Selasa, 01 November 2011

Gunakan Senter Deteksi dini Kebutaan pada Anak

Banyak kasus kebutaan pada anak-anak terjadi ketika mereka sudah berusia balita. Saat lahir, mereka masih mampu melihat. Namun, dengan berjalannya usia, penglihatan mereka mulai menurun dan akhirnya tidak bisa melihat. “Anak yang menderita kebutaan setelah menginjak usia tiga tahun ke atas bisa disebabkan karena katarak juvenile. Katarak ini bisa memberi harapan besar kesembuhan apabila saat diketahui segera dilakukan tindakan operasi yang akan memberi hasil cukup memuaskan,” ujar Kepala Bagian Mata dan Ketua Komite Etik Medik RSU Puri Raharja dr. Wayan Dharyata, Sp.M. (K).

Pada kasus ini, kata dia, bayi waktu lahir penglihatannya belum mengalami kekeruhan, tapi lama kelamaan berubah menjadi keruh. Katarak juvenile, bisa ditangani dengan tindakan operasi. Penanganan sebelum usia 2 tahun sebaiknya tidak ditanamkan lensa. Mengapa? Sebelum dua tahun pertumbuhan mata sedang meningkat sehingga akan mengakibatkan ukuran lensanya tidak cocok. Kalau di atas dua tahun bisa ditanam lensa yang biasa disebut intra ocular lens. Sesudah usia dua tahun pertumbuhan mata tidak sepesat sebelumnya, dan lebih pelan.
Satu-satunya konsultan oftalmologi komunitas di Bali ini mengatakan, penyebab lain kebutaan pada anak karena kecacatan kornea. Pada kasus ini, kata dia, sejak lahir pasien sebenarnya sudah mengalami gangguan. “Ada juga yang terganggu sedikit, tapi lama kelamaan mengalami kerusakan atau biasa disebut keratopati,” paparnya. Kornea yang tadinya jernih seperti kaca, berubah menjadi warna putih keruh. Keratopati atau gangguan pada kornea bisa ditanggulangi dengan operasi keratoplasti. Namun, saat dilakukan tindakan operasi, harus berusia dewasa, paling tidak 20 tahun yang paling aman. “Pada waktu mereka masih anak-anak, belum bisa dilakukan tindakan karena kornea yang dipakai kornea orang dewasa. Ada juga kasus yang pernah dilakukan pada usia 17 tahun, tapi ditolak oleh tubuh,” jelasnya.

Sebelum tahun 2002, ia mengatakan, pernah melakukan tindakan operasi keratoplasti pada beberapa penyandang tunanetra di Panti Mahatmia Kediri. Banyak yang berhasil dan bisa melihat.
Menurut Pemilik Klinik Bali Charisma Usada ini, sampai saat ini, angka penolakan tubuh untuk kasus keratopati di Indonesia berkisar 40-50%. Penolakan terjadi karena tidak dilakukan pada usia dewasa, adanya infeksi, dan secara genetik memang tidak cocok. Menurutnya, sulit menentukan agar tepat secara genetika. Yang tadinya sudah dikerjakan dengan baik, masih ada misteri yang tidak terjawab mengapa terjadi kegagalan.
Sebelum tahun 2002, dia banyak menangani kasus keratopati. Diorganisir rotaract, donor didapatkan dari Srilangka yang kemudian dikirim ke Singapura dan Australia. Sekarang ini donor mata banyak berasal dari Filipina. Namun, kata dia, walaupun kasus keratopati masih ada, penanganan keratopati di Bali buntu karena tidak ada donor mata. Kasus Keratopati disebabkan karena bawaan sejak lahir dan kecelakaan. Pasien yang berasal dari keluarga mampu mungkin bisa berobat ke Jakarta. Tapi tetap juga masih menunggu.
Penyebab lain kebutaan anak-anak bisa juga karena prematur membran. Bayi yang lahir prematur yang diserati sesak napas seringkali diberikan oksigen. Terlalu banyak pemberian oksigen malah dapat mengakibatkan retinanya rusak. Seolah-olah ada suatu membran dalam retinanya. Kasus ini disebut retinopati yang terjadi karena dilahirkan prematur (ROP). Fungsi retinanya sangat menurun lama kelamaan mengakibatkan tidak bisa melihat. Kalau itu sudah terjadi, tidak bisa lagi ditangulangi. Pencegahannya, sebaiknya sangat berhati-hati memberikan oksigen pada bayi lahir prematur.

Penyebab kebutaan pada anak juga bisa disebabkan karena tumor mata. Dengan pertumbuhan tumor pupil mulai terjadi putih dan penurunan penglihatan. Begitu usia dua tahun matanya sudah mulai menonjol. Kasus ini sering terjadi pada satu mata. Pada awalnya bisa melihat sedikit, namun, lama kelamaan tidak dapat melihat. “Harus cepat ditangani agar tidak menulari mata sebelahnya. Penyelamatan jiwa yang penting. Tumor ganas bisa menyebar ke seluruh tubuh. Menyebar lewat darah dan saraf dan bisa mengakibatkan kanker yang berakhir pada kematian,” kata Konsultan dokter spesialis mata Yayasan Kemanusiaan Indonesia (YKI) ini.
Cara paling sederhana mengetahui fungsi penglihatan anak dapat menggunakan senter untuk menyinari pupil mata. Teknik ini sudah bisa dilakukan saat bayi baru lahir. “Saat disinari senter, pupil mengecil. Tapi kalau tetap membesar dan mengecil secara pelan-pelan perlu diwaspadai. Apalagi di dalam pupil terlihat ada putihnya seperti mata kucing segera harus dibawa ke dokter. Ketika anak sudah bisa jalan atau lari, mereka sering menabrak tembok dan sering jatuh. Kasus ini juga perlu diwaspadai,” ujarnya.
Ia menyarankan, pemeriksaan dengan senter ini dapat dilakukan tiap bulan sekali. Karena bisa saja, saat dicek pertama tidak ada gangguan, tapi muncul gangguan pada bulan berikutnya. -ast

Koran Tokoh Edisi 667





Tidak ada komentar: