Kamis, 30 Desember 2010

Curhat Penghuni LP, Perceraian 70%

Hari itu naas bagiku. Aku mau saja disuruh mengganti kartu ATM nasabah, walau aku tahu kartu itu bukan miliknya. Aku merasa seperti terkena hipnotis, aku mau melakukannya. Aku baru bekerja setahun. Namun, aku tidak menyangka ini akan terjadi padaku. Pemilik kartu ATM akhirnya melapor, uangnya raib. Aku akhirnya mengaku karena kelalaianku nasabah dirugikan. Karena salahku, aku harus bayar ganti rugi Rp 12 juta. Kini aku sedang proses persidangan. Aku sudah menghuni Lapas selama tiga bulan. Aku tidak tahu sampai kapan harus di sini. Aku hanya khawatir, bagaimana hidupku nanti setelah keluar. Apakah masih ada orang yang menerimaku bekerja. Terkadang aku menangis sendiri merenungi nasibku. Walau keluargaku selalu menjengukku dan memberiku semangat untuk tetap sabar, pikiran negatif terus berkecamuk di kepalaku. Begitulah penuturan Cantik, seorang penghuni Lapas Denpasar, kepada wartawati Koran Tokoh, saat kunjungan ke Lapas Denpasar bersama Forum perempuan, Selasa ( 14/12).

Usia cantik masih muda, 20 tahun. Ia salah satu penghuni dari 99 orang di blok perempuan.
Pelaksana harian Lapas Denpasar I Wayan Landriana S.H. mengatakan, saat ini penghuni Lapas Denpasar berjumlah 954 orang. Padahal daya tampung hanya 350 orang. Warga binaan perempuan berjumlah 99 orang, dan anak berjumlah 12 orang. Sisanya laki-laki. Sebanyak 36% kasus narkoba, lainnya kasus penipuan dan pembunuhan.
F. Romana salah seorang sipir perempuan mengatakan, kasus narkoba terbanyak di blok perempuan. Selebihnya penipuan, pencurian, dan penggelapan. Belum ada kasus pembunuhan.
Prof. dr. Luh Ketut Suryani mengaku terkejut ada anak yang dihukum dan ditempatkan di Lapas Denpasar. Padahal, LP anak sudah ada di Karangasem. Ia mengaku khawatir, bisa jadi anak tersebut dulunya tidak memakai narkoba malah belajar menjadi pemakai narkoba di Lapas.
Landriana mengatakan, untuk 6 anak hanya dititipkan karena masih proses peradilan. Beberapa anak menjadi penghuni lapas karena putusannya pendek tiga atau empat bulan sehingga tidak dipindahkan ke LP anak.
Prof Suryani hanya mengingatkan kepada staf lapas, sebulan waktu yang sangat lama, apalagi lebih dari sebulan. Anak bisa belajar apa saja di Lapas, termasuk belajar menjadi pemakai narkoba.
Namun, Landriana berkilah, blok anak terpisah. Namun, kata Suryani, tetap saja itu tidak menjamin. “Apakah tidak bisa dipindahkan ke Lapas khusus anak,” saran Suryani. Landriana berjanji akan mempertimbangkannya.

Nasi Keras
Bela, penghuni lainnya, mencoba berbagi kisah. “Nasi yang diberikan keras tidak seperti nasi yang biasa di makan di luar Lapas. Untungnya masih ada sayur, telur, dan daging,” ujarnya. Lain lagi penuturan Beverly warga Filipina ini. Dengan mengunakan bahasa Inggris ia mengaku kulitnya gatal karena air yang digunakan mandi kotor. Mendengar keluhan warga binaannya, Landriana, menjawab, begitulah beras yang dikirim ke Lapas. “Nasi keras bukan karena salah dalam proses memasak, tapi memang kualitas berasnya seperti itu.
Ia mengatakan, jatah bagi satu warga binaan Rp 8500 sudah termasuk nasi, lauk-pauk, sayur untuk tiga kali makan dalam sehari,” paparnya.

Tahun 1997 ia mengakui Lapas Denpasar memang kekurangan air, sampai mendatangkan mobil tangki. Tapi sejak sudah ada sumur bor dan di blok perempuan ada tower, kekurangan air sudah ditangani. Sampai sekarang, kata dia, belum ada laporan dari warga binaan, masalah air kotor. “Mungkin saja pengaturan air kurang merata. Keadaan di lapas sudah over load. Satu kamar dihuni sampai 10 orang. Pengaduan itu akan kami sikapi,” ujarnya.
Suryani meminta, karena nasi keras alangkah baiknya jika tetap panas, sehingga masih layak untuk dimakan. Ia berpesan kepada penghuni lapas, tujuan dihukum agar sadar dan tidak mengulangi kesalahan. Yang terjadi biarkan lewat, setelah keluar dari lapas hendaknya menjadi manusia baru. Ret, korban kasus narkoba mengaku banyak mengalami perubahan sejak di Lapas. Ia lebih sabar dan tabah. Ia sudah berhenti tiga tahun lalu sebagai pemakai. Namun, saat main ke café dijebak oleh teman sendiri. Ia menyesal. Ia harus merelakan dirinya di penjara sampai masa hukumannya berakhir tahun 2012.

Prof. Suryani mengajak semua korban narkoba mencari tahu, apa latar belakangnya sampai menjadi pemakai. “Kalau Anda bisa menemukan apa penyebabnya, batin Anda bisa bebas. Keluar dari Lapas tidak menjamin Anda bebas, kecuali Anda berani menolak dan berhenti bergaul dengan teman-teman pemakai, baru Anda bisa bebas. Korban narkoba lainnya An mengatakan hukuman yang diterima tidak setimpal dengan kesalahan yang mereka perbuat. Ia merasakan hukuman terlalu berat karena mereka korban.
Mendengar curhat para penghuni Lapas, Prof. Suryani mengaku prihatin. Seharusnya mereka diobati bukan dihukum. Kasihan bagi si pemakai, mereka harus bergaul dengan pelaku kejahatan lain. Padahal, mereka perlu direhabilitasi.
He korban lainnya, menginginkan ada sosialisasi tentang hukum. Apa hak mereka. Mungkin perlakukan para pembina sudah sangat maksimal, tapi ketika ada perubahan dalam hukum, mereka juga perlu tahu karena sering terjadi pelaksanaan di lapangan berbeda. He mengaku prihatin, karena sebagian besar penghuni Lapas Denpasar perempuan produktif. Kami butuh dukungan LSM. Tingkat perceraian di Lapas mencapai 70 persen. Ketika perempuan menjadi penghuni lapas, para suami meninggalkan mereka begitu saja. Setelah keluar mereka juga diisolasi oleh masyarakat.
Anggota DPRD Kota Denpasar Wayan Sari Galung yang turut hadir saat kunjungan ke Lapas mengaku setuju jika pemakai narkoba sebaiknya dibina.

Suami Pergi
Kisah lain dituturkan Wi, ibu satu anak. Dulu, ia pernah bekerja sebagai TKW di Taiwan. Karena suaminya ia pindah ke Bali dan direkrut pembantu oleh salah satu yayasan. Kemudian ia dipekerjakan di salah satu keluarga. Namun, baru tiga hari ia bekerja, ia mengaku tidak betah. Kerjanya banyak dan ia dijanjikan gaji Rp 500.000. Ia nekad mencuri laptop dan menjualnya untuk ongkos pulang ke Jawa. Naas baginya, ia tertangkap langsung. Lima bulan sudah ia jalani hidup di penjara. Suaminya pergi meninggalkannya. Ia pasrah. Anaknya yang baru berusia tiga tahun dititipkan di rumah orangtuanya di Jawa. Ia menyesal, tapi apa dikata. Sisa hukumannya lagi 5 bulan. Setelah keluar Lapas ia berencana kembali bekerja menjadi TKW.

20 Sipir Perempuan
Dewa Ketut Jaya salah satu staf Lapas Denpasar mengatakan, penghuni baru biasanya dimasukkan terlebih dahulu ke ruang isolasi. Ruangan ini fungsinya untuk pengenalan diri dan bersosialisasi dengan lingkungan. Setelah seminggu atau paling lama sebulan penghuni dipindahkan ke blok. “Kalau mereka melakukan pelanggaran, kami masukkan mereka ke sel agar mereka jera,” ujar lelaki yang pernah bertugas di Papua ini. Penghuni biasanya suka ribut malam hari, bahkan sampai melakukan kontak fisik. Penghuni lain akan berteriak. Ada saja masalahnya, kehilangan barang atau ketersinggungan. “Kalau sudah begini, kami masukkan ke sel, agar mereka jera,” kata Dewa.
Namun, ia mengakui, penghuni Lapas sudah di luar kapasitas. Dengan jumlah petugas termasuk staf 125 orang, mereka kewalahan. Saat piket mereka bergantian sekitar 10 orang. Tentu tak semuanya bisa diawasi dengan baik. Piket petugas bergantian, mulai pukul 7 pagi sampai 1 siang, diganti lagi petugas piket lainnya sampai pukul 19.00. Ganti lagi petugas lain sampai pukul 1 pagi. Terus begitu seterusnya.
Hal itu dibenarkan Sipir perempuan F. Romana. Ia juga tidak membantah sering terjadi gesekan antara penghuni. Masalah sepele bisa jadi ribut. Air mandi kurang, ada yang duluan nyerobot. “Saya tidak menyalahkan mereka, mungkin pikirannya ruwet. Memikirkan anak atau suami. Kami hanya berprinsip, melayani mereka dengan baik,” lanjutnya.
Selama bekerja 25 tahun di lapas ada cerita lucu, manis, kadang juga membuat Romana terharu. “Kadang saya tertawa mereka bisa lepas bercanda. Saya senang mereka mau curhat dengan jujur. Tapi kadang, aturan dan kebijakan sering berbenturan. Kami menghadapi manusia bukan kertas. Mereka punya perasaan. Ini menguatkan kami, membuka pikiran kami untuk bersyukur, masih bisa bebas menghirup udara segar, dan tetap memberi pelayanan,” tutur ibu dua anak remaja ini. Saat ia memutuskan bekerja menjadi sipir penjara, ia mengaku sudah siap risikonya. Ia mengaku bekerja di Lapas sebagai pekerjaan mulia, bisa melayani orang. Suami dan dua anaknya sangat mendukungnya.
Sabtu Minggu, harusnya libur. Namun, ia mengaku lebih suka bekerja karena waktu besuk biasanya ramai. Jumlah sipir perempuan terbatas hanya 20 orang sehingga libur harus gantian. Untuk kasus narkoba, penghuni juga mendapatkan penanganan dokter. Ada dua dokter umum yang siap melayani mereka. Pembinaan umat Kristiani tiap hari Minggu, Senin, dan Rabu. Untuk Muslim hari Senin, Kemis, dan Jumat. Untuk Hindu hari Senin, Rabu, dan Purnama Tilem. Selain itu, ada juga penyuluhan dari Kementerian Agama tentang kerohanian.

Curi HP
Salah satu penghuni Lapas Denpasar tampak seorang anak perempuan yang lagaknya seperti laki-laki. Usianya masih muda 14 tahun. Baru kelas I SMP. Tak tanggung-tanggung, kejahatan yang ia lakukan membobol toko HP bersama temannya. Ia belum tahu berapa lama hukuman yang akan ia terima karena masih proses persidangan.
Saat ketahuan mencuri, sang ibu sempat melontarkan pertanyaan kepadanya, mengapa kamu mencuri, apakah kebutuhan kamu kurang di rumah.
Gadis itu hanya tersenyum mengingat pertanyaan ibunya itu. “Saya hanya ikut teman,” akunya polos.
Made, teman gadis tadi. Dialah yang mengajaknya membobol toko HP. Sebanyak 38 HP dan 200 voucher isi ulang dicurinya.
Made, baru kelas 6 SD. Ibunya bekerja sebagai pedagang dan bapaknya tidak bekerja. Ia sudah mengenal rokok. Uang jajannya Rp 5000. Tapi ia mengaku tidak cukup untuknya. Ia memang suka mencuri, tapi belum pernah tertangkap.

Ketua Forum Mitra Kasih Bali Luh Anggreni, S.H. mengatakan, kegiatan kunjungan ke Lapas Denpasar dalam rangka memperingati Hari Internasional Anti-kekerasan terhadap Perempuan (25/11), Hari Hak Asasi Manusia ( 10/12) dan Hari Ibu ( 22/12). “Kami bekerja sama dengan segenap LSM perempuan di Bali. Selain berbagi keceriaan, penghuni kami ajak bermeditasi bersama Prof. Suryani. Forum Perempuan juga meninjau blok perempuan,” kata Anggreni. –ast

Koran Tokoh, Edisi 623

Tidak ada komentar: