Jumat, 14 Agustus 2009

Buku Sejarah Model Komik, Bangkitkan Minat Anak Belajar

BAGI para pencinta komik, siapa yang tidak kenal Jan Mintaraga. Komikus legendaris Indonesia ini memang sudah tiada. Namun, karya-karyanya yang memunyai ciri khas dan sarat nilai historis sangat mendapatkan tempat di hati penggemarnya. Kepiawaiannya dalam melukiskan sosok perempuan cantik dalam goresan penanya, membuat karyanya yang diawali tema roman ini menjadi idola tahun 1960an. Penggemar komik di Bali mendapat kesempatan bertemu dengan Linda Tilaar, istri Jan Mintaraga dalam acara “Ngobrol Bareng Pencinta Komik”, Sabtu (1/8) di Denpasar.

Menurut Linda mengawali kariernya, Jan memang menekuni komik roman. Karyanya yang memunyai ciri khas melukiskan sosok perempuan cantik membuat para pembacanya mengidolakannya. Banyak penggemar memberanikan diri mengirim surat ke Jan. Dari sekian banyak penggemarnya, Linda mengaku salah satunya. “Beruntunglah saya mendapatkan hati bapak,” ujar perempuan asal Manado ini sembari tertawa. Perempuan yang masih enerjik diusianya yang ke-59 ini berhasil memikat hati sang komikus dan menjadi pendamping hidupnya. Linda Mintaraga, bahkan mengilhami Jan dalam beberapa cover komiknya seperti Sebuah Noda Hitam.

Karya lukis Jan sangat dikagumi karena ia menggunakan cat air. Menurut Linda, tingkat kesulitan menggambar dengan cat air sangat tinggi dibandingkan cat minyak. “Lukisan dengan cat minyak bisa ditimpah, sedangkan cat air harus sekali jadi. Karena itu, dibutuhkan ketelitian dan kesabaran,” ujarnya.
Namun, jika diserang deadline, tak jarang Linda harus ikut serta membuat panel dan sedikit arsiran. Pertamakali membuat komik, Jan menggunakan rapido, kemudian beralih ke kuas.
Linda menuturkan jika Jan sedang mengarang dia tidak bisa diganggu. Tapi ketika membuat gambar, Jan membutuhkan Linda untuk membantunya memotong kertas dan membuat panel. Jan pun meminta Linda untuk selalu menemaninya menggambar. Linda ikut begadang menemani Jan menggambar. Jan sering kesal jika Linda tiba-tiba tertidur karena mengantuk. Rokok kretek selalu menemani Jan. Kebiasaan Jan merokok bak kereta api ini, memicu penyakit kanker paru-paru yang akhirnya merengut nyawanya tahun 1999.
Selain roman, Jan juga membuat komik silat seperti Teror Macan Putih, Alap-alap Gunung Gantungan, Karang Kambang, Rajawali dari Utara, Turangga Bayu, Kelelawar Bersayap Tunggal.

Linda mengatakan kesukaan Jan membaca buku sejarah Nagarakertagama, mengilhaminya membuat komik wayang seperti Ramayana dan komik sejarah Imperium Majapahit. Menurut Linda, Jan memunyai referensi kuat dalam membuat karya-karyanya. Bahkan, Jan sering datang ke museum untuk mengetahui lebih detil tentang komik sejarah yang akan dibuatnya. Linda menuturkan Jan sangat menyukai sejarah. Jan pernah berujar pada Linda, ingin sekali buku pelajaran sejarah dibuat seperti model komik agar anak-anak tertarik. “Bapak sering mengatakan generasi muda harus faham sejarah bangsanya. Untuk itu harus dilestarikan. Sejarah memberikan pemahaman kepada kita tentang arti kepahlawanan dan cinta tanah air,” tutur Linda mengutip ucapan mendiang suaminya itu. Namun, ide Jan belum kesampaian. Karya Imperium Majapahit adalah karya Jan menjelang detik-detik terakhirnya.

Jan Mintaraga dijuluki komikus berwawasan oleh kritikus Perancis Marcel Bonef karena kecintaannya akan ilmu pengetahuan dan selalu ingin belajar. Menurut Jan, membuat komik tidak boleh sembarangan, karena harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Apalagi komik sejarah. “Walaupun komik bersifat hiburan, komik juga dapat memberikan inspirasi kepada pembacanya,” kata Jan selalu kepada para komikus muda yang belajar kepadanya. Menurut Linda, banyak harapan Jan yang dititipkan padanya. Linda mengaku sedih melihat komik Indonesia ditinggalkan pembacanya dan beralih ke komik luar. “Sekarang ini komik Indonesia tidak laku dan kalah bersaing. Mereka lebih suka komik Jepang,” kata Linda. Harapan Jan seperti penuturannya pada Linda, ingin komik Indonesia kembali berjaya seperti dulu. Bahkan menjadi industri seperti musik atau film. “Perlu dukungan semua pihak, baik pemerintah, penerbit, maupun media,” tandasnya.

Menurut Trias, salah satu penggemar komik, setiap gambar yang dilukis Jan sarat akan arti. Ia mengatakan karya Jan sangat dinamis dan romantis. Sangat terlihat dari semua karya roman Jan seperti Sebuah Noda Hitam, Affair di Lembah Tali Putri, Fajar Menyingsing Juga, Cinta Yang Salah, Aku Bukan Untukmu. Sementara bagi David, Tommy dan Dewa dari Balicomics, setiap tokoh perempuan dalam karya Jan selalu terlihat cantik dan memikat. “Tokohnya sangat hidup. Jan Mintaraga memang seorang komikus kreatif dengan karya yang bermutu,” ujar Tommy penggagas Balicomics ini.


Satu Angkatan dengan GM Sudarta
Jan Mintaraga lahir di Jogjakarta 8 November 1942. Ia sempat mengenyam pendidikan di Akademi Seni Rupa Indonesia Yogyakarta dan Seni rupa Intitut Teknologi Bandung. Jan satu angkatan dengan GM Sudarta kartunis Om Pasikom di Kompas. Jan pernah bergabung dalam grup band Koes Plus dan mendapat bagian memegang alat musik drum. Jan memiliki empat putri Patsy Mintaraga, Lorraine Mintaraga, Nana Mintaraga, dan Bernadette Mintaraga. Dari keempat putrinya, hanya putri pertamanya yang menurunkan bakatnya jago dalam menggambar. –ast

Sudah dimuat di Koran Tokoh, Edisi 522, 9 Agustus 2009

1 komentar:

harry mengatakan...

mbak wirati, saya harry...saya mau berbagi info kesehatan.bagi yang ingin tau tentang hasil/pemeriksaan laboratorium, dapat mngunjungi http://laboratorinet.blogspot.com
mbak wirati, mohon agarlink saya dipasang di blog mbak ya.terimakasih