bukan orang jauh tapi orang terdekat. Usia yang dianggap rawan kematian karena kanker serviks 40 sampai 50 tahun. Korban HIV/AIDS meninggal usia termuda 16 tahun.
Menurut dokter Made Suyasa Jaya, program vaksin kanker serviks masuk sekolah ini merupakan program yang pertama di Indonesia dan Denpasar sebagai pilot project. Sekolah yang sudah menjalankan program ini, sekolah Tunas Daud.
Vonny Susanta bagian bidang pengembangan sekolah Tunas Daud mengatakan, ceramah kesehatan reproduksi ini sudah dilakukan saat orientasi sekolah siswa SMP Tunas Daud. POGI juga sudah melakukan tatap muka dengan para orangtua saat konferensi orangtua di Tunas Daud. ”Karena yang bisa divaksin mulai usia 10 tahun – 55 tahun. Kami juga meminta bukan saja siswi SMP, tapi siswi kelas 5 SD dan SMA. Bahkan para orangtua juga ikut vaksin. Para orangtua dikenai biaya Rp 1,8 juta untuk tiga kali vaksin,” katanya.
Menurut dokter Made Suyasa Jaya, untuk siswa memang cukup membayar 1 juta. Khusus orangtua dikenai biaya Rp 1,8 juta atau Rp 600 ribu sekali vaksin. POGI tidak mengambil keuntungan sepeser pun. Harga vaksin ini memang mahal. Satu kali vaksin sebenarnya harganya Rp 1 juta. Ini sebagai kepedulian POGI untuk masa depan generasi bangsa.
Wakasek SMAN 2 Denpasar I Gusti Ngurah Arjana mengatakan, memang vaksin ini perlu dan sangat mendesak, tapi harganya sangat mahal. Bagaimana mau membayar vaksin, SPP saja masih nunggak. Kalau bisa harga diturunkan atau dapat subsidi dari pemerintah.
Mudita, guru SMAN 6 Denpasar mengatakan, banyak sekali persoalan remaja. Pendidikan karakter mau masuk kurikulum, berlalu lintas, begitu juga kesehatan reproduksi. Banyak sekali yang akan masuk kurikulum. Apa yang harus dilakukan.
Tri, guru sekolah Taman Rama menanyakan, apa jenis vaksin yang akan diberikan POGI. Apakah ada efek sampingnya?

Ketua Komite SMAN 2 Denpasar Prof. A.A. Gede Agung mengatakan, disamping sosialisasi kepada sekolah dan orangtua, perlu juga dilakukan kerjasama dengan Depkes, Pemprov. Bali, DPRD untuk bersama-sama ikut mengatasi masalah ini terutama subsidi biaya vaksin. Untuk memasukkan ke kurikulum juga perlu kebijakan DPRD karena semua ada kaitannya dengan kepentingan politik. “Program jelek saja bisa berjalan, apalagi ini program bagus untuk generasi muda ke depan,” ujarnya.
Komite SMPN 5 Denpasar Murjana mengatakan, baru pertamakali mendengar ada vaksin kanker serviks. Mungkin perlu disosialisaskan lebih banyak. Kurikulum sekolah sangat padat bagimana kalau dikemas dengan model lain untuk tolok ukur kebijakan ke depan.
Pengurus Yayasan SMK Rekayasa Ngurah Sundia mengatakan program ini sangat baik. Namun, kata dia, sebagian besar siswa yang masuk ke sekolahnya berasal dari keluarga yang pas-pasan. ”Kami berharap agar bisa subsidi dari pemerintah,” katanya.
Komite SMA PGRI 2 Denpasar Ketut Kontra berharap, agar kesehatan reproduksi masuk kurikulum. Menurutnya, pemerintah masih mencari-cari bentuk pendidikan yang cocok. Ganti menteri ganti kurikulum. Remaja usia labil. Mereka sulit mengambil keputusan tepat. Ia meminta pemerintah memangkas kafe dan lokalisasi.
Ketua Komite SMAN 8 Denpasar A.A. Ngurah Widiada mengatakan, sudah dua kali ikut workshop POGI. Sebagai orang awam ia membayangkan sangat ngeri suasana yang bakal terjadi ke depan jika terjadi pandemi kanker serviks. Ia menyarankan, pengurus POGI sebaiknya datang sosialisasi ke DPRD dengan data-data karena sebagai artikulasi terhadap kebijakan ada anggaran yang bisa diposkan ke Pemkot dan Gubernur Bali. Sebagai anggota legislatif ia sangat mendukung program ini.
Ketua Komite Taman Rama A.A. Puspa mengatakan bagaimana dengan biaya vaksin untuk anak-anak di pedesaan karena justru sebagian besar yang terkena orang-orang yang tinggal di desa. Sebaiknya POGI mengandeng pihak ketiga seperti para pengusaha untuk melakukan CSR sehingga biaya vaksin bisa tertalangi.
Ketua Dewan Pendidikan Kota Denpasar Dr. Ir. I Putu Rumawan salain, M.Si mengatakan, antusias terhadap program vaksinasi kanker serviks berbasis sekolah ini. “Makin banyak remaja putri yang tervaksinasi maka cita-cita menuju Bali bebas kanker serviks 2010 dapat tercapai,” katanya.
Rumawan Salain sangat setuju dengan usulan Agung Puspa agar POGI menjalin kerja sama dengan pihak ketiga. Yayasan Smansa siap membantu.

Dokter Made Suyasa Jaya mengatakan, sudah mengajukan penawaran ke Sosro. ”Kami sangat berharap para pengusaha turut membantu untuk meringankan biaya vaksin ini,” ujarnya.
Ia setuju pendidikan karakter masuk ke ke kurikulum. Lebih baik mendidik orang bodoh daripada orang jahat.
Ia menyebutkan, semua vaksin kanker serviks sama saja hanya beda merk. Efek samping sangat rendah. Namun, kata dia, jarang terjadi. Vaksin ini berbeda karena dihasilkan dari rekayasa genetika sehingga tidak ada reaksi panas setelah divaksin.
Menurutnya, gerakan sekarang ini memang tidak tampak hasilnya seketika. Namun, ke depan, dapat dilihat dari menurunnya angka kematian kanker serviks. Ini yang bisa dilakukan POGI. Sekarang giliran pemerintah untuk turut berpartisipasi. Kalau bisa masuk APBD bisa gratis. Awal membangun program ini ia mengaku sempat pesimis mengingat harga vaksin mahal. Mudah-mudahan Pemprov Bali turut memberi subsidi. Hongkong bisa sukses dalam gerakan ini karena dibiayai pemerintah.

Dokter Darmayasa berharap, tiap sekolah ada guru dan siswa sebagai juru bicara yang mengampanyekan ini sehingga POGI tidak perlu lagi sosialisasi tiap tahun. Pencegahan ini juga harus didukung dengan kebijakan terkait. POGI tidak bisa menyelesaikan semuanya.
Rumawan Salain menilai ini merupakan tanggung jawab pemerintah. Sampai sekarang belum ada juklak atau wacana besar upaya untuk menangani kanker serviks ini. “Kami di dewan pendidikan sudah menularkan isu ini ke Dewan Pendidikan Klungkung. Kami juga sudah bicara dengan Dewan Pendidikan Badung. Malah Dewan Pendidikan Bangli sudah minta agar POGI segera sosialisasi. Dewan Pendidikan Kota Denpasar sudah mendampingi POGI ke DPRD Kota Denpasar dan melapor ke Walikota Denpasar agar ada anggaran yang bisa dimasukkan ke APBD,” paparnya. -ast

Koran Tokoh, Edisi 661, 19-24 September 2011

3 komentar:

info kehamilan mengatakan...

mohon publikasi tentang gejala cancer serviks untuk kalangan umum dengan bahasa yang mudah dimengerti. terimakasih atas informasi HPV....

clear mengatakan...

Cervical cancer is a health problem. We should get more help from various resources to find out its effective vaccine or medicine. Also we should take care of common health problems as treatment of toenail fungus
& more.

preeti mengatakan...

There are some big health problems as cancer. We should get the full knowledge about cancer and other diseases for prevent them earlier. As for knee disorders its good to know about its treatments as menisectomy
.