Selasa, 14 September 2010

Denpasar Minim Sarana-Prasarana Olahraga

SARANA dan prasarana sepak bola di Kota Denpasar masih minim. Hadirnya Stadion Sepak Bola Kompyang Sujana belum menjamin terjadinya peningkatan prestasi sepak bola warga Kota Denpasar. Prestasi cabang olahraga ini memang belum berbuat banyak di ajang kompetisi besar. Hal ini ditegaskan Ketua Harian KONI Denpasar Drs. Nyoman Mardika, M.Si. Menurut Mardika, penyediaan sarana dan prasarana olahraga di Kota Denpasar belum maksimal. “Sepak bola masih mendingan karena punya stadion, cabang olahraga lain malah belum memiliki lapangan,” ujar pria yang juga dosen Universitas Warwadewa Denpasar itu.

GOR Kompyang Sujana tidak hanya digunakan untuk berlatih sepak bola. Cabang olahraga lainnya juga sering memanfaatkanya untuk berlatih seperti atletik, panahan, tenis, dan bola voli. Stadion tersebut tak jarang juga dimanfaatkan untuk menggelar kegiatan sosial pemerintah dan masyarakat. GOR Kompyang Sujana disewakan untuk masyarakat umum dengan tarif Rp 500 ribu - Rp 1 Juta sekali pakai. Klub sepak bola yang berlatih dikenai sewa Rp 125 ribu per jam. Untuk pertandingan Rp 150 ribu per jam. Mardika yang juga berprofesi sebagai wartawan ini mengatakan, KONI Denpasar hanya melaksanakan administrasi penyewaan, sedangkan uang sewa disetor ke Pemkot Denpasar, karena biaya perawatan lapangan ditanggung pemerintah.
Untuk biaya perawatan lapangan berkisar Rp 30 juta per tahun. Biaya ini mencakup air untuk menyiram lapangan, pemeliharaan dan pencukuran rumput, pemeliharaan mesin rumput, dan pernambahan pasir ketika lapangan berlubang. Kalau ada kerusakan parah biasanya diperbaiki Dinas PU Kota Denpasar. Uang sewa lapangan, kata Mardika, belum mampu menutupi biaya pemeliharaan lapangan sehingga subsidi pemerintah masih terus diperlukan.

Ia mengakui, Denpasar memang belum memiliki sarana dan prasarana lengkap untuk semua bidang olah raga. Renang masih berlatih di Blahkiuh. Belum lagi minimnya fasilitas untuk menggembleng atlet panahan dan gate ball. Ia menegaskan, sulitnya atlet Denpasar mencapai prestasi puncak karena tidak ada dukungan sponsor yang membantu kegiatan. “Saat ini masih mengandalkan bantuan pemerintah,” ujarnya. Olahraga unggulan Kota Denpasar ke tingkat nasional selancar dan pencak silat. Sedangkan unggulan di daerah atletik, senam, tenis meja dan renang. Untuk pembibitan atlet sejak dini, kata dia, dipantau dari Porsenijar. “Atlet yang menjadi juara masuk prioritas,” jelasnya.

Klub-klub sepak bola memang sudah memiliki sekolah sepak bola untuk pembibitan atlet sejak dini. Namun, sekarang yang masih menjadi kendala lapangan tempat berlatih. Pemerintah daerah memberikan anggraan paling besar pada cabang olahraga sepak bola Rp 800 juta lewat KONI. “Namun, biaya untuk sekali kompetisi dan kegiatan bisa menghabiskan ratusan juta rupiah. Di sinilah kelemahan mengapa kita belum mampu mencapai prestasi puncak,” tandas Mardika. —ast

Koran Tokoh, Edisi 610, 12 s.d 19 September 2010

Tidak ada komentar: