Sekelompok siswa SMP terlihat sedang duduk di serambi kelas. Salah satu anak perempuan, terlihat menjadi bahan candaan teman-temannya. Entah apa yang dibicarakan mereka, remaja putri berkulit putih itu tersipu-sipu sambil mencolek lengan temannya. Ketika saya mendekat, mereka langsung memandang dengan heran. Saya langsung menyapa dengan salam sambil menyebutkan nama. Mereka masih memandang dengan muka merengut. Saya baru sadar, mereka tidak bisa mendengar suara saya. Humas SLB-B Jimbaran Gede Suweca segera membantu saya. Ia mengenalkan saya sambil menggunakan bahasa isyarat. Menurut saya, agak sulit berkomunikasi dengan mereka. Selain harus menguasai bahasa isyarat, berbicara harus dengan suara keras dengan penekanan pada mulut dengan jelas. Waktu itu, sekitar pukul 09.30, waktunya istirahat. Tak banyak siswa yang berkeliaran di halaman seperti layaknya siswa di sekolah normal. Sebagian besar siswa lebih memilih duduk di serambi kelas, sambil mengobrol dengan bahasa isyarat.
Menurut Suweca, siswa SLB-B lebih mudah diatur dan disiplin. “Pada dasarnya, siswa tunarunggu hampir sama dengan siswa normal. Ada yang pintar dan lemah. Mereka lebih menurut dan disiplin. Kalau sudah diberi contoh mereka langsung mentaati. Begitu juga ketika mereka terjun di dunia industri. Etos kerjanya tinggi, penurut, dan disiplin. Hambatannya hanya di masalah komunikasi,” ujar Seweca.
Menurut koordinator wakil kepala Sekolah SLB-B Jimbaran Edi Prajitno, selain menampung siswa tunarunggu, SLB Jimbaran juga menerima siswa tunagrahita dan autis. Saat ini jumlah keseluruhan siswa di SLB-B Jimbaran sebanyak 211 siswa. Siswa ini terbagi dalam tiga kelompok, tunarunggu, tunagrahita, dan autis. Kelompok tunarunggu TK-B berjumlah 8 orang, SD-B 50 orang, SMP-B 28 orang, SMA-B 29 orang. Kelompok tunagrahita SD-C 59 orang, SMP-C 15 orang, SMA-C 8 orang. Kelompok Autis, SD 11 orang, SMP 5 orang, SMA 5 orang. Jumlah guru 44 orang terdiri dari PNS 39 orang dan sisanya masih honorer.
Sebagian besar guru berpendidikan sarjana pendidikan luar biasa. Bagi guru yang tidak memiliki latar belakang pendidikan luar biasa, mereka diberi pelatihan di P4TK PLB Bandung selama 1 ½ bulan. Mereka diberikan materi wawasan pendidikan luar biasa secara umum termasuk tunanetra, tunarunggu, dan tunagrahita. Khusus guru tunarunggu mereka mendapatkan pendidikan khusus tentang bina komunikasi persepsi bunyi dan irama dan bina wicara.
Ia mengatakan, Direktorat Bina Layanan Pendidikan Khusus Jakarta juga mengadakan pelatihan bahasa isyarat (SIBI) bagi guru tunarunggu. Namun, kecenderungan siswa menggunakan bahasa isyarat lokal yang tidak ada di kamus. Untuk memudahkan, kata Edi, SLB-B Jimbaran membedakan kamus menjadi tiga, khusus siswa TK/SD, SMP, dan SMA.
Suweca yang juga guru bina komunikasi, persepsi, bunyi, dan irama mengatakan, tujuan materi bina komunikasi ini untuk mendeteksi sisa pendengaran siswa. Materi yang diajarkan mendeteksi pendengaran anak-anak dengan alat sederhana. Tingkat TK dan SD, pendengaran siswa dilatih dengan gong. Tahap permulaan memukul gong dengan nada lemah dengan jarak dua meter dari siswa. Kemudian pemukulan lebih keras. Siswa akan memberi kode dengan mengacungkan tangan bila mereka mendengar. Selain gong, alat lain yang digunakan drum. Saat dipukul dilihat bagaimana reaksi siswa. Bagi yang mendengar mereka akan berjalan beberapa langkah. Khusus siswa SMP menggunakan alat musik jimbe. Pemukulan bertahap dan diikuti siswa. Materi ini diajarkan seminggu sekali selama dua jam.
Edi Prajitno mengatakan, pada dasarnya kurikulum yang diterapkan hampir sama dengan kurikulum sekolah normal. Hanya bobotnya lebih sedikit dan lebih mudah.
Untuk mendapatkan lulusan yang mampu hidup mandiri di masyarakat, SLB-B Jimbaran memberikan materi keterampilan pada semua siswa tunarunggu. Ada 13 keterampilan yang diajarkan di SLB-B Jimbaran diantaranya tata boga, tata busana, otomotif, komputer, musik, melukis, pertukangan kayu, menari, tata rias, keramik, dan sablon.
Lulusan SMA-B mendapat tiga ijazah yakni dari sekolah, dunia industri, dan asosiasi keterampilan. Siswa SMA mendapat kesempatan magang selama 6 bulan di beberapa hotel di Nusa Dua. Sebelum lulus mereka mengikuti ujian kompetensi selama 10 hari. Tujuannya untuk mendapatkan sertifikat yang bisa digunakan nanti setelah lulus sekolah. Sebanyak 70% lulusan sudah terserap di dunia industri.
Made Wirantini, guru keterampilan tata busana mengatakan, sebagian besar keterampilan tata busana diminati anak perempuan. Peminat laki-laki hanya satu orang. Materi yang diajarkan mulai dari membuat pola, sampai menjahit dan menghias busana. Kesulitan mengajar, kata Wirantini, tata busana agak rumit, mulai dari membuat pola dengan memakai hitung-hitungan. Siswa mengaku sering lupa. Untuk mudahnya, Wirantini membuatkan pola jadi yang kemudian dijiplak dan disesuaikan dengan ukuran sendiri. –ast
Wakili Indonesia ke India
Walau pun memiliki kelemahan, beberapa siswa tuna runggu SLB-B Jimbaran memiliki segudang prestasi. Yoga, siswa kelas kelas 3 SMP-B pernah meraih juara I tingkat nasional dalam lomba tenis meja antar siswa SLB. Selain itu, Yoga juga piawai menari nusantara dan terampil dalam tata busana. Di rumahnya, Yoga memiliki guru privat untuk mengasah keterampilannya bermain tenis meja.
Dian Puji Astuti siswi kelas 2 SMP-B mendapatkan prestasi juara I tingkat nasional lomba lari lompat jauh antar siswa SLB. Dian juga penari pendet andalan SLB-B Jimbaran.
Dalam lomba sentral tingkat nasional di Yogyakarta tahun 2011, SLB-B Jimbaran mendapatkan prestasi Juara 2 lomba stan dan juara harapan 2 lomba manajemen.
Bulan November yang akan datang, 4 orang siswa SLB-B Jimbaran dipercaya mewakili Indonesia dalam festival anak berkebutuhan khusus di India. Siswa SLB-B Jimbaran akan menampilkan lima tari Bali.
Menurut Suweca, anak-anak SLB-B Jimbaran kerap diundang dalam pementasan berbagai acara seperti dalam pembukaan festival Nusa Dua, KTT Asean, Pesta Kesenian Bali dan pameran pembangunan. Beberapa siswa di SLB-B Jimbaran juga ikut sanggar kesenian di GWK. Dalam tiap pagelaran mereka diikutsertakan dan diberikan uang lelah dari sanggar. Uang itu menjadi hak pribadi siswa yang digunakan untuk keperluannya sendiri. Ada yang menarik, kata Suweca, SLB-B Jimbaran juga memiliki garapan terbaru yakni kecak kolaborasi tanpa suara. “Mereka menari cak tanpa bersuara,” ujarnya. Cak tanpa suara ini sudah pernah dipentaskan dan mendapatkan sambutan hangat dari penonton yang sebagian besar turis asing. –ast
Dilengkapi Ruang Workshop Keterampilan
Luas SLB-B Jimbaran 5 hektare, yang terdiri dari beberapa bangunan. Bangunan utama ada ruangan guru dan pegawai. Terlihat sangat luas dan nyaman. Beberapa prasarana komputer sudah melengkapi. Ruang kelas siswa tunarunggu TK-B 2 kelas, SD-B 6 kelas, SMP-B 3 kelas, dan SMA-B 3 kelas. Ruang kelas SD-C 6, SMP-C 3 kelas dan SMA-C 3 kelas. Masing-masing kelas dilengkapi dengan papan tulis. Meja dan bangku terlihat dalam kondisi baik. Karena terbatasnya kelas, kata Edi Prajitno, siswa autis dan tunagrahita dijadikan satu kelas. Ada ruangan workshop untuk pelatihan keterampilan sebanyak 13 ruangan, lengkap dengan sarana dan prasarananya. Ruang tata busana, dilengkap dengan mesin jahit, dan beberapa maneki (patung) memajang busana siswa. Ruang otomotif dilengkapi dengan sarana dan prasarana mesin, ada peralatan petukangan kayu. Beberapa komputer terpanjang di ruang komputer. Peralatan sablon tersedia di ruang sablon. Ruang tari dilengkapi dengan beberapa gamelan Bali dan pakaian tari. Ruangan tari terlihat agak luas dengan penataan panggung pertunjukkan. Ada juga ruang pameran yang memajang hasil karya siswa SLB-B Jimbaran. Ruangan terapi terdiri dari ruang komite, UKS, ruang bina wicara, perpustakaan bermain, dan ruang audiometri.
Dari ruangan yang tampak, aula terlihat sangat tak layak. Ada beberapa kerusakan sehingga tak bisa digunakan. Menurut Suweca, karena aula rusak, kalau ada kegiatan dialihkan ke ruang workshop tari. “Sebenarnya prasarana untuk perbaikan aula sudah ada. Namun, pengerjaan belum dilakukan karena ada wacana pemindahan SLB-B Jimbaran. Tapi saya dengar belum pasti akan pindah. Belum ada kabar terbaru,” ujar Suweca. Tersedia juga 17 rumah dinas guru yang diproritaskan pada guru senior. Guest house untuk penginapan anak-anak dari luar SLB-B Jimbaran yang melakukan pelatihan juga disiapkan. Guest house memiliki 24 kamar yang terdiri dari satu kamar 3 tempat tidur.
Asrama putra dan putri melengkapi SLB-B Jimbaran. Sebanyak 60 siswa tunarunggu tinggal di asrama. Pengawas asrama putri Endang Sumiati mengatakan, kegiatan rutin yang dilakukan, siswa dibiasakan bangun pagi. Kemudian membersihkan tempat tidur masing-masing. Setelah mandi dan sarapan, mereka berangkat sekolah. Sarapan disediakan khusus tukang masak. Pukul 12 siang mereka pulang sekolah. Setelah makan siang, mereka beristirahat. Pukul 4 sore, siswa bebas beraktivitas, ada yang berolah raga di lapangan atau ikut kegiatan pramuka. Sebelum makan malam, siswa rutin melakukan persembhyangan. Tiap hari Minggu, penghuni asrama diajak membersihkan halaman sekolah dan sekitar padmasana.
Menurut Endang Sumiati, penghuni asrama tidak terlalu menyulitkan. Mereka mudah diberitahu asal diberi contoh. Mereka juga rajin saling bantu.
Dian Puji Astuti, salah seorang penghuni asrama putri. Siswi yang baru setahun pindah ke SLB-B Jimbaran ini mengaku senang tinggal di asrama. Ia bisa lebih bersosialisasi dengan teman-temannya. Ia mengaku menjadi lebih percaya diri. –ast
Alat Bantu Dengar Gratis dari BaliHears
Untuk membantu siswa tunarunggu, SLB-B Jimbaran bekerja sama dengan Yayasan Kemanusiaan Ibu Pertiwi (YKIP) dalam pengadaan alat bantu dengar gratis.
Menurut Suweca, siswa yang masih memiliki sisa pendengaran, akan sangat terbantu dengan pemasangan alat bantu dengar. “Dengan alat bantu dengar pendengaran menjadi lebih jelas. Tapi sebelumnya, mereka harus diperiksa terlebih dahulu. Kalau sisa pendengarannya di atas 120 db, alat ini tidak akan membantu,” ujar Koordinator Proyek Miranti Rosalina Amd. Aud.
Bali Hears merupakan salah satu program yang digelontorkan Yayasan Kemanusiaan Ibu Pertiwi (YKIP) dengan program pemberian alat bantu dengar secara gratis. Tujuan program BaliHears meningkatkan pelayanan kesehatan telinga dan pendengaran, serta meningkatkan kulitas kehidupan para penyandang tunarunggu dam kurang dengar di Bali.
Menurut Miranti, yang bisa memakai alat bantu dengar, penyandang tunarunggu yang resonasi pendengarannya di bawah 120 db. “Sangat efektif kalau alat bantu dengar dipakai saat usia satu tahun. Bagi anak usia di atas lima tahun, fungsi alat bantu dengar ini untuk memperjelas suara. Sedangkan kualitas yang didapat dari belajar bicara kurang, dibandingkan jika alat itu dipakai saat usia setahun,” ujarnya. Setelah siswa dicek pendengarannya, kemudian dibuatkan polanya. Alat dicetak sesuai dengan pola tadi. Alat dipasang di belakang daun telinga. Alat bisa dibuka pasang. Hindari jangan sampai terkena air.
YKIP-Balihears menempati ruangan audiometri di SLB-B Jimbaran. Tapi hari Selasa dilakukan pemeriksaan dan hari Kamis pemasangan alat bantu dengar. Program yang bernama “Sentra Rehabilitasi Pendengaran” ini terbuka untuk semua masyarakat umum yang tunarunggu, dan diberikan secara gratis. Masyarakat penyandang tunarunggu bisa langsung datang ke ruangan audiometri di SLB-B Jimbaran tiap hari Selasa.
Menurut Miranti, penyebab gangguan dengar bisa karena factor keturunan maupun terkena virus toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus herpes (TORCH) pada masa kehamilan, kesulitan pada saat bayi lahir, berat badan lahir rendah, infeksi telinga tengah, obat-obatan ototoksik, proses penuaan, dan paparan bising. Gangguan pendengaran sebaiknya terdiagnosa sebelum usia 2 tahun agar dapat ditangani dengan tepat dan meningkatkan potensi untuk dapat berrkomunikasi optimal dengan pemasangan alat bantu dengar. –ast
Koran Tokoh, Edisi 667