Kamis, 31 Juli 2008

Anak Angkat

MENGASUH anak angkat tentu tak mudah. Disamping mendatangkan kebahagiaan, orangtua angkat juga diliputi perasaan waswas suatu saat si anak akan bertanya tentang jati dirinya. Ada tiga faktor penting yang perlu diperhatikan dalam pengangkatan anak.
Demikian diungkapkan dr. Nyoman Hanati, Sp.K.J. (K) dalam Diskusi Terbatas dengan topik “Masalah di Balik Praktik Pengangkatan Anak di Bali” Kerjasama Koran Tokoh dengan FH Universitas Dwijendra Denpasar, Selasa (29/7).

Menurut Ahli Kejiwaan RS Sanglah ini faktor pertama adalah orangtua yang akan mengangkat anak harus siap secara fisik dan mental. “Apa motivasinya untuk mengangkat anak, dan apakah perkawinan pasutri ini sudah mantap? Dalam artian secara materi mampu membiayai anak tersebut dan tidak akan terjadi perceraian. Jika suatu ketika anak angkat tersebut mengetahui orangtua kandungnya dan ingin kembali kepada mereka, apakah mereka sudah siap?,” ujar perempuan kelahiran 13 September 1946 ini.

Faktor kedua kata dr. Hanati, adalah orang yang memberikan anak tersebut. Mereka juga harus siap secara mental. Artinya mereka tidak terus berfantasi suatu saat akan bertemu dan berkumpul kembali. “Hal ini akan mengakibatkan terjadinya benturan orangtua kandung dan orangtua angkat, dan berpengaruh pada kondisi kejiwaan si anak,” tutur istri dr. Made Molin Yudiasa MARS ini.

Faktor ketiga adalah anak itu sendiri. Menurutnya faktor yang berpengaruh adalah usia berapa anak tersebut diberikan pada orangtua angkatnya, dan usia berapa si anak diberitahukan identitas dirinya. Ia menyarankan orangtua angkat hendaknya bersikap jujur sejak awal. Hal ini tentu membuat mereka lega dan tidak cemas berkepanjangan.
“Anak berhak mengetahui orangtua kandungnya sejak dini. Sebaiknya saat anak berusia 3-4 tahun ia diberitahukan indentitasnya untuk pembentukkan jati dirinya. Orangtua dapat melakukan metode bercerita berulang-ulang. Contohnya ada ibu dan bapak yang sedang mencari anak yang sangat dicintainya. Jika suatu saat ia sudah mengerti, jelaskan alasan mengapa ia kini menjadi anak angkat di keluarga itu,” papar Dokter Hanati.

Ia mengatakan semua tergantung bagaimana orangtua angkat menjalin hubungan batin dengan anak angkatnya. Jika identitas anak disembunyikan dan ia tahu dari orang lain, anak akan menganggap orangtua angkatnya merahasiakan identitasnya. Timbul pertanyaan dalam diri si anak, mengapa orang lain yang memberitahunya. Mengapa informasi itu tidak didapatkan dari orangtuanya. Hal ini menimbulkan kelekatan emosinya menjadi terganggu.
“Konflik yang dirasakannya, mengapa ia ditolak orangtua kandungnya dan diberikan para orang lain. Sehingga timbul fantasi negatif dalam diri si anak terhadap orangtua kandungnya. Ia merasa menjadi individu yang tanpa identitas,” paparnya.

Hal ini kata Dokter Hanati, dapat menimbulkan gangguan kejiwaan seperti sulit beradaptasi dan berekspresi, suka berbohong, suka mencuri, gangguan emosi seperti sedih, depresi bahkan sampai bunuh diri. -ast

2 komentar:

Toni Blog mengatakan...

belum ada kepikiran ke arah sana :D

Anonim mengatakan...

hmm,,, emang berat sih ngadopsi anak kalau emang kita belum siap segala2nya...ya kan?
salam kenal... selalu



eirpass Banjarbaru