Minggu, 15 Agustus 2010

Prioritaskan Pendidikan Kependudukan

MENANGGULANGI masalah kependudukan tak cukup dengan program keluarga berencana (KB). Pendidikan kependudukan dengan sasaran generasi muda sebagai calon pasangan suami-istri perlu menjadi prioritas, seperti yang pernah dilakukan Gerakan Pemuda ZPG (Zero Population Growth). Dr. dr. Made Wardana, Sp.K.K. ( K). yang pernah menjabat wakil ketua Gerakan Pemuda ZPG Bali dalam masa kepemimpinan Widminarko itu lebih jauh mengungkapkan pendidikan kependudukan model ZPG tersebut sangat menunjang program penanggulangan masalah kependudukan akhir tahun 1970-an dan tahun 1980-an itu, khususnya dalam upaya menanamkan pemahaman tentang pentingnya motivasi berkeluarga kecil dalam upaya menunjang program KB. “Saat-saat itu banyak kalangan ibu yang malu dan gelisah jika terlambat menstruasi, karena anaknya sudah dua, antara lain berkat kampanye ZPG yang meluas,” ungkap Wardana.

Ia mengatakan, masalah kependudukan di Indonesia sekarang ini memiliki beberapa karakteristik. Pertumbuhan penduduk seolah tak terkendalikan, distribusi penduduk tidak merata, dan tingkat urbanisasi tinggi. Persoalan tersebut menjadi bertambah serius, karena tidak dimbangi bertambahnya lahan pekerjaan dan bahan pangan yang memadai. Di kalangan generasi muda di Bali kesadaran tentang adanya persoalan bangsa yang serius itu sudah tumbuh dengan berdirinya Gerakan Pemuda ZPG, 23 Agustus 1976, yang diprakarsai Widminarko dan Anom Murdhana dan yang di-back up BKKBN Bali.

Ada empat anjuran ZPG yang dikampanyekan saat itu, yakni tunda usia kawin, tunda kelahiran anak pertama, jarangkan jarak kelahiran anak pertama dan kedua, dan stop dua anak laki atau perempuan sama saja.
Pendekatan yang dilakukan aktivis ZPG, motivasi tentang norma berkeluarga kecil yang ditanamkan di kalangan generasi muda dilakukan juga oleh generasi muda sesamanya. Ia menyebutkan, berbagai kegiatan pernah dilakukan Gerakan Pemuda ZPG. Contohnya, teruna-teruni yang pernah mendapat pelatihan ZPG mengadakan warung amal (bazar) di banjarnya. Di daftar menu di tiap meja dicantumkan pesan-pesan ZPG seperti tunda usia kawin, dua anak cukup laki perempuan sama saja. Ada juga pementasan kesenian tradisonal yang diselingi pesan ZPG, pergelaran musik yang membawakan lagu-lagu yang liriknya penuh pesan ZPG, yang semuanya dilakukan eksponen generasi muda dan ditonton generasi muda pula. “Dalam kegiatan itu tidak terlihat peran orang tua dan sosok BKKBN atau pemerintah, walaupun di belakang layar mereka membantu kegiatan tersebut,” kenangnya.

Ia mengungkapkan, organisasi ZPG tidak punya dana. Tetapi, karena kegiatannya dianggap strategis dan penting, banyak pihak yang mendukungnya. ”Dengan meminjam mobil BKKBN dan film beserta proyektornya dari Deppen, kami melakukan kampanye ke sekolah, kampus, hingga ke perdesaan. Kami berbicara sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing. Yang disiplin ilmunya ekonomi bicara soal dampak negatif ekonomis jika pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan. Begitu pula teman-teman yang berdisiplin ilmu hukum, agama, dan tradisi. Karena saya kuliah di Fakultas Kedokteran, saya lebih banyak menyosialisasikan kesehatan reproduksi.” papar ahli bedah tumor kulit dan alergi Rumas Sakit Sanglah ini.
Sudah saatnya pemerintah mengintensifkan kembali program pendidikan kependudukan, baik di sekolah maupul di luar sekolah. Organisasi yang mengelola unsur generasi muda harus didorong dan merasa terpanggil untuk memeloporinya di jalur luar sekolah. ”Jika pogram penanggulangan masalah kependudukan hanya menyasar pasangan usia subur, terlambat. Generasi muda harus dimotivasi sejak dini tentang pentingnya norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera,” ujarnya. –ast

Koran Tokoh, Edisi 605, 15 s.d. 21 Agustus 2010

Tidak ada komentar: