Jumat, 14 Januari 2011

Pasar Terapung dan Pulau Kembang


Wisata Air yang Kian Digemari. PASAR Terapung merupakan salah satu tempat wisata air andalan kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Dulu, penduduk Banjar terbiasa mengarungi sungai dari tempat yang jauh, untuk kemudian bertemu di sekitar sungai Kuin dan saling menjual dan membeli barang. Jual-beli dilakukan di atas perahu secara barter. Kini pasar terapung menjadi tempat tujuan wisatawan.
Pengunjung naik klotok (perahu motor khas Banjar) sambil menikmati keunikan pasar terapung. Pedagang menawarkan barang dagangannya menggunakan jukung, begitu juga pembeli. Pasar ini dibuka sejak waktu salat subuh hingga pukul 07.00. Sayuran, buah-buahan, ikan, dan wadai (kue dalam bahasa Banjar) dan makanan khas Banjar seperti soto, rawon dan nasi kuning, tersedia di sini.

Untuk mencapai lokasinya, setelah turun dari Bandara Syamsudin Noor di Kota Banjarbaru, pengunjung harus menempuh jarak 40 km untuk mencapai Kota Banjarmasin. Kemudian, menempuh jarak 1 km untuk menuju Kuin. Setelah masuk perkampungan Kuin, pengunjung akan melewati makam Sultan Kuin, salah seorang tokoh Banjarmasin. Biasanya pengunjung akan masuk dan melakukan doa sejenak di makam. Di luar makam, terlihat banyak orang yang menyewakan klotok untuk digunakan menikmati wisata terapung. Perjalanan wisata melalui sungai Barito ini biasanya memang menggunakan klotok. Tarif sewa satu klotok Rp 150 ribu. Dengan naik klotok pengunjung diajak menelusuri Sungai Barito, melintasi pasar terapung dan Pulau Kembang. Di sepanjang sungai pengunjung juga dapat melihat aktivitas sehari-hari warga setempat, seperti mandi, mencuci pakaian dan perabotan rumah tangga di sungai. Di sungai juga banyak terlihat toilet terapung.

Perjalanan memakan waktu sekitar satu jam. Pak Saad, pengemudi klotok yang sudah bekerja sejak tahun 1975 mengatakan, rute pertama melewati pasar terapung. Kemudian, menuju Pulau Kembang. Saat bertemu pedagang, klotok merapat. Pengunjung dapat membeli bahan makanan atau menikmati sarapan pagi.
Waljinah, pedagang pisang, mengatakan sudah 15 tahun berjualan di pasar terapung. Dari penghasilannya ia mampu menghidupi dua anaknya yang sudah beranjak remaja. Begitu juga Haji Haini. Setelah bertahun-tahun berkebun, ia akhirnya tertarik juga berjualan di pasar terapung melihat perkembangan kunjungan wisatawan ke wisata terapung yang terus meningkat. Sehari-hari, Haji Haini menjual kue buatan istrinya. Dari berjualan kue dia mampu meraup keuntungan Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu tiap hari. Hari Minggu dan hari libur lainnya penghasilannya lebih banyak karena banyaknya pengunjung.
Dalam perjalanan wsata di atas sungai itu tak lengkap jika pengunjung tidak mencicipi makanan khas Banjar seperti soto dan nasi kuning Banjar. Salah seorang penjualnya, Ningsih, bersama bapak dan ibunya. Walau pasar tutupnya sekitar pukul 07.00, ia tetap berjualan hingga pukul 09.00. Harga seporsi Rp 15.000. Penghasilannya rata-rata sekitar Rp 500.000 per hari.

Pulau Kembang
Setelah puas menikmati pasar terapung, pengunjung diajak menuju Pulau Kembang. Areal hutan di tengah Sungia Barito ini dihuni ribuan kera liar. Pulau Kembang sebagai hutan wisata selain menampung ribuan kera, juga menjadi tempat hidup beberapa jenis burung, biawak, ular, dan satwa lainnya. Tempat ini juga menjadi habitat hewan unik berhidung besar maskot Kalsel yaitu kera Bekantan serta menjadi salah satu kawasan mangrove yang dilestarikan di Kalsel.
Untuk masuk ke Pulau Kembang, pengunjung dikenai tiket Rp 5000 per orang. Di pintu masuk sudah berjejer orang yang dengan senang hati membantu pengunjung jika ada kera yang mengganggu. Dianjurkan pengunjung membawa kacang atau pisang sebagai oleh-oleh untuk kera tersebut agar mereka mau bersahabat ketika dipotret.
Sebelum masuk hutan, pengunjung akan melihat satu bangunan sederhana seperti tempat untuk berteduh. Tempat itu biasa digunakan untuk nyekar. Pak Sidik dan istrinya merupakan keturunan keempat dari tokoh yang memiliki lokasi gubuk itu, diyakini memiliki kemampuan untuk mendoakan pengunjung yang datang.
Menurut Pak Sidik, nama Pulau Kembang dipilih karena lokasi tersebut dulunya dijadikan tempat untuk nyekar. Para pengunjung biasanya datang membawa kembang untuk berdoa dan mandi. Karena ramai, akhirnya Pulau Kembang menjelma menjadi tempat wisata. Berdekatan dengan tempat nyekar, berdiri klenteng kecil. Biasanya hari Minggu ramai dikunjungi warga keturunan Tionghoa.
Pak Sidik menuturkan, dulu banyak warga Tionghoa bertempat tinggal di Banjar. Salah seorang warga Tionghoa yang melakukan nazar akhirnya sukses dan membangun klenteng di kawasan itu. Pak Sidik mengatakan, Pulau Kembang memang diyakini memiliki daya spiritual tinggi. Banyak orang yang sudah sukses dan berhasil setelah nyekar ke sana. Biasanya mereka akan datang lagi untuk melakukan selamatan. Pak Sidik dan istrinya tiap hari berada di tempat itu pukul 07.00 sampai 14.00. Namun, jika ada yang ingin didoakan di luar jam tersebut, mereka tetap melayaninya. –ast

5 komentar:

javaukigoshi mengatakan...

your articles is inspiration for me

j mengatakan...

your articles is inspiration

java mengatakan...

your articles is good inspiration for me

wirati mengatakan...

javukigoshi, j, java: thank

VALVEN mengatakan...

Pulau kembang & Pasar terapung memang wisata yg unik.....