Kamis, 27 Oktober 2011

Pengidap HIV/AIDS di Bali 4833 Orang

Kasus HIV/AIDS menyita perhatian semua kalangan masyarakat di Indonesia. Data Menkes RI menunjukkan, secara kumulatif jumlah HIV positif terbanyak di DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, Sumatera Utara, Bali, dan Jawa Tengah. Data KPA Prov. Bali hingga September 2011 mencatat 4833 pengidap HIV/AIDS di Bali. Usia 19-20 tahun menduduki persentase 43,55 %, menyusul usia 30-39 tahun 35,11%.
Denpasar menduduki posisi teratas dengan jumlah ODHA 2179, Buleleng 1059, Badung 732, Tabanan 301, Gianyar 213, Karangasem 138, Klungkung 81, Jembrana 78, dan Bangli 52. Kelompok risiko heteroseksual menduduki 73,93%, pengguna narkoba suntik 16,10%, dan homoseksual 4,22%. Data ini dipaparkan saat diskusi yang digelar Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA) Daerah Bali, Selasa (18/10) di FK Unud.
Selain dihadiri para aktivis yang bergerak di bidang penanggulangan HIV/AIDS dan mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat FK Unud, diskusi menjadi sangat istimewa karena kehadiran ahli Epidemologi asal Inggris Elizabeth Pisani yang juga pengarang buku “Kearifan Pelacur”.
Menurut Elizabeth, kondom merupakan salah satu cara dalam pencegahan virus HIV ini. Namun, pemakaian kondom relatif masih kecil di tingkat kelompok berisiko. Dalam bukunya, ia mengkritisi berbagai kebijakan dalam menanggulangi HIV/AIDS. Saat ini, PSK sudah menjadi pilihan pekerjaan. Dibanding bekerja di pabrik, menjadi PSK lebih menjanjikan untuk mendapatkan uang. Bahkan, PSK dijadikan ajang pencarian modal. Saat ini, tercatat 12.000 PSK di Indonesia. Satu diantara 4 PSK sudah terkena HIV/AIDS.
Elizabeth yang melakukan wawancara langsung dengan beberapa PSK di Indonesia ini mengaku miris. Dari penemuannya, 28 PSK di Sentani Papua, tercatat sebagai pengidap HIV. Namun, mereka tak berani membuka amplop hasil pemeriksaaan tes. Karena ketakutan ini, mereka tetap menjalankan profesi sebagai pelacur dan menulari pelanggan mereka tanpa berani mengobati dirinya.
Berbagai stigma telah membuat para PSK tak berani menerima diri mereka sebagai pengidap HIV/AIDS. Padahal, HIV/AIDS sama dengan penyakit lain seperti kanker yang bisa juga mengakibatkan kematian. Namun, stigma masyarakat yang membuat terlalu ketakutan berlebihan, akhirnya malah memberikan dampak negatif yang justru merugikan penderita. Mereka takut dites dan takut berobat padahal gratis. Menurutnya, HIV/AIDS malah sudah menjadi life style, seperti mobil yang bisa juga diiklankan, agar PSK mau dites HIV. Tidak usah takut dan tidak menakutkan.
Agus dari Diskes Badung mencoba berbagi cerita. Dulu ia pernah bertugas di KPA Atambua selama 7 tahun. “Dana untuk program penanggulangan HIV/AIDS memang tergantung dari pejabatnya. Kebetulan pejabat yang memimpin adalah dokter, banyak program bagus digelontorkan dengan dana yang cukup. Ganti pejabat, program mandeg karena pemimpinnya tidak konsen untuk masalah itu. Begitu juga kalau ada keluarga pejabat yang terkena HIV/AIDS banyak dana digelontorkan untuk mengatasi masalah HIV/AIDS itu,” katanya.
Ironisnya, masyarakat bangga di daerahnya tidak ada lokalisasi atau kafe. Namun, justru mereka malah menjadi pelanggan dan mau datang ke lokalisasi walaupun tempatnya sangat jauh.
Menurut Elizabeth, memang sulit mendapatkan bantuan dana untuk masalah HIV/AIDS. Mencari dana dengan program ibu hamil, bayi atau anak-anak, lebih mudah dibandingkan untuk kasus HIV/AIDS.
Ia menilai, sistem otonomi daerah di Indonesia menimbulkan dua sisi yang berbeda. Keuntungannya, ada dana dari APBD. Namun, kelemahannya, jika pemimpinnya tidak tertarik, usaha penanggulangannya akan mogok. Menurutnya, memang tak bisa mengarahkan prilaku tiap orang.
Untuk itu, pemerintah, polisi, dan germo perlu bekerja sama. Satu contoh dibeberkan Elizabeth dalam penanggulangan HIV/AIDS di Thailand. Salah satu upaya pencegahan dengan penggunaan kondom 100% di kelompok berisiko, bisa meniru model yang diterapkan di Thailand. Pemilik rumah bordir atau germo di Thailand diberi peringatan, agar seluruh PSK-nya tidak boleh terinfeksi HIV. Tiap dua minggu dilakukan tes. Jika ada tiga perempuan yang terkena virus HIV dalam satu bulan, rumah bordir itu harus ditutup. Program ini program nasional. Semua rumah bordir terkena aturan ini. Ancaman tersebut, membuat takut si pemilik rumah bordir maupun germonya. Mereka berusaha menjaga agar semua PSK-nya tidak ada yang terkena HIV. Akhirnya, terjadi negoisasi penggunaan kondom antara pelanggan dan para germo.
Salah seorang aktivis HIV/AIDS yang turut hadir di diskusi mengatakan, tidak semua PSK bisa diatur. Satu kisah diungkapkannya ketika ikut pendampingan ke salah satu lokalisasi tahun 1999. Seorang PSK malah berani berbohong, dengan memasukkan air cucian beras ke dalam kondom saat diperiksa.
Ketut Sukerata mempertanyakan, slogan untuk mengampanyekan penggunaan kondom 100% apa mudah untuk diterapkan. Menurut Elizabeth, kampanye penggunaan kondom 100% maksudnya diterapkan pada kelompok berisiko seperti di lokalisasi, kelompok waria dan gay. Bukan di sekolah atau di masyarakat.
Ari Murti, salah seorang anggota Rotary Club Nusa Dua ikut berbagi pengalaman. Dalam kegiatan sosialnya, ia mengajak para PSK di Nusa Dua untuk mengikuti spiritual healing. Tiap bulan mereka datang untuk mengikuti kegiatan tersebut. Setelah mengikuti spiritual healing beberapa bulan, beberapa PSK sadar menularkan virus HIV ke orang lain merupakan dosa. Mereka takut akibatnya nanti setelah meninggal. Sebanyak 25 orang akhirnya memutuskan untuk berhenti menjadi PSK. Ada juga beberapa PSK, setelah mengikuti spiritual healing berusaha memaksa pelanggannya agar mau memakai kondom.
Menurut Christian dari Gaya Dewata, beberapa data menunjukkan kasus terus meningkat. Namun, belum ada tindakan atau upaya pemerintah untuk mengimbangi dengan jumlah layanan kesehatan. Apalagi khusus bagi kaum gay dan waria, mereka kesulitan melakukan pemeriksaan. Puskesmas belum mencakupi keperluan mereka. Akhirnya mereka terpaksa tidak berobat.
Prof. D.N. Wirawan, M.P.H., mengatakan, khusus para waria dan gay, kini dapat menikmati layanan kesehatan di Bali Medika. Mereka tidak perlu bingung harus kemana melakukan pemeriksaan, karena sudah ada Bali Medika. “Awal buka mulai bulan September 2011 baru melayani IMS. Ke depannya diharapkan bisa melayani semuanya. Kami juga sedang mencari bantuan sponsor untuk melengkapi peralatan kesehatan untuk menunjang semua layanan. Pelayanan Senin sampai Sabtu,” ujarnya.
Menurut Elizabeth, jumlah orang yang mengidap HIV/AIDS terus meningkat. Alasannya, karena pengobatan di tingkat global termasuk Indonesia sudah efektif dengan mendapatkan obat gratis. Otomatis jumlah orang yang hidup dengan HIV meningkat karena mereka tidak meninggal. Namun, program pencegahan tidak seefektif pengobatan. Dalam program pencegahan tidak berjalan optimal. Kelompok berisiko tinggi seperti perempuan, laki-laki, dan gay yang suka berganti banyak pasangan, dan pengguna narkoba suntik paling banyak tertular HIV di Indonesia. Peningkatan terjadi pada gay. Penelitian tahun 2002 menunjukkan hanya 3% gay di Jakarta mengidap HIV. Sekarang sudah berkembang menjadi 18%.
Berdasarkan penelitiannya, penjara merupakan pabrik HIV/AIDS. Alasannya, seks antara sesama napi laki-laki dan narkoba cukup gampang masuk di penjara. Untungnya sekarang sudah ada dua klinik untuk para gay dan waria. Satu di Jakarta dan satu di Bali. Namun, kata Elizabeth, dua klinik tersebut belum cukup untuk menangani semua kebutuhan dibandingkan dengan jumlah kenaikan pengidap HIV bagi kelompok gay dan waria. –ast

Edisi 666


Nikmati Lezatnya Sate Kakul


Mau rapat penting di tempat yang tidak biasa? Cobalah datang ke Bale Timbang. Namun, kalau Anda sedang terburu-buru, sebaiknya tunda dulu. Anda akan kecewa karena tak cukup waktu menikmati kebun alam sembari menikmati lezatnya kuliner khas Bali yang hanya tersaji di Bale Timbang, Jalan Trenggana Penatih Denpasar ini. Ada sate kakul, lawar biu batu, lindung suna cekoh atau lindung sere lemo, urab paku, gurame menyatnyat. Minuman segar organik daluman dan rujak tibah spesial melengkapi hidangan yang akan membuat Anda betah berlama-lama duduk sambil memandang pepohonan langka yang tumbuh mengelilingi Bale Timbang. Ada pohon gatep, Badung, sentul, boni, juwet, bekul, kepundung, langsat, jerungga, tibah, tenggulun, dan masih banyak lagi, sekitar 60 jenis tanaman tumbuh subur di sana.

Menurut Manajer Bale Timbang, Ida Bagus Dalem Setiarsa, Bale Timbang dalam bahasa Bali berarti tempat untuk bertimbang rasa, sehingga tempat ini sangat cocok untuk dijadikan tempat merenung maupun tempat berdiskusi. Dengan luas 30 are, hanya 10% dimanfaatkan untuk bangunan, sisanya 90% kebun alam. Beberapa bale mengitari Bale Timbang. Tiang bale berasal dari kayu kecemcem yang daunnya bisa digunakan untuk loloh dan pelengkap bumbu masakan laut. Halaman yang luas dapat dimanfaatkan anak-anak untuk bermain. Apalagi, satu sarana olahraga panjat tali disiapkan untuk melatih saraf motorik anak-anak. Harapan ke depan, Bale Timbang dapat dijadikan salah satu destinasi wisata alternatif. ”Anak-anak tidak hanya tahu mal, tapi juga mereka tahu masakan Bali dan mengenal tanaman khas Bali peninggalan leluhur,” ujar Ida Bagus Dalem Setiarsa.

Menjelang petang, keindahan sunset makin melengkapi susana eksotik Bale Timbang. Kalau sedang pembibitan pohon, pengunjung yang datang akan mendapatkan bibit labu dan pohon pinang secara gratis. Bale Timbang cocok untuk rapat, arisan, gathering, dan pesta ulang tahun.

Masakan khas Bali yang disajikan, dibuat berdasarkan resep asli para leluhur yang disadur berdasarkan lontar. Masakan diracik para koki yang sudah piawai membuat makanan khas Bali. Paket sate kakul terdiri dari nasi liwet beraroma pandan yang dibungkus daun pisang, sate kakul yang disajikan di atas pemanggangan tembikar, dilengkapi ares biu batu dan kakul, serta lawar biu batu. Paket-paket makanan yang ditawarkan, namanya disesuaikan dengan nama buah khas Bali, seperti paket sentul manis, paket juwet, paket kencarum. Selain makanan tradisional Bali unggulan Bale Timbang, Anda bisa juga memesan menu makanan Indonesia dan makanan penutup. Sekali datang, Anda pasti kembali lagi kangen menikmati semua sensasi yang ditawarkan Bale Timbang. Tidak percaya, silakan coba. Dijamin Anda akan ketagihan. -ast

Jumat, 21 Oktober 2011

Bali Menuju Pencapaian MDGs


KEPALA Litbang Bappeda Bali Dra. Wayan Trisningsih M. Si. mengungkapkan, Millenium Development Goals ( MDGs) merupakan komitmen untuk mempercepat pembangunan manusia dan pemberantasan kemiskinan. MDGs terdiri atas delapan tujuan utama; memberantas kemiskinan dan kelaparan ekstrem, mewujudkan pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian, meningkatkan kesehatan ibu hamil, memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, memastikan kelestarian lingkungan, dan mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Target tujuan MDGs ini diharapkan tercapai tahun 2015, sejak dideklarasikan tahun 2000 oleh pemimpin dunia di New York, AS.
Ia memaparkan, bagaimana kondisi Bali dalam pencapaian MDGs tahun 2015. Tujuan MDGs nomor 1-6 merupakan domainnya perempuan. Program sudah disusun berdasarkan rencana aksi daerah dalam rencana pembangunan jangka menengah.
Pembangunan milenium Prov. Bali dalam memberantas kemiskinan dan kelaparan ekstrem dilakukan dengan berbagai program, di antaranya, pembinaan upaya kesehatan dengan JKBM, program kependudukan dan KB, beasiswa untuk siswa SD, SMP, SMA. Program wajib belajar 12 tahun digiatkan. Contohnya, ada sekolah satu atap, SD dan SMP. SMK mulai digalakkan, dan bagi siswa yang tidak mampu sudah disiapkan beasiswa di beberapa SMK diantaranya SMK Bali Mandara. Beasiswa mahasiswa miskin pada fakultas langka peminat. Program rehabilitasi sosial seperti pelayanan lansia di Panti Wana Seraya Denpasar dan Panti Jara Mara Pati Singaraja dan pelayanan penyandang cacat, program perlindungan dan jaminan sosial kepada korban bencana alam dan bencana sosial, program bantuan bedah rumah, dan bantuan modal usaha KK miskin, pelaksanaan bursa kerja, fasilitas PNPM mandiri perdesaan, penyediaan proyek air bersih, simantri, pengembangan industri kecil dan menengah. Selain itu, ada juga perbaikan gizi masyarakat, pemberdayaan posyandu, dan peningkatan ketahanan pangan.
Ia mengatakan, Bali menduduki posisi nomor dua setelah DKI Jakarta dalam persentase kemiskinan. Persentase kemiskinan tahun 2009: 5,13%, tahun 2010: 4,88%, dan tahun 2011 diharapkan mampu 3,95%. – ast.

Cegah Eksodus Anak-anak ke Kota
Bukan hanya dengan Program Beasiswa

KONSULTAN gender Dra. Sita Thamar Van Bemmelen, M.A. mngatakan, berbicara kemiskinan dan kelaparan, sebaiknya kita menengok ke desa terpencil. Penelitian pernah dilakukannya bersama Luh Arjani dari Pusat Studi Wanita Unud, di Desa Baturinggit, Kubu, Karangasem. Hal itu ditegaskan di depan peserta Pelatihan Gender dan MDGs (Millenium Development Goals) di Kantor LSM Bali Sruti Denpasar, 8-9/10.

Masalah mereka, kata Sita, minat untuk sekolah tidak ada. “Anak-anak di sana melihat teman-temannya bekerja ke kota mendapatkan uang banyak, bisa beli baju dan ponsel dan saat hari raya bawakan orangtua mereka di kampung uang dan oleh-oleh. Hal ini sangat menarik minat mereka untuk ikut datang ke kota mencari pekerjaan. Para orangtua mereka juga tidak bisa mengarahkannya karena kehidupan mereka miskin tidak ada solusi lain yang dilakukan kecuali menyetujui anak mereka menjadi urban bekerja ke kota. Walaupun pemerintah memberikan beasiswa, itu tidak akan menyelesaikan masalah,” ujarnya.
Seharusnya, kata Sita, ada kebijakan pemerintah untuk mencegah eksodus anak-anak di bawah umur bekerja sebagai pembantu rumah tangga ke kota. “Ada suatu aturan yang melarang anak-anak usia di bawah 15 tahun bekerja. Ada juga sanksi kepada orangtuanya dan si penerima pembantu,” ujarnya. Kalau tidak, kata Sita, apa mungkin program MDGs bisa tercapai. “Bagaimana mau sekolah, makan saja susah,” katanya.

Sita mengungkapkan, saat penelitian ia bertemu seorang guru SD di Baturinggit yang atas inisiatif sendiri mendirikan SD dan SMP satu atap dengan harapan lebih mudah bagi siswa untuk melanjutkan pendidikannya. Sita sangat menyayangkan, tidak dibukanya SMK pertanian di sana. Hanya ada satu SMK jurusan pariwisata. Padahal, kata dia, daerah pariwisata hanya ada di Tulamben dan Amed. “Di sana daerahnya kering hanya tanaman tertentu yang cocok. Seharusnya, pemerintah membuka SMK pertanian yang mengajarkan pembudidayaan tanaman tertentu yang bisa menghasilkan untuk menopang kehidupan mereka,” paparnya. Berdasarkan data yang diberikan kepala sekolah di Desa Baturnggit, tahun 2006-2007 dari 38 siswa SD yang lulus, hanya 18 orang yang melanjutkan ke SMP. Dari jumlah itu hanya dua perempuan.
Ia menilai, program beasiswa untuk anak yang kurang mampu, bukanlah solusi, apalagi untuk mencapai target MDGs. Wajib belajar 9 tahun mungkin bisa berhasil di beberapa bagian wilayah di Bali tertentu saja.
Ia mengharapkan, pemerintah memiliki basic plan. “Bukan tahun ini program begini, tahun depan program begitu, tanpa ada kelangsungan dan kesinambungan program. Apalagi tidak punya data yang valid,” kata Sita. Ia sempat berkunjung ke salah satu LSM yang bergerak di bidang pendidikan. Ironisnya, yang ikut kegiatan belajar kejar paket C adalah para calon legislator.

Problem Ketiadaan Data
Pembicara lainnya, Agung Wasono, peneliti di Kemitraan mengatakan, mengungkapkan MDGs memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya, MDGs memberikan panduan yang jelas dan dapat diukur secara sendiri maupun bersama-sama negara lain. Kekurangannya, pendekatan MDGs yang terlalu kuantitatif (numerik), sehingga acapkali abai terhadap kualitatif (problem mapping dan problem solving). Di Indonesia, problem paling utama dalam menghitung pencapaian MDGs adalah ketiadaan data, sehingga acapkali harus memakai indikator pengganti (proxy).
Ia menyebutkan, beberapa kritik terhadap implementasi MDGs di Indonesia; Program-program MDGs tersebar tidak karuan dan tumpang tindih antar-SKPD, alokasi belanja APBD yang sangat minim, untuk pelayanan publik kurang dari 40%, bahkan ada yang hanya 20-10%. Untuk MDGs mungkin hanya 1-5% APBD. Laporan pencapaian MDGs di Indonesia hanya memberikan porsi bagi program-program pemerintah. Laporan MDGs di Indonesia disusun dengan pendekatan kuantitatif bukan kualitatif, sehingga sulit menyusun rekomendasi yang pas. Masyarakat sipil menyusun laporan tandingan yang lebih kuantitatif, kelemahannya adalah data yang minim. Kegagalan MDGs sering menjadi alat untuk meminta utang baru oleh pemerintah.
Menurut Agus, menyiapkan data yang komprehensif (baik kuantitatif maupun kualitatif 5W+1H), mengetahui problem utama kegagalan pencapaian MDGs secara terperinci tiap target atau indikatornya, menyusun alokasi program dan anggaran yang tepat wilayah dan sasaran, melakukan evaluasi secara partisipatif, advokasi terhadap MDGs harus tetap berlanjut sampai setelah 2015.

Perlu Pencalonan Mandiri
Prof. Dr. Tjok Istri Putra Astiti, S.H. M.S. menyebutkan bentuk ketidakadilan gender yakni diskriminasi, subordinasi, eksploitasi, beban kerja yang berat, marginalisasi, ketidakadilan, ketimpangan, isu kekerasan (fisik, psikologis, seksual, dan ekonomi).
Ia mengungkapkan, angka buta huruf perempun lebih tinggi. Angka partisipasi sekolah dan tamatan SMP ke atas serta usia sekolah, lebih banyak laki-laki. Contoh, sebuah keluarga yang secara ekonomis pas-pasan memiliki dua anak, laki-laki dan perempuan. Si adik rela berhenti sekolah agar si kakak yang laki-laki bisa meneruskan sampai kuliah. Dalam bidang ketenagakerjaan, upah laki-laki lebih tinggi, persyaratan kerja menguntungkan laki-laki. Contoh, yang diterima bekerja dengan syarat belum menikah. Setelah bekerja, selama bekerja beberapa tahun tidak boleh hamil. Bagaimana meningkatkan jumlah perempuan sebagai pembuat keputusan politik? Ketua LSM Bali Sruti Dr. Ir. Luh Riniti Rahayu, M.Si., berpendapat, pahami pentingnya keterwakilan perempuan dalam lembaga politik dan mendukung upaya meningkatkan jumlah perempuan yang duduk dalam memengaruhi proses pembuatan keputusan politik. Ia mendesak parpol agar mencantumkan kualifikasi/syarat menjadi caleg secara terbuka dan adil gender. Menetapkan minimal 30% perempuan sebagai calon anggota pengurus parpol, mendesak pemerintah agar menetapkan UU Pemilu membolehkan pencalonan mandiri sebab ini memberi kesempatan yang lebih besar bagi perempuan untuk mencalonkan diri. Selain itu, sosialisasikan pentingnya keterwakilan perempuan dalam pembuatan keputusan politik kepada media, lingkungan masyarakat dan keluarga. Mendorong perempuan untuk berani mengisi jabatan strategis pembuat keputusan. Mendesak parpol dan lembaga lainnya untuk mendukung dan menerapkan peningkatan jumlah perempuan dalam lembaga politik. Buat jaringan kerja sama antara kelompok perempuan baik di lokal, nasional, dan internasional. Pilih kandidat perempuan dalam pemilu mendatang untuk mewujudkan keterwakilan perempuan dalam politik.
Sebanyak 20 perempuan mengikuti pelatihan Gender dan MDGs di Kantor Bali Sruti tersebut. Sebagian besar peserta anggota Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/kota se-Bali.
Narasumber; Prof. Dr. Tjok Istri Putra Astiti, S.H. M.S. (Pakar Gender Unud), dan Drs Wayan Trisningsih, M.Si (Kepala Litbang Bappeda Prov. Bali). Fasilitator; Ir. Anny Partiwi, M.Pd (Widyaiswara Badan Diklat Pemprov. Bali), dan Dra. Sita Thamar van Bemmelen, M.A. (konsultan gender). -ast

Senin, 17 Oktober 2011

Bersepeda Kurangi Risiko Jantung Koroner

Bersepeda menjadi olahraga yang sedang tren akhir-akhir ini. Olahraga ini melibatkan berbagai usia dari berbagai kalangan masyarakat. Hal ini menunjukkan adanya kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan kesadaran untuk menghabiskan waktu luang dengan berolahraga.
Menurut Dosen Fisiologi Olahraga FK Unud dr. I Putu Adiartha Griadhi, bersepeda memberikan banyak manfaat bagi tubuh, bila dilakukan dengan baik dan benar. “Kegiatan bersepeda termasuk ke dalam olahraga erobik, yang melibatkan otot, sistem jantung pembuluh darah dan metabolisme erobik. Gerakan mengayuh sepeda dengan beban tertentu akan melatih otot tungkai hingga otot bokong. Sehingga bila dilakukan dengan beban yang tepat, bersepeda dapat membentuk tungkai bawah dan bokong menjadi lebih atletis,” jelasnya.

Ia mengatakan, gerakan ritmik mengayuh sepeda akan melibatkan kelompok otot-otot besar tubuh. Sehingga, gerakan ini memberikan beban latihan kepada sistem jantung dan pembuluh darah. “Bersepeda akan melatih kemampuan jantung dan pembuluh darah mendistribusikan nutrisi ke setiap bagian tubuh, mengurangi penumpukan lemak dalam pembuluh darah, mengurangi risiko jantung koroner dan stroke,” ujarnya. Selain itu, kata dia, gerakan ritmik mengayuh sepeda juga akan memberikan efek pembakaran terhadap lemak tubuh, lemak digunakan sebagai sumber energi. Pembakaran lemak ini secara langsung memperbaiki komposisi tubuh, mengurangi kadar kolesterol jahat dan membantu menurunkan berat badan dengan pembakaran cadangan lemak.

Menurutnya, bersepeda dapat dianjurkan sebagai olahraga pilihan bagi mereka yang kelebihan berat badan karena termasuk olahraga yang tidak menunjang berat badan (non weight bearing) sehingga aman bagi sendi lutut mereka. “Manfaat bersepeda dapat dirasakan pada anak, dewasa dan usia lanjut. Pada anak dan usia lanjut manfaat utamanya adalah rekreasi. Karena pada anak olahraga terbaik adalah yang menunjang berat badan seperti lompat tali, loncat-loncat yang akan membantu pertumbuhan. Bersepeda pada usia lanjut dapat membantu sosialisasi kelompok yang memang diperlukan pada kelompok usia tersebut,” paparnya lebih jauh.
Ia menyarankan, bersepeda seperti sebaiknya dilakukan pagi hari. Alasan utamanya, keadaan dan kondisi udara yang masih bersih, belum terkontaminasi oleh polusi kendaraan bermotor. “Pada pagi hari, suhu lingkungan juga tidak terlalu tinggi. Hal ini dapat mencegah kelelahan akibat suhu lingkungan yang panas. Kegiatan bersepeda saat siang dan malam akan terbentur pada suhu lingkungan panas, mengakibatkan kelelahan dan adanya risiko keamanan saat bersepeda di malam hari,” ujar dokter Adiartha .

Ia menyarankan, persiapan yang perlu dilakukan sebelum bersepeda antara lain pemilihan sepeda, mengatur posisi mengayuh sepeda yang tepat, dan akhirnya menentukan takaran bersepeda yang sehat. “Ukuran sepeda hendaknya dipilih sesuai dengan kelompok usia.J angan sampai terjadi salah pilih yang berakibat pada cedera dan kecelakaan saat bersepeda. Pilihlah sepeda yang memiliki kelengkapan keamanan seperti penanda reflektif, lampu, bel yang baik. Persiapkan juga pakaian bersepeda yang baik, helm bersepeda. Hindari pakaian berumbai-rumbai. Jangan lupa membawa air minum,” ujarnya memberi saran.
Posisi mengayuh yang tepat perlu dipikirkan untuk menghindari cedera saat bersepeda. Pertama aturlah sadel sepeda sedemikian rupa sehingga saat pedal berada pada posisi terbawah tungkai kita hampir lurus dengan telapak sedikit menjinjit. Hal ini memberikan ruang gerak maksimal bagi tungkai kita. Kedua, aturlah tinggi setang sepeda pada posisi yang ergonomis kira-kira setinggi pusar.Setang sepeda juga harus berada pada jarak jangkauan kita, lengan ketika memegang setang hampir lurus. Posisi ini menghasilkan tubuh yang sedikit membungkuk ke depan yang dapat memberikan latihan tungkai lebih efektif.

Menurutnya, takaran bersepeda yang benar akan memberikan pencapaian manfaat yang maksimal. Lakukanlah gerakan bersepeda secara ritmis, kecepatan mengayuh diusahakan tetap stabil, sedemikian rupa sampai pada beban sedang stabil, sedemikian rupa sampai pada beban latihan sedang. “Kita dapat mengetahuinya dengan cara tes ucap satu bait lagu. Latihan sedang tercapai bila kita hanya mampu menyanyikan satu baris syair dalam satu bait dengan satu kali menarik nafas. Beban ini dianjurkan dapat dipertahankan selama 15 – 20 menit untuk memberikan efek pembakaran lemak tubuh,” jelas tamatan S2 Fisiologi Olahraga FK Unud ini .
Ia menambahkan, lemak tidak akan terbakar bila beban latihan lebih ringan ataupun durasinya lebih singkat. Latihan bersepeda dengan takaran tersebut dianjurkan dilakukan 3 – 4 kali seminggu . –ast

Koran Tokoh, Edisi 665