Sabtu, 23 Januari 2010

Dua Cara Bebaskan Bali dari Rabies

Rabies sudah sempat menghilang tetapi di negara berkembang muncul lagi. Secara historis di Bali tidak ada kasus rabies. Namun, tahun 2009 wabah rabies dinyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) ”Sebanyak 24 korban meninggal akibat rabies,” ujar Dokter Ni Nyoman Sri Budayanti, Sp.MK (K) Ketua Laboratorium Biologi Molekuler FK Unud.

Ia mengatakan, penularan rabies pada manusia atau hewan terjadi melalui gigitan hewan yang menderita rabies. Hewan yang dapat menularkan anjing, kera, kucing, kelelawar.
“Virus rabies satu-satunya virus yang tidak masuk lewat darah. Virus ini menyerang saraf,” ujar perempuan yang meneliti DNA virus rabies ini.

Ia mengatakan, gejala rabies pada hewan timbul 3-6 minggu setelah gigitan hewan rabies, sedangkan rabies pada manusia 2-8 minggu. “Ada banyak faktor yang berpengaruh seperti masa tunas tergantung dari parah tidaknya luka gigitan, jauh dekatnya luka dengan susunan saraf pusat, banyaknya saraf yang masuk ke dalam luka gigitan, jumlah virus yang masuk ke dalam luka gigitan dan jumlah luka gigitan, sistem imun (kekebalan) pasien dan lingkungannya,” paparnya.
Dokter Budayanti mengatakan, virus ini pada manusia dapat dinetralkan dengan vaksin. Sedangkan pada anjing, kalau sudah bergejala, hewan itu pasti mati. “Jika digigit hewan tersangka atau menderita rabies, tindakan pertama mencuci luka gigitan secepatnya dengan air sabun 10-15 menit. Kemudian luka dicuci air bersih dan diberi alkohol 70%. Segera ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan dan vaksin,” ujarnya.

Ia menjelaskan, virus ini memiliki selubung berupa lemak. Ketika dicuci, lemaknya menghilang. Dengan dicuci secara benar, otomatis 75% virusnya mati dan 25% dapat dicegah dengan vaksin. Begitu tubuh digigit, sebelum virus ini sampai ke otak, tubuh masih sempat membentuk antibodi.
Ia berpandangan, kematian pada manusia terjadi karena mereka tidak mendapat vaksin atau pemberian vaksinnya tidak dilakukan secara teratur. Vaksin sebaiknya dilakukan tiga kali. Tanpa vaksin secara teratur, pasien bias meninggal 7-8 hari sejak gejalanya kelihatan.
Menurut pengamatannya, virus ini sebenarnya tidak mampu berbuat banyak. Virus ini hanya bisa menghambat zat menuju ke saraf sehingga tubuh tidak menerima zat itu dan menjadi kejang. Selain itu virus ini dapat memblok sistem saraf, akhirnya terjadi kelumpuhan.

Gejala yang mudah diketahui, pasien takut air. Dengan gejala ini, 60% pasien sudah dikategorikan terkena rabies, dan perlu pemeriksaan laboratorium untuk memastikan benar-benar rabies.
Sampai saat ini, kata Dokter Budayanti, FK Unud tidak memiliki floerescent antibodies test (FAT), alat yang memang khusus untuk pemeriksaan DNA rabies. FK Unud hanya menggunakan alat bio molekuler untuk pemeriksaan DNA rabies. Alat bio molekuler ini sudah ada di Rumah Sakit Sanglah dan digunakan dalam pemeriksaan pasien rabies.

Ia mengatakan, Fakultas Kedokteran bersama Kedokteran Hewan Unud sudah melakukan kerja sama mengumpulkan virus dari hewan dan manusia. “DNA-nya sedang dianalisis, mudah-mudahan hasilnya April 2010 sudah didapat,” ujarnya.
Dari riset ini, kata Budayanti, akan diketahui beberapa data seperti apakah anjing di Denpasar sama dengan di Klungkung, misalnya. Apakah pasien di Tabanan sama dengan pasien yang terkena kasus rabies pertama. Siapa tahu pasien di Tabanan terkena virus rabies di daerah lain. Hasil riset ini akan mengetahui apakah pencegahan yang dilakukan selama ini sudah tepat. – ast.

Yang divaksin Berkalung Uang Kepeng
Kepala Dinas Kesehatan Prov. Bali dr. Nyoman Sutedja mengatakan, November 2009 s/d Januari 2010 tercatat 22.700 kasus gigitan anjing rabies. Vaksin yang dihabiskan hampir mencapai 60.000 vial VAR (vaksin anti rabies). RS Sanglah menghabiskan 20.000 vaksin dan 40.000 vaksin untuk di lapangan.
Saat ini karena dianggap KLB, pemberian vaksin gratis. Harga vaksin cukup mahal. “Korban gigitan anjing rabies yang rawat inap hanya membayar biaya perawatannya, sedangkan vaksin gratis,” jelasnya.
Ia mengatakan, kalau dihitung dengan uang hampir berkisar 16 miliar sudah dihabiskan hanya untuk vaksin saja. Kalau dibiarkan terus dan tidak segera dicarikan solusi, kata Dokter Sutedja, tahun 2010 mungkin bisa mencapai 20 miliar untuk biaya vaksin.

Ia menegaskan, dengan tata laksana luka dan pemberian vaksin, penderita rabies dapat diselamatkan. Selama ini banyak terjadi korban karena ketidaktahuan masyarakat. Ada gigitan yang berisiko dan tidak, sehingga mereka tidak melakukan vaksinasi.
“Gigitan berisiko dekat dengan sistem sarat pusat seperti di kepala atau wajah. Biasanya sekitar dua minggu sudah mencapai otak dan korban akhirnya meninggal atau mengalami kelumpuhan. Sedangkan yang tidak berisiko bila gigitan menyerang sekitar paha dan menjauhi telapak kaki atau wajah. Namun, jika lukanya sangat dalam, tentu juga berbahaya,” paparnya lebih jauh.

Tanda gejala rabies pada manusia, awalnya didahului sakit kepala, lesu, mual, nafsu makan menurun, gugup dan nyeri tekan pada bekas luka gigitan. Stadium lanjut kepekaan terhadap sinar, suara, dan angin meninggi. Air liur dan airmata keluar berlebihan. Yang khas dari penderita rabies adalah rasa takut pada air yang berlebihan. Kejang yang disusul dengan kelumpuhan. Biasanya penderita meninggal 4-6 hari setelah gejala pertama timbul. Tahun 2010 Dinas Kesehatan bekerja sama dengan Dinas Peternakan Prov. Bali serentak akan dilakukan vaksin melibatkan Desa Pakraman dan banjar adat. Masyarakat diharapkan datang beramai-ramai ke banjar membawa anjingnya untuk divaksin. “Setelah divaksin anjing dipakaikan kalung bisa dengan tanda uang kepeng. Vaksin ke dua ditambah uang kepengnya. Bagi anjing yang tidak memakai kalung uang kepeng artinya tidak divaksin dan dapat dieliminasi,” ujarnya.

Di Bali, tiap 8,27 Orang Punya Seekor Anjing
KADIS Peternakan Provinsi Bali Ir. I Putu Sumantra, M.App., Sc. mengungkapkan, anjing, kucing, kera, memiliki potensi sama terserang rabies. “Penyakit ini menular hanya karena gigitan hewan yang sudah terinfeksi rabies kepada hewan lainnya dan manusia. Hanya ada dua cara membebaskan Bali dari rabies yakni vaksinasi dan eliminasi,” ujar Sumantra.
Sampai saat ini, 151.688 ekor anjing sudah divaksin dan 41.545 anjing sudah dieliminasi. Jumlah ini relatif sedikit dibandingkan jumlah anjing di Bali, karena itu masih diperlukan peranserta masyarakat.
Satu-satunya cara mengetahui anjing itu mengidap rabies atau tidak dengan memeriksakan serum otaknya. Untuk itu anjing tersebut harus direlakan kepalanya dipotong. “Hal ini tentu tidak optimal bisa dilakukan karena pemiliknya tidak selalu merelakan,” ujarnya.

Ia menyayangkan sering terjadi kepanikan di masyarakat, tiap ada anjing menggigit langsung ketakutan dan menganggap itu anjing mengidap rabies. Kalau anjing itu mati selama kurun waktu 3-14 hari kemudian, dipastikan anjing itu rabies. Kalau masih tetap hidup melebihi masa inkubasi itu bukan rabies. “Anjing rabies kalau dikandangkan pasti mati sendiri. Tidak berbahaya kalau anjing itu dikandangkan. Yang membahayakan kalau anjing itu berkeliaran tidak bertuan,” tambahnya.
Sekarang ini berdasarkan estiminasi tiap 8,27 orang di Bali memiliki seekor anjing. Jumlah anjing di Bali diperkirakan 423.675 ekor.

Tahun 2009 program sosialisasi tentang rabies sudah dilakukan ke desa-desa dan sekolah-sekolah. Juga, dengan cara memasang poster dan kampanye lewat media massa. “Tahun 2010 diprogramkan melatih orang yang dapat melakukan vaksinasi dan menangkap anjing. Di samping itu, sosialisasi terus digencarkan,” ujarnya.

Program lain yang akan dilakukan membuat database jumlah anjing di Bali, dengan menyebarkan blanko ke semua desa, anjing yang ada pemiliknya dicatat. Setelah didapat data tiap desa, petugas datang untuk melakukan vaksinasi. Anjing yang tidak masuk dalam database akan dieliminasi. Saat ini eliminasi dilakukan dengan strichnin yakni racun dimasukkan ke alat penulup. Menurut Sumantra, untuk saat ini, cara ini yang dianggap layak dan aman.

Ia mengimbau masyarakat jangan membawa anjing ke luar wilayahnya. Misalnya, pulang kampung jangan mengajak anjing. Ia mengharapkan peranserta masyarakat dengan jalan memelihara dan menjaga anjingnya dengan baik dan tidak melakukan pemindahan anjing dari satu wilayah ke wilayah lainnya. – ast.

Anjing Galak karena Diikat terus
Pengetahuan tentang rabies sebaiknya diberikan kepada anak-anak, karena mereka senang bermain dengan hewan peliharaannya, dan rentan menjadi korban. Hal inilah yang disasar Yayasan Yudisthira Swarga, salah satu LSM pencinta dan pemerhati anjing di Bali.

Menurut drh. I Wayan Mudiarta, Manager Operasional Yayasan Yudisthira Swarga, beberapa kegiatan telah dilakukan dalam rangka edukasi tentang rabies seperti jalan santai pemilik anjing dan hewan peliharaannya sembari memberi edukasi dan vaksin. Lomba menggambar untuk anak-anak dengan tema rabies. “Program edukasi ke sekolah-sekolah menyasar siswa SD an SMP di Denpasar dan Badung. Program meliputi pengenalan gejala rabies, P3K jika terkena gigitan, bagaimana menyayangi anjing. Sampai saat ini tercatat 2000 siswa yang mengikuti program ini,” ujar Dokter Mudiarta.

Ia memaparkan lebih jauh, rabies pada hewan ada dua bentuk rabies yang ganas dan rabies yang tenang. Rabies ganas pada anjing tandanya permulaan tampak perubahan tabiat misalnya anjing biasanya ramah berubah menjadi penakut dan tidak lagi menurut perintah majikannya. Senang bersembunyi di tempat yang gelap dan dingin. Nafus makan hilang, suara menjadi parau, memakan benda-benda asing misalnya batu, kayu. Ekornya berada di antara dua paha, menyerang dan mengigit apa saja yang dijumpai. Kejang disusul dengan kelumpuhan. Sedangkan rabies yang tenang, kejang berlangsung sangat singkat tidak sampai terlihat sama sekali. Kelumpuhan sangat menonjol pada rabies bentuk ini. Tidak dapat menelan, mulutnya terbuka, air liur keluar terus menerus. Biasanya kematian terjadi dalam waktu singkat.

Ia menyarankan, masyarakat yang ingin memelihara anjing sebaiknya menerapkan kaidah kesejahteraan hewan. Memberikan pakan dan air minum dalam jumlah cukup dan dapat dijangkau, memandikan 1-2 kali seminggu untuk mencegah penyakit kulit. “Gunakan shampoo khusus agar rambutnya terawat. Ajak anjing bermain dan jalan-jalan. Anjing yang terus menerus dikandangkan/diikat cenderung menjadi galak. Gunakan rantai untuk memudahkan mengendalikan anjing dengan panjang 1-2 meter. Anjing yang agresif perlu menggunakan brongsong mulut ( muzzle mouth) saat diajak jalan-jalan,” paparnya lebih jauh.
Ia mengharapkan para orang tua tidak membiarkan anak-ana (di bawah 15 tahun) mengendalikan anjing tanpa pendampingan.

Sebagai calon pemilik anjing yang bijaksana dan bertanggung jawab, kata dia, beberapa hal perlu dipertimbangkan sebelum memelihara anjing. Jenis anjing apa yng akan dipelihara. Apakah anjing penjaga seperti herder, rotweiler, dobermen. Apakah anjing kecil yang suka bermain? Anjing ras besar memerlukan kandang yang lebih besar. Anjing ras asal Eropa, Amerika, Cina memiliki tipe rambut yang panjang. Rentan beradaptasi di cuaca tropis. “Rambut/bulu harus rajin dicukur. Kalau rambut sudah menggumpal banyak kuman menempel. Lakukan vaksin awal lengkap dua kali, umur 8 -12 minggu. Diulangi sebulan kemudian. Ulangi setahun kemudian. Tahun berikutnya diulangi kembali, tergantung jenis vaksinnya,” jelasnya. Pemberian obat cacing tiap 3 bulan, dan sterilisasi untuk mencegah kelahiran anak-anak anjing yang tidak diinginkan. Yayasan Yudisthira terus melakukan sosialisasi ke banjar-banjar di wilayah Denpasar dan Badung. Pemberian obat cacing, sterilisasi, dan vaksin terus digencarkan.

Eliminasi jangan Membabi Buta
RABIES di Bali yang sudah dinyatakan kejadian luar biasa akan mengganggu kelangsungan bisnis pariwisata. Sementara itu solusi berupa eliminasi anjing di masyarakat masih kontroversi. Untuk itu, diperlukan payung hukum. DPRD Bali sudah membentuk pansus penanggulangan rabies. Tanggal 19 Desember 2009 Perda tentang Penanggulangan Rabies sudah disahkan. Isinya, aturan bagaimana penanganan rabies di Bali termasuk sanksinya.
drh. I Nyoman Gde Putra Astawa, M.Si, Ketua Pansus Ranperda Penanganan Rabies mengungkapkan, dalam perda rabies diatur mengenai pencegahan rabies, teknik penanganan penyakit rabies, bagaimana upaya penekanan penyakit dengan edukasi ke lembaga pendidikan dan para penggemar anjing.

Kewajiban para penggemar anjing seperti anjing harus dikandangkan, tidak membiarkan berkeliaran, menerapkan kesejahteraan hewan, selalu kontrol ke dokter hewan dan vaksinasi. Juga bdiatur, regulasi lalu lintas hewan penyebar rabies. Bagaimana mendapatkan izin untuk jual beli anjing. Teknik eliminasi yang diizinkan eliminasi selektif searah, dan tidak membabi buta. “Hewan yang dapat dieliminasi hewan nonregistrasi/tidak tercatat, hewan yang memiliki penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dan hewan yang diduga terserang rabies,” ujarnya. DPRD Bali juga meminta Gubernur segera melakukan gerakan vaksinasi massal. Dana Rp 100 miliar sudah diusulkan ke pusat untuk gerakan vaksinasi, riset, dan sosialisasi, tinggal menanti jawabannya. –ast

Koran Tokoh, Edisi 575 18 s.d 23 Januari


Tidak ada komentar: