Minggu, 15 Agustus 2010

Suwitri Riyasse, Pemakai IUD Pertama

DI Bali kampanye keluarga berencana (KB) sudah dilakukan sejak dulu. Penggeraknya Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) yang berdiri tahun 1959. Salah seorang aktivisnya Dewa Ayu Kade Suwitri atau yang lebih dikenal dengan nama Bu Suwitri Riyasse. Perempuan yang masih energik dalam usia 81 tahun ini mendapat penghargaan Gubernur Bali Sukarmen sebagai pelopor KB karena menjadi pengguna alat kontrasepsi IUD (spiral) I tahun 1962.
Ditemui di rumahnya yang asri di kawasan Jalan Nangka Denpasar, perempuan yang pernah menjabat pengurus PWI Persiapan Cabang dan Cabang Bali 1957 – 1983 ini, sangat antusias menceritakan pengalamannya sebagai pengguna IUD I di Bali. ”Waktu itu saya sudah memunyai 6 anak. Saya ditawari mencoba alat kontrasepsi IUD. Sebagai pengurus PKBI, bagaimana saya bisa memberikan penerangan kepada para perempuan tentang alat kontrasepsi kalau saya tidak mencobanya sendiri,” katanya.
Ada lima sampel IUD yang dikirim dari London. Bu Suwitri Riyasse pemakai I. Pemakai II Bu Putra Pastime. Selama menggunakan IUD, ia mengaku tidak pernah ada masalah. ”Saya mengikuti semua aturan pakainya. Periksa tiga bulan setelah pemakaian pertama, kemudian periksa enam bulan berikutnya, dan selanjutnya periksa tiap tahun selama tiga tahun,” tuturnya.

Menurutnya, sebagian besar masalah yang terjadi pada pemakaian alat kontrasepsi karena pemakai tidak mengikuti aturan pakai dengan baik. ”Mereka tidak rutin memeriksakan diri sehingga bisa saja timbul pendarahan atau kebobolan alias hamil lagi,” jelas istri mantan kepala Dinas Pariwisata Bali I Gde Putu Riyasse (almarhum), ini. Setelah merasa aman menggunakan IUD, ia mengajak temannya, Bu Putra Pastime, mengikuti jejaknya memakai alat kontrasepsi tersebut. Dari pengamatannya, semua pemakai sampel IUD tersebut aman-aman saja. Namun, Bu Riyasse lupa siapa nama tiga orang yang mengikuti jejaknya setelah Bu Putra Pastime. Sebagai pelopor pemakai alat kontrasepsi, Bu Riyasse sudah mendapatkan tiga kali penghargaan termasuk dari Presiden Suharto sebagai peserta KB Lestari.

Ia aktif sebagai pengurus PKBI Daerah Bali sampai tahun 1996. Tahun 1969, ia merupakan orang pertama di PKBI Bali yang dikirim mengikuti pelatihan keluarga berencana di Singapura selama sebulan.
Ada kisah menarik yang dituturkan ibu 7 anak, 19 cucu dan 11 cicit ini perihal KB di Singapura. Ada aturan di Singapura, dua anak cukup laki-laki atau perempuan sama saja. Kalau ada yang memunyai anak lebih dari dua, anak ketiga tidak boleh bersekolah di lingkungannya. Mereka harus keluar dari wilayah tersebut. ”Aturan ini membuat warga Singapura mematuhi kampanye dua anak cukup. Mereka tidak tega harus berpisah dengan anaknya yang masih kecil,” katanya. Menurut Bu Riyasse, sekarang ini aturan ber-KB semacam itu sulit diterapkan di Indonesia. ”Kedisiplinan orang Indonesia kurang. Buang sampah saja masih sembarangan,” ujarnya.

Menurutnya, sekarang ini pendidikan kependudukan untuk generasi muda sangat diperlukan. Hal ini, katanya, untuk memberikan pemahaman kepada calon pasangan usia subur agar menerapkan prinsip dua anak saja untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Selain itu, sekolah sebaiknya memberikan pendidikan kesehatan reproduksi sejak SMP. –ast

Koran Tokoh, Edisi 605, 15 s.d 21 Agustus 2010

Tidak ada komentar: