Beberapa waktu yang lalu diberitakan, Badan Industri Film Porno Amerika Serikat (FSC) telah meminta adanya penghentian produksi film porno setelah sembilan kasus sifilis ditemukan pada para artisnya. Untuk mencegah makin meluasnya sifilis pada artis tersebut, para dokter menyarankan semua bintang porno AS untuk menjalani tes. Sebagai tindak lanjutnya, FSC sedang menelusuri orang lain yang pernah bekerja dengan artis yang terdeteksi sifilis tersebut sebelum dia positif menderita penyakit tersebut. Berita ini mengingatkan semua bahwa pada Agustus 2011, industri porno AS juga pernah dihentikan setelah seorang bintangnya dinyatakan positif terinfeksi HIV. Apa itu penyakit sifilis?
Ssifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS). Penyebabnya kuman treponema pallidum. “Pentingnya mengenali sifilis sejak fase awal munculnya penyakit ini karena sangat membantu dalam upaya penyembuhannya, penularan serta pencegahan risiko penyakit yang lebih berat juga dapat dideteksi. Diperlukan upaya yang serius dari semua pihak seperti dokter, pusat pelayanan kesehatan baik dari tingkat dasar hingga pelayanan tingkat lanjut (rumah sakit) bahkan kesadaran dari orang-orang yang berisiko tinggi menderita sifilis/PMS lainnya untuk bersama-sama mengatasi permasalahan ini,” ujar dr. I Ketut Widiyasa Bona, M.P.H.
Menurut dokter di RS Indera ini, pemerintah melalui Departemen Kesehatan hingga Puskesmas maupun LSM telah berupaya melakukan upaya skrining pada orang-orang yang berisiko. Namun, di sisi lain, diperlukan kesadaran yang tinggi dari mereka yang berisiko untuk datang memeriksakan diri secara teratur untuk mencegah penularan dan risiko yang lebih berat dari penyakit sifilis ini.
Di Amerika Serikat, para pejabat kesehatan melaporkan lebih dari 36.000 kasus sifilis tahun 2006, termasuk 9.756 kasus sifilis primer dan sekunder. Tahun 2006, setengah dari semua kasus sifilis yang dilaporkan dari 20 kabupaten dan 2 kota, dan sebagian besar kasus ini terjadi pada pasien berusia 20 sampai 39 tahun. Insiden sifilis pada wanita tertinggi pada usia 20 sampai 24 tahun dan pada laki-laki 35 sampai 39 tahun. Kasus sifilis kongenital pada bayi baru lahir meningkat dari 2005 sampai 2006, dari 339 kasus baru yang dilaporkan pada tahun 2005 menjadi 349 kasus pada tahun 2006. Pada kurun waktu yang sama, jumlah kasus sifilis yang dilaporkan meningkat 11,8%. Tahun 2006, 64% dari kasus sifilis dilaporkan terjadi pada pria yang berhubungan seks dengan pria.
Sedangkan data yang diperoleh oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia melalui Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) tahun 2011, juga menunjukkan angka yang serupa. Hasil STBP tersebut mendapatkan angka kejadian sifilis adalah sebagai berikut, sifilis diderita oleh waria 25%, pekerja seks langsung 10%, pria yang berhubungan seks sesama pria 10%, pekerja seks tidak langsung 3%, dan narapidana 3%.
Ia menyebutkan, sifilis ditularkan dari orang ke orang melalui kontak langsung dengan luka sifilis. Luka terjadi terutama pada alat kelamin eksternal, vagina, anus, atau dubur. Luka juga dapat terjadi pada bibir dan mulut. Penularan kuman penyebab sifilis ini dapat terjadi selama hubungan seks vaginal, anal, ataupun oral. Selain itu, wanita hamil yang menderita penyakit ini dapat menularkan ke bayi di dalam kandungannya. Sifilis tidak dapat menyebar melalui kontak dengan kursi toilet, pegangan pintu, kolam renang, bak air panas, bathtub, pakaian bersama, atau peralatan makan. ”Banyak orang terinfeksi dengan sifilis tidak memiliki gejala apapun selama bertahun-tahun, namun tetap berisiko untuk menderita komplikasi jika tidak diobati dengan segera dan tepat,” jelasnya. Meskipun penularan biasanya terjadi dari luka sifilis, banyak dari luka sifilis ini tidak dapat dikenali baik oleh pasien maupun dokter. Artinya, penularan dapat terjadi dari orang-orang yang tidak menyadari mereka sedang terinfeksi sifilis.
Sifilis primer ini biasanya ditandai dengan munculnya luka tunggal yang disebut chancre, atau mungkin pula muncul beberapa luka. Waktu antara terjadinya infeksi sifilis dan awal gejala pertama berkisar dari 10 sampai 90 hari (rata-rata 21 hari). Chancre ini biasanya berupa luka yang berbatas tegas, bulat, kecil, dan pasien tidak mengeluhkan sakit/nyeri pada luka tersebut. Luka ini dapat terjadi di tempat di mana kuman sifilis masuk ke dalam tubuh. Luka ini dapat berlangsung selama 3 sampai 6 minggu, dan dapat sembuh tanpa pengobatan. Namun, jika pengobatan yang tepat tidak diberikan, maka infeksi dapat berkembang ke tahap sekunder.
Stadium sekunder ini ditandai dengan adanya ruam (kemerahan) pada kulit dan lesi pada selaput lendir. Tahap ini biasanya dimulai dengan munculnya ruam pada satu atau lebih bagian tubuh. Ruam biasanya tidak gatal. Ruam akibat sifilis sekunder ini dapat muncul saat chancre menyembuh atau beberapa minggu setelahnya. Ruam akibat sifilis sekunder biasanya ruam kasar, berwarna merah, atau bintik-bintik coklat kemerahan baik pada telapak tangan dan bagian bawah kaki. Namun, ruam dengan penampilan yang berbeda dapat terjadi pada bagian lain dari tubuh, kadang-kadang mirip dengan ruam yang disebabkan oleh penyakit lain. Terkadang ruam akibat sifilis sekunder begitu samar sehingga sering terabaikan.
Selain ruam, gejala sifilis sekunder dapat berupa demam, pembengkakan kelenjar getah bening, sakit tenggorokan, rambut rontok, sakit kepala, penurunan berat badan, nyeri otot, dan kelelahan. Tanda-tanda dan gejala sifilis sekunder akan berakhir dengan atau tanpa pengobatan. Namun, jika tidak diobati, infeksi ini akan berlanjut menjadi sifilis fase late dan laten.
Sifilis stadium laten (tersembunyi) dimulai ketika gejala primer dan sekunder menghilang. Tanpa pengobatan, orang yang terinfeksi akan terus menderita sifilis meskipun tidak ada keluhan atau gejala. Tahap laten bisa berlangsung selama bertahun-tahun.
Sifilis stadium lanjut dapat terjadi pada sekitar 15% dari orang-orang yang tidak pernah diobati dan dapat muncul 10-20 tahun setelah infeksi pertama kali diperoleh. Pada stadium lanjut ini, penyakit ini selanjutnya dapat merusak organ dalam penderita, termasuk otak, saraf, mata, jantung, pembuluh darah, hati, tulang, dan sendi. ”Tanda dan gejala dari sifilis stadium lanjut ini antara lain berkurangnya koordinasi gerakan otot, kelumpuhan, mati rasa, kebutaan yang munculnya bertahap, dan demensia (pikun). Kerusakan ini mungkin cukup serius dan dapat menyebabkan kematian,” ujar dr. Widiyasa.
Ia menyatakan, bakteri sifilis dapat menginfeksi bayi selama selama di dalam kandungan. Tergantung pada berapa lama seorang wanita hamil telah terinfeksi, dia mungkin memiliki risiko tinggi mengalami kelahiran mati (bayi lahir mati) atau melahirkan bayi yang meninggal sesaat setelah lahir. ”Bayi yang terinfeksi dapat lahir tanpa tanda-tanda atau gejala penyakit. Namun, jika tidak segera diobati, bayi dapat memiliki masalah yang serius setelah beberapa minggu kemudian. Bayi yang tidak diobati segera dapat menjadi mengalami tumbuh kembang yang terhambat, mengalami kejang, atau mati,” paparnya lebih jauh.
SIFILIS DAN HIV
Luka genital yang disebabkan sifilis membuatnya lebih mudah untuk mendapatkan infeksi HIV secara seksual. Diperkirakan terjadi peningkatan risiko hingga 2-5 kali lipat tertular HIV jika terkena infeksi sifilis.
PMS ulseratif yang menyebabkan luka, borok, atau luka pada kulit atau membran mukosa, seperti sifilis, mengganggu sistem pertahanan kulit yang memberikan perlindungan terhadap infeksi. Para ulkus (luka terbuka) pada kelamin yang disebabkan oleh sifilis dapat dengan mudah berdarah, dan ketika mereka kontak dengan mukosa mulut dan dubur selama hubungan seks, maka hal ini meningkatkan risiko penularan dan kerentanan terhadap HIV. Memiliki PMS lainnya juga merupakan prediktor penting untuk terjangkit HIV karena PMS adalah penanda bahwa si penderita memiliki perilaku yang berisiko dengan penularan HIV.
Menurutnya, sifilis sangat mudah disembuhkan pada stadium awal. Suntikan intramuskular dengan antibiotika penisilin, akan menyembuhkan penderita sifilis yang terjangkit sifilis kurang dari satu tahun. Jika penderita telah menderita sifilis lebih dari setahun, maka akan membutuhkan dosis tambahan. Bagi orang-orang yang alergi terhadap penisilin, terdapat antibiotik lain untuk mengobati sifilis. ”Pengobatan yang tepat dan cepat akan membunuh bakteri penyebab sifilis dan mencegah kerusakan organ lebih lanjut, tetapi tidak akan memperbaiki kerusakan yang telah terjadi. Hal inilah yang harus disadari orang-orang yang berisiko tinggi menderita sifilis. Mereka harus segera berobat terutama fase awal penyakit ini muncul. Karena jika diabaikan, maka sifilis akan beranjak ke stadium berikutnya dan tentunya akan lebih sulit untuk diatasi,” tegasnya.
Penderita yang sedang dalam pengobatan sifilis harus menjauhkan diri dari kontak seksual sampai luka sifilis benar-benar sembuh. Penderita sifilis harus memberitahukan pasangan seks mereka sehingga mereka juga dapat diuji dan menerima pengobatan jika diperlukan. Setelah pengobatan berhasil, penderita tersebut masih rentan terhadap infeksi ulang. Hanya tes laboratorium dapat mengkonfirmasi apakah seseorang memiliki sifilis. Karena luka sifilis letaknya tersembunyi di dalam vagina, anus atau mulut, maka banyak yang tidak menyadari bahwa pasangan mereka mengidap sifilis. Sehingga bagi orang-orang yang berisiko tinggi untuk menderita sifilis atau PMS lainnya seharusnya berkonsultasi dengan petugas kesehatan terdekat.
Cara paling pasti untuk menghindari penularan penyakit menular seksual, termasuk sifilis, adalah untuk menjauhkan diri dari kontak seksual berisiko. Cara lain adalah monogami dengan pasangan yang telah diuji dan diketahui tidak terinfeksi sifilis.
Menghindari penggunaan alkohol dan narkoba juga dapat membantu mencegah penularan sifilis karena kegiatan ini dapat menyebabkan perilaku seksual berisiko. Adalah penting bahwa pasangan seks berbicara satu sama lain tentang status HIV mereka dan sejarah PMS lainnya sehingga tindakan pencegahan dapat diambil.
Penggunaan kondom lateks yang benar dan konsisten dapat mengurangi risiko sifilis, herpes genital dan chancroid. Penularan PMS, termasuk sifilis tidak dapat dicegah dengan mencuci alat kelamin, kencing, dan/atau douching setelah berhubungan seks.
Tiap tanda tubuh yang tidak biasa, luka, atau ruam, khususnya di daerah selangkangan, harusnya menjadi sebuah tanda bagi seseorang untuk menahan diri untuk berhubungan seks dan agar segera berkonsultasi kepada dokter. –ast
Koran Tokoh Edisi 709