Senin, 19 Maret 2012

Seliter Beras Bertiga Sebungkus Rokok Sehari

Rokok dapat diumpamakan senjata yang tidak hanya menembak diri sendiri, tapi juga orang lain. Prov. Bali sudah memunyai Perda Kawasan Tanpa Rokok Nomor 10 tahun 2011. Ada 7 kawasan yang diatur, fasilitas kesehatan, tempat proses belajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum, dan tempat lain yang ditetapkan nantinya. Walau pun sudah disahkan bulan November 2011, Perda KTR ini rencananya akan efektif diberlakukan Bulan Juli 2012. Bagaimana kesiapan masyarakat, pemerintah, dan swasta untuk melaksanakan Perda KTR ini?

Tubagus K. Harbianto M.S.H. dari Fakta Jakarta menyatakan, pengeluarkan Perda KTR merupakan langkah maju. Namun, sebuah legilasi harus diikuti perencanaan baik dengan sumber daya yang cukup. Menurutnya,harus mewaspadai industri rokok, yang bisa melemahkan, meremehkan, dan menghapuskan aturan yang dibuat. “Kita bisa melihat sebagai perbandingan, kebijakan di Kota Tokyo. Di semua tempat tidak boleh merokok, hanya boleh merokok di tempat khusus merokok. Lantai trotoar ditulisi larangan merokok,” ujarnya dalam Workshop Pengembangan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok yang diselenggarakan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Bali, Sabtu (10/3) di Hotel Grand Shanti Denpasar.
Satu data mecengangkan dipaparkan Dosen IKM FK Unud Made Kerta Duana, M.P.H. Indonesia menduduki urutan ketiga sebagai perokok setelah Cina dan India. Sebanyak 46,7% siswa pernah perokok, bahkan 19 persen diantaranya usia mereka berkisar di bawah 10 tahun. Ironisnya, masyarakat miskin lebih banyak mengonsumsi rokok, daripada masyarakat menengah ke atas. “dalam satu keluarga, seliter beras dibagi bertiga dalam sehari, sementara rokok sebungkus bisa habis sehari,” kata Duana.
Rokok menempati urutan kedua kebutuhan pokok. Khusus di Kota Denpasar 64 persen masyarakat merokok di rumah. “Kalau di rumah saja sudah merokok, apalagi di tempat lain,” keluh Duana.
Data menunjukkan sebanyak 34 persen remaja Denpasar perokok. Lebih banyak laki-laki dan mereka merokok karena ajakan teman sebaya. Sebagian besar remaja menerima ajakan merokok karena rasa ingin mencoba. Kalau mereka tidak mau, takut dibilang banci. Ga keren, kalau ga merokok. Keluarga yang ada perokoknya, menurun pada anaknya menjadi perokok sekitar 38 persen.
Budi Suryawan dari Satpol PP Kota Denpasar menyatakan, walaupun merokok sangat berbahaya, tak mungkin menghentikan pabrik rokok. “Mungkin pabrik rokok buat inovasi baru, rokok bisa mengeluarkan asap segar dan tidak membuat orang lain teracuni,” katanya. Ia meminta tindakan nyata pemerintah. Kerja sama dengan media televisi untuk menunjukkan bahaya merokok.
Ia menuturkan, empat tahun lalu ikut workshop di Bogor. Disebutkan ada 4 industri rokok, sekarang sudah puluhan. Penyebab orang merokok, mudah dicari dan Peraturan Wali Kota (Perwali) Denpasar belum ada sanksi.

Siti Sapurah meminta Perda KTR yang sudah ada dibawa masuk ke wilayah diknas. “Perda ini bisa disosialisasikan dari TK sampai PT, agar mereka menyadari bahaya asap rokok bukan hanya menyerang si perokok, tapi orang lain yang menghirup asapnya juga kena,” ujar aktivis perempuan ini.
Kadis Kesehatan Denpasar dr. Sri Armini menyatakan, sudah ada raperda yang dibahas bersama DPRD Kota Denpasar. Dalam Raperda tersebut menyatakan, sanksi Rp 200 ribu bagi perokok yang merokok di kawasan bebas rokok, dan bagi kepala institusi yang tidak melaksanakan itu dikenai denda Rp 1 juta. Sebelum Perda keluar, Perwali tujuannya untuk sosialisasi awal, bahwa dalam kawasan tersebut dilarang merokok. Perwali diawali dengan survei ke masyarakat. Tujuannya, kata dia, agar program ini berjalan dengan baik. Program juga akan dimonitoring dan dievaluasi, agar tidak ada pro kontra.
Menurut Ketua Komisi DDPRD Kota Denpasar Wayan Sugiarta, menutup pabrik rokok belum juga menyelesaikan masalah. Perokok tetap akan merokok dengan membuat linting dari daun tembakau. Jadi yang diperlukan, bagaimana mengubah prilaku masyarakat agar tidak merokok.
Ia mengatakan, pajak industri rokok relatif kecil. PAD Kota Denpasar lebih banyak dari pajak hotel, restoran dan hiburan. “Tidak perlu khawatir ada intervensi produsen rokok. Denpasar siap untuk Perda Kawasan Tanpa Rokok,” tandasnya.
Menurut Tubagus, penanggungjawab kawasan memunyai kewajiban untuk berperanserta seperti mendata berapa sekolah di Denpasar, berapa hotel, dan tempat yang termasuk dalam kawasan tanpa rokok tersebut.
“Kalau kita bandingkan, cukai rokok X, maka pengeluaran dana negara tiga sampai lima kali untuk mengobati pasien,” ujarnya. Menurutnya, bicara merokok, bukan hanya menyangkut kesehatan tapi ada efek ekonomi dan lingkungan. Kalau dulu disebut, gak keren kalau ga merokok. Mari kita balikkan menjadi keren kalau Anda tidak merokok.
Ayu Rai Andayani dari Dinas kesehatan Prov. Bali mengungkapkan, Perda KTR No 10 Tahun 2011 merupakan komitmen Gubernur Bali menciptakan clean and green province. Perda 10 tahun 2011 terdiri dari 8 Bab dan 19 pasal. Walau pun banyak pro kontra, tapi yang tertuang sudah merupakan win win solulation.
Dalam Pasal 11 disebutkan, pengelola, pimpinan atau penangungjawab tempat kerja dan tempat umum dapat menyediakan tempat khusus merokok. Tempat khusus merokok harus memenuhi syarat, ruang terbuka, terpisah dari gedung atau ruang yang digunakan beraktivitas, jauh dari pintu masuk dan keluar, jauh dari tempat orang berlalu-lalang.
Pasal 13 disebutkan, tiap orang dilarang merokok di KTR. Setiap orang/badan dilarang mempromosikan, mengiklankan, menjual atau membeli rokok di KTR.
Pasal 18 menyatakan, setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan pasal 12 dan 13 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.
Menurut Ayu, kalau banyak terjadi pelanggaran, ada peluang untuk menaikkan denda. “Mungkin ada yang tidak berkenan dengan sanksi tersebut. Tapi kami memunyai kesempatan melakukan revisi. Perda tersebut bersifat pembinaan yang nantinya dapat dikutinya dengan perubahan tingkah laku masyarakat,” katanya.
Ia berharap, Perda kab/kota akan membedakan sanksi yang diberikan kepada orang atau badan.

Denda berdasarkan kesepakatan kab/kota masing-masing berapa selayaknya denda tersebut.
Walaupun sudah ditetapkan bulan Novermber 2011, Gubernur Bali akan memberlakukan efektif Bulan Juli 2012. Pengaturan iklan rokok, kata dia, juga sedang digencarkan. “Jangan sampai, kawasan sekolah tanpa rokok, di luar sekolah berjarak 100 meter ada baliho iklan rokok yang besar,” imbuhnya.

Rika Suwardi dari konsultan media Campaign for Tobacco-Free Kids (CTFK) menilai, media memunyai peran dalam mendukung KTR di Bali. “KTR bukan melarang orang merokok, tapi hanya mengatur dimana orang merokok,” tegasnya. Ia mengatakan, industri rokok berkilah, katanya industri pariwata akan mati. Padahal, kata Rika, pengalaman di banyak tempat, implementasi KTR justru menguntungkan. Hotel Plaza Surabaya, sudah menetapkan 100 KTR. Saat tamu check in mereka harus tanda tangan siap mendukung KTR. Denda Rp 1 juta kalau ketahuan merokok. Merokok di kamar mandi juga dikenakan denda. Sejak diterapkan 100 persen KTR, okupasi hotel meningkat tajam. Selain itu, pegawainya jarang sakit. Dari house keeping dilaporkan, terjadi penghematan untuk seprei dan karpet. Partikel asap merokok, bisa menempel di karpet dan sofa selama 3-5 tahun. Perawatan kamar perokok jauh lebih mahal.

Ia mengaku miris, dengan satu data yang diungkapnya. Sekitar 70 persen orang miskin pengeluaran rokok menjadi urutan nomor dua setelah beras. Ketiga pulsa. Pendidikan ke 8 dan kesehatan urutan ke 15.
Rohman wakil AJI Denpasar mengatakan siap mengawal isu bahaya merokok dan mendukung adanya kawasan tanpa rokok. –ast

koran tokoh, edisi 685, 19 s.d 25 maret 2012





Tidak ada komentar: