Sabtu, 12 September 2009

Alunan Nada Cinta Bangkitkan Kemesraan

Kombes Pol. Drs. Gde Sugianyar Dwi Putra S.H., M.Si.
dengan Lina Meidevita ( 2)

MENGISI kemesraan dengan seni fotografi, kiat Gde menjaga keharmonisan keluarganya. Kemana pun ia pergi kamera dan handycam selalu menjadi teman setianya. Setiap momen bersama istri tercinta selalu diabadikannya. Tak kalah dengan para calon pasutri yang melakukan pemotretan prawedding, pasangan ini memiliki banyak koleksi foto yang penuh kenangan indah. Perwira berpangkat melati tiga ini menuturkan saat berselisih faham, kenangan manis dalam foto itu mampu meredakan suasana. Mantan Kapolresta Balikpapan ini lebih suka menunjukkan sikap romantisnya mengalunkan tembang cinta untuk Lina Meidevita yang kesehariannya lebih memilih mengurus anak dan aktif di organisasi Bayangkari ini.

Setelah menikah Lina memantapkan diri untuk tidak bekerja dan menikmati tugasnya sebagai seorang istri dan ibu. Awal menikah, Gde mengaku Lina sempat protes karena ia sering pulang larut malam. Gde tak menampik ada kesalahfahaman di antara mereka. “Maklum masih penyesuaian,” tutur Gde saat ditemui di kantor Humas Polda Bali. Namun, dengan berjalannya waktu, Lina mulai dapat menerima konsekuensinya sebagai istri polisi yang menjadi abdi masyarakat.
Setelah menikah Gde bertugas sebagai Kasatlantas Polres Sleman Jawa Tengah. Lahirlah anak pertama mereka Gde Wirawibawa Eka Putra. Kemudian Gde pindah tugas ke Polres Banyumas Polda Jateng. Kebahagiaan mereka semakin lengkap dengan lahirnya putri kedua dan ketiga Made Ayu Gina dan Nyoman Tri Yuliani.
Tinggal di asrama menjadi suatu berkah bagi Gde. Gde justru menilai kehidupan di asrama telah membentuk pendewasaan diri anak-anaknya. Ia menilai tinggal di asrama lebih nyaman. Selain dekat dengan kantor, ia merasa lebih aman bisa melihat anak-anaknya kapan saja. “Bertengkar sesama anak asrama itu biasa. Saya anggap sebagai pembelajaran pendewasaan diri buat anak-anak,” ujar tamatan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) ini. Tuhan memberikah hadiah yang terindah kelulusan Gde dengan lahirnya putri bungsu mereka Ketut Kanya Paramitha Devita.

Saat menjabat sebagai Wakil Kepala Satuan Patroli Pengawalan Ditlantas Polda Metro Jaya, hari-harinya selalu di jalanan. Tiap hari Gde bertugas mengamankan jalan protokol Jalan Sudirman –Jalan Thamrin yang sering dilewati presiden, pejabat negara dan tamu kenegaraan. Gde harus berangkat subuh saat anak-anaknya masih terlelap. “Saat berangkat anak-anak masih tidur. Saat saya pulang anak-anak sudah tidur. Saat bertugas komunikasi tetap berjalan dengan mereka. Awalnya mereka sering protes. Mereka minta pengganti waktu rekreasi bersama,” kata Kepala Sekolah Polisi Negeri Balikpapan tahun 2007-2008 ini.
Seiring perkembangan mereka, putra-putrinya mulai mengenyam pendidikan mereka disibukkan dengan urusan pelajaran. Namun, Gde tetap memantau perkembangan mereka. Menurut Gde, Lina sangat berperan besar dalam mendidik anak-anaknya. Lina selalu menemani putra-putrinya belajar. Urusan PR anak-anak menjadi rutinitas ibu yang suka bergaya di depan kamera ini.

Gde menyiasati kekurangan waktunya bersama keluarga dengan mengajak mereka berekreasi. Hari Sabtu atau Minggu mereka pergi ke objek wisata alam atau pantai. Dua lokasi ini menjadi favorit Gde. Kamera dan handycam selalu terkalung di leher lelaki yang menjadi pernah dipercaya menjadi Pembina Persiba ini. Gde mendalami fotografi secara otodidak. Hasil jepretan Gde tak kalah dengan fotografer profesional. “Hanya karena hobi,” aku Gde. Selain hobi motret, Gde juga suka dipotret. Saat dijepret, Gde langsung pasang gaya. “Dulu pengennya jadi model, tidak kesampaian,” ujarnya berkelakar. Tak kalah dengan para calon pasutri yang melakukan pemotretan prawedding, pasangan ini memiliki banyak koleksi foto yang penuh kenangan indah. Koleksi foto tertata apik dalam album keluarganya. Bahkan Gde juga meletakkan album spesial di sudut ruang kerjanya. Album cantik itu memuat banyak momen berkesan dengan istri tercinta. Gde mengaku, saat mereka berselisih faham, foto itu mampu membangkitkan kemesraan di antara mereka. Gde suka memberi kejutan kepada istrinya. Dalam alunan nada penuh cinta mengalun lagu “My Heart” untuk istri tercinta. “Ributnya batal,” resepnya dalam menjaga keharmonisan keluarga sembari tertawa.

Dalam keseharian dalam keluarganya, Gde lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia. Apalagi Gde sering berpindah tugas. Ia menilai mereka lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan. Namun, saat hari raya keagamaan Gde bersama keluarga rutin melakukan persembahyangan di pura. Bertemu dengan sesama warga Hindu menjadi kebahagiaannya menjalin silaturahmi. “Anak-anak bisa lebih mengenal budaya dan adat Hindu walau mereka tidak tinggal di Bali,” paparnya.
Ketika ia diharuskan berpatroli dalam keadaan darurat, Gde tak kekurangan akal. Saat ia menjabat Kapuskodal Ops Polres Metro Jakarta Pusat banyak terjadi demonstrasi. Otomatis waktu Gde lebih banyak tersita di luar rumah. Gde memboyong seluruh keluarganya menginap di hotel. “Anggap saja rekreasi, tapi saya tetap bertugas. Istri dan anak-anak menikmatinya. Kami tetap menjalin komunikasi dengan baik walaupun saya sibuk,” ungkap Gde.
Situasi gawat karena banyak para demonstan membuat Gde harus tetap stand by di lapangan. Menurut Gde biasanya yang dicek keamanan Istana Negara, Kedubes AS, Bunderan HI, Jembatan Semanggi, atau kompleks Cendana. “Malam-malam koordinasi kegiatan persiapan pasukan. 1 kompi sampai 100 orang. Tergantung volume massanya berapa harus menurunkan jumlah pasukan. Saya selalu stand by dari pagi sudah siap di lapangan. Pukul 19.00 selesai demo baru bisa ke kantor. Pukul 10 malam baru bisa pulang,” ujar lelaki yang pernah menjabat Pembina Persiba Balikpapan ini.
Sebagai polisi Gde berusaha membagi waktunya sebagai abdi masyarakat dan keluarga. Bahkan tak jarang, hari-harinya dilalui di bawah pohon. Kehidupan itu membuatnya lebih dekat dengan para kuli tinta. Hal itu dirasakan Gde saat mulai bertugas di Polda Metro Jaya. Saking letihnya, mobil Gde tak jarang berhenti di bawah pohon sekadar beristirahat sejenak. Sejak itu ia sudah akrab dengan para wartawan. Dari sana ia belajar bagaimana pentingnya ilmu komunikasi bagi polisi. Ia tertarik mengambil program pasacasarjana Kajian Ilmu Kepolisian. Tesisnya berkaitan dengan komunikasi. –ast

Sudah dimuat Di Koran Tokoh, Edisi 556, 6 September 2009










2 komentar:

auLia mengatakan...

hai.. saLam kenal..

wirati mengatakan...

buat aulia:
salam kenal juga