Selasa, 07 Juli 2009

Upah berdasarkan Produktivitas, Pacu Semangat Tenaga Kerja

UPAH minimum dinilai yang membuat tenaga kerja menjadi kurang produktif. Walaupun pengusaha mampu membayar upah lebih tinggi, kecenderungan mereka hanya membayar sesuai upah minimum. Akibatnya, tenaga kerja menjadi malas, karena mereka berpikir rajin atau malas upahnya tetap sama. Demikian diungkapkan Kepala Bidang Pelatihan dan Produktivitas Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Badung Drs. I Gst. Ketut Narmada dalam Diskusi Terbatas Koran Tokoh kerja sama STIMI Handayani, Selasa (30/6).

Menurutnya sistem pengupahan harus diubah berdasarkan produktivitas. “Sistem ini akan memacu tenaga kerja menjadi bersemangat, disiplin, loyal, berprestasi, dan tidak tercela,” tegas Narmada. Untuk sukses di dunia kerja, menurutnya ada tiga faktor yang penting yakni ada keinginan kuat, membina hubungan baik dengan siapapun, dan kemampuan kerja atau keterampilan yang profesional dibidangnya. Untuk itu, kata Narmada, diperlukan perencanaan tenaga kerja baik makro maupun mikro. Tujuannya, untuk mengetahui kebutuhan tenaga kerja. “Dengan perencanaan ini, maka perguruan tinggi dapat membuat kurikulum yang mengacu pada kebutuhan dunia kerja.


Ia mengusulkan sebaiknya dibuat perda agar semua pencari kerja memiliki sertifikasi termasuk tenaga asing. Hal ini, kata dia, agar tenaga kerja siap bersaing dan membatasi tenga kerja asing masuk ke Bali. –ast

Sudah dimuat di Koran Tokoh, Edisi 547, 5 Juli 2009

1 komentar:

Andri Journal mengatakan...

Betul,produktivitas memang berbanding lurus ama upah.Kalo maw kerjanya lebih keras,kesejahteraannya ya sebaiknya ditingkatkan dulu. ;)