Rabu, 17 Agustus 2011

Minum Antibiotika sampai Habis

DEWI, terlihat lemas tubuhnya. Wajahnya pucat karena ia tak bernafsu makan. Sehari ia berbaring di tempat tidur. Badannya terasa hangat dan hidungnya terus meler. Merasa tak nyaman dengan kondisi tubuhnya, ia segera ke dokter. Ia minta obat antibiotik agar penyakitnya segera sembuh. Namun, dokter hanya membuat resep obat penurun panas dan diminum jika suhu badannya panas, selain vitamin. Mengapa dokter tidak memberinya obat antibiotika? “Tidak semua penyakit harus diobati antibiotika. Hanya penyakit yang disebabkan infeksi bakteri yang harus dilawan dengan antibiotik,” ujar Pengajar Bagian/SMF Mikrobiologi Klinik FK Unud/RS Sanglah dr. Made Agus Hendrayana, M.Ked.

Lelaki kelahiran Denpasar, 17 Juli 1978 ini menjelaskan, penyebab penyakit dapat dibagi dua golongan, penyakit infeksi dan penyakit noninfeksi. Penyakit infeksi disebabkan adanya infeksi agen penyebab dari luar tubuh. Agen penyebab infeksi ada beberapa, seperti bakteri, virus, parasit, jamur. Penyakit infeksi yang disebabkan bakteri inilah yang memerlukan pengobatan dengan antibiotika. Sedangkan penyakit noninfeksi yang disebabkan bukan karena adanya agen infeksi dari luar tubuh, seperti penyakit hipertensi, kencing manis, katarak, tidak memerlukan pengobatan antibiotika kecuali disertai infeksi sekunder (penyerta) oleh bakteri. “Penyakit yang disebabkan bukan oleh infeksi tidak memerlukan antibiotika. Demikian juga dengan penyakit infeksi yang bukan disebabkan infeksi bakteri tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotika. Kecuali, beberapa tindakan khusus seperti pembedahan tertentu memerlukan antibiotika pencegahan (profilaksis),” jelasnya.
Antibiotika merupakan suatu zat kimia yang digunakan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Fungsi antibiotika, untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri yang menginfeksi tubuh makhluk hidup.

Menurutnya, penyakit yang memerlukan pengobatan dengan antibiotika, penyakit yang sudah pasti diketahui disebabkan adanya infeksi bakteri di tubuh pasien, seperti luka dengan timbulnya pus (nanah). Pengobatan antibiotika untuk membunuh bakteri penyebab infeksi. Tetapi, pada penyakit lain misalnya influenza akibat virus flu atau penyakit cacar air (varisella) tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotika; yang diperlukan obat antivirus. “Tidak baik selalu minum antibiotika, karena antibiotika merupakan zat kimia yang jika dikonsumsi berlebihan tidak baik bagi tubuh. Apalagi minum antibiotika sembarangan dengan tidak sesuai indikasi, tidak sesuai dosis, dan tanpa resep dokter,” ujarnya.

Minum obat antibiotika tidak seperti minum obat sakit kepala. Begitu sakit kepala hilang dan sembuh, obatnya dihentikan. Obat antibiotika memiliki dosis tertentu yang sudah diuji para ahli peneliti dan produsen obat tentang dosis yang tepat untuk membunuh antibiotika. Biasanya dokter memberikan dosis antibiotika yang sesuai dengan dosis yang dapat membunuh atau menghambat bakteri yang menginfeksi tubuh. “Apabila minum antibiotika dan obat itu tidak dihabiskan atau kurang dosisnya, kemungkinan tidak semua bakteri yang menginfeksi tubuh bisa mati, tetapi masih ada bakteri yang mampu bertahan hidup di dalam tubuh, walaupun pasien tampaknya sudah sehat. Bakteri yang mampu bertahan hidup inilah yang berpotensi kebal atau resisten terhadap antibiotika, sehingga bakteri ini akan terus mampu bertahan hidup. Bahkan, dapat menginfeksi tubuh dan tubuh tidak mempan terhadap antibiotika sebelumnya, sehingga bakteri yang kebal ini akan sulit dibunuh dan memerlukan antibiotika yang lebih canggih atau generasi terbaru yang tentu harganya sangat mahal,” paparnya.

Ia menuturkan, antibiotika seperti obat kimia lainnya juga memiliki efek samping terhadap tubuh. Efek samping yang timbul berbeda-beda tergantung jenis obat dan respons tubuh pasien. Efek samping yang timbul mulai dari ringan seperti mual, sampai berat seperti adanya alergi obat yang dapat menimbulkan shock berat. “Sering mengonsumsi antibiotika dan tidak tepat tentu tidak baik juga bagi tubuh. Zat kimia yang masuk ke tubuh manusia memperberat kerja organ tubuh seperti lambung, hati dan ginjal dalam memproses antibiotika tersebut di dalam tubuh, sehingga apabila terlalu sering mengomsumsi antibiotika dan zat kimia tentu berpengaruh terhadap kesehatan organ tubuh tadi. Jadi hati-hati mengonsumsi antibiotika. Sesuaikan dengan petunjuk dokter,” pesan Wakil Sekretaris IDI Cabang Denpasar ini. –ast

KOran Tokoh, Edisi 656, 14-20 Agustus 2011

2 komentar:

debicandrafaperta mengatakan...

dok saya mau konsul
saya terkena sipillis,cara penyembuhannya saya harus mengkonsumsi antibiotik apa dok.trimakasi

debicandrafaperta mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.