Minggu, 31 Januari 2010

Sulit Cari Mayat untuk Cadaver

Cadaver adalah jenazah yang digunakan mahasiswa belajar anatomi di Fakultas Kedokteran. Sejak dulu sampai sekarang, cadaver sulit didapatkan. Saat ini, FK Unud mendapatkan cadaver dari RS Sanglah. “Sangat sulit mendapatkan cadaver di Bali. Untuk itu, FK Unud melakukan inovasi cara pembelajaran anatomi dengan atlas elektronik yang lengkap dengan tiga dimensinya,” ujar Pembantu Dekan I FK. Unud Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp. OT.M.Kes.

Ia mengatakan, dengan adat dan budaya Bali sulit mendapatkan cadaver di Bali. Untuk itu, atlas elektronik menjadi pilihan lainnya. Dengan warna sesuai dengan organ asli manusia yang utuh sehingga sangat membantu proses pembalajaran. Selain itu, pembelajaran anatomi manusia juga dilakukan dengan memeriksa temannya sendiri. Misalnya, gerakan lutut, bunyi jantung, dan suara paru. Idealnya, kata Profesor Orthopedi pertama di Bali ini, satu cadaver dipergunakan untuk 10-20 mahasiswa.

Ia mengatakan, sepuluh tahun yang lalu, cadaver didapat dari FK Universitas Airlangga Surabaya dan Universitas Brawijaya Malang. “Kami hanya mengganti biaya penyimpanan dan transportasinya sehingga biayanya sangat tinggi,” kata Prof. Astawa ini. Sekarang ini, FK bekerja sama dengan RS Sanglah untuk mendapatkan cadaver. FK memiliki lima cadaver di bagian laboratorium anatomi. “Idealnya jika cadaver rusak/sudah dipakai harus diganti. Namun, karena kesulitan mendapatkan cadaver maka inovasi pembelajaran menjadi sangat penting,” ujarnya. Ia mengatakan, dengan kurikulum lama kelihatannya FK Unud kekurangan cadaver. Namun, dengan kurikulum berbasis kompetensi dan dengan adanya inovasi pembelajaran, kendala pratikum anatomi kini dapat diatasi. –ast

Cadaver “Guru Besar”
Dokter I Wayan Suarya dari Bagian Anatomi FK Unud mengatakan, jenazah diterima di FK dalam kedaan utuh dan tidak busuk. Sebelum dipakai cadaver, jenazah disuntik dengan campuran obat (zat kimia) kemudian direndam minimal 6 bulan. Setelah itu, baru dipotong atau diiris atau dikuliti sesuai keperluan. “Setelah digunakan sebagai sebagai cadaver, mayat dikremasi di Mumbul Nusa Dua. Kalau ada yang bisa dipakai seperti tulang, bisa dipakai untuk pembelajaran tulang,” ujarnya. Ia mengatakan, saat OSPEK mahasiswa FK sudah dikenalkan cadaver. Tanpa cadaver, para dokter tidak ada artinya. Cadaver adalah “Guru Besar”. –ast

Lebih Serem Film Horor
Mahasiswa FK sudah disiapkan sejak awal agar berani melihat mayat. Saat OSPEK mereka dikenalkan cadaver. Pembelajaran itu bertujuan, agar mahasiswa belajar mengenal guru besarnya dan tidak takut melihat mayat. Putri, mahasiswi FK Unud semester 7 mengatakan sejak pertamakali masuk di FK, sudah diberitahu kakaknya nanti ia akan masuk ke kamar mayat. Jadi harus sudah siap dan tidak takut. Sama halnya dengan penuturan temannya Karta. Ia mengaku tidak takut dengan mayat, karena cadaver adalah sarana untuk belajar menjadi dokter. Justru Putri mengatakan, lebih seram film horor karena terlalu dibuat-buat. “Saya malah lebih takut menonton film horor dibanding melihat mayat sesungguhnya,” ujarnya sambil tertawa.-ast

Tak Ada keluarga, Sebulan Masuk Container
RS Sanglah sudah memunyai prosedur tetap kapan jenazah dapat diserahkan ke pendidikan kedokteran. Syaratnya, jenazah utuh dan tidak terindentifikasi. “Setelah dilakukan identifikasi, kalau dalam jangka waktu tiga bulan belum ada pihak keluarga yang mengakui jenazah tersebut, setelah diumumkan di rumah sakit dan media massa, jenazah bisa diserahkan ke FK Unud,” ujar Kepala Instalasi Kedokteran Forensik RS Sanglah dr. Ida Bagus Putu Alit, SpF., DFM.
Namun, kata Dokter Alit, syaratnya, sesampai di FK, jenazah tidak boleh dipotong dulu, sampai jangka waktu 6 bulan. Menunggu pihak keluarga yang datang. Selama di FK, jenazah diobservasi dan diawetkan.
Kalau sudah lebih dari enam bulan disimpan di FK, tidak ada pihak keluarga yang mengakui, dapat dijadikan cadaver. “Tidak ada batas waktu tertentu untuk pengiriman jenazah sebagai cadaver ke FK Unud, tergantung kebutuhan saja. Saat ini, jumlah cadaver di FK sudah cukup. Walaupun ada jenazah yang tidak terindentifikasi dan utuh, kita akan kremasi di sini,” ujar Ketua tim Terpadu Pelaporan dan Pencatatan Korban Tindak Kekerasan RS Sanglah ini.

Ia mengatakan, penyimpanan jenazah di Instalasi Kedokteran Forensik RS Sanglah berjumlah 16 cooling unit. Selain itu, terdapat dua container yang mampu menampung 80 jenazah. Fungsi container untuk menyimpan jenazah yang tidak dikenal.
“Saat pertamakali jenazah masuk, disimpan di cooling unit sampai ada pihak keluarga yang mengakui. Jika dalam waktu sebulan tidak ada yang mengakui, jenazah dimasukkan ke container. Menunggu kremasi atau dibawa ke FK Unud,” jelas Anggota Jaringan Bioetika Humaniora Kesehatan Indonesia ini.
Ia mengatakan, container juga berfungsi menyimpan jenazah korban massal misalnya korban bom. Kualitas cooling unit dan container sama, dengan suhu -1 s.d. 3 derajat celcius. “Yang membedakan, cooling unit memuat masing-masing satu jenazah jadi lebih bersifat privasi. Sedangkan container dalam satu ruangan memuat banyak jenazah,” ujarnya. Instalasi Forensik RS Sanglah sudah mengusulkan penambahan 12 cooling unit ke Depkes RI tahun 2010 untuk mengantisipasi jenazahnya yang menumpuk.

Indentifikasi Jenazah
Untuk jenazah yang tidak terindentifikasi dilakukan pemeriksaan luar dalam dengan menentukan data-data dari hasil pemeriksaan setelah meninggal. Caranya, indentifikasi primer dan sekunder.
Sidik jari, data gigi, sampel DNA termasuk data primer. Data sekunder meliputi data medis seperti kelainan bawaan termasuk tahi lalat, properti termasuk pakaian dan dokumen yang ada, serta foto.
Dalam mengindetifikasi jenazah, dengan satu data primer saja sudah cukup. Namun, di Indonesia data gigi jarang ada, dan sidik jari biasanya sudah rusak. Profile DNA juga belum ada. Jika data primer tidak ada, dapat menggunakan minimal dua data sekunder. Itu sudah standar Interpol. RS Sanglah menjadi sekretariat Disaster Victim Identification (DVI) Bali untuk korban massal.

Pengawetan Jenazah
Pengawetan jenazah tujuannya untuk mencegah pembusukan. Mekanisme pembusukan disebabkan karena otorisis yakni tubuh memunyai enzim, yang setelah mati dapat merusak tubuh sendiri. Selain itu, pengawetan diperlukan untuk menghambat aktivitas kuman. Cooling unit dan container berfungsi untuk mendinginkan mencegah otorisis dan pertumbuhan kuman.
Cara pengawetan lainnya dengan menyuntikkan zat-zat tertentu untuk membunuh kuman. Pertama, dengan injeksi formalin murni atau metode konvensional. Kedua dengan menggunakan metode noninpasif. Metode ini tidak merusak bagian tubuh. Sedangkan formalin meninggalkan luka dan membuat tubuh menjadi kaku. Metode noninpasif baru dikembangkan di Jepang. Metode ini menggunakan spray gel yang dimasukkan ke mulut, hidung, dan pantat jenazah. Ada juga bentuk bubuk dengan melumuri jenazah. Pilihan lain, jenazah langsung dibungkus dengan kotaknya.

Tamatan Primer Disaster Victim Indentification di Health Science Authoriy Singapore ini mengatakan, keuntungan metode ini tidak merusak jenazah. Baunya harum karena menggunakan aroma terapi. Jenazah seperti orang hidup, tidak kaku dan lembek. Kelemahannya, hanya bisa digunakan kurang dari lima hari. Sedangkan formalin dapat digunakan jangka panjang. –ast

Jemput Mayat ke Surabaya Distop di Ketapang
Susahnya mencari cadaver juga dialami mahasiswa FK Unud zaman dulu. Prof. dr. A.A. Gde Muninjaya, MPH. menceritakan pengalamannya waktu masih kuliah dulu. “Dulu FK Unud mendapatkan cadaver dari FK Universitas Airlangga Surabaya. Kebetulan saya dekat dengan Prof. Elias dari bagian Anatomi. Saya ikut membantu mengambil cadaver ke sana,” ujar Direktur Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan FK Unud ini.
Dengan menyewa truk pick up milik orangtuanya, Muninjaya bersama supir dan kernet berangkat ke Surabaya. Namun, saat akan kembali ke Bali, waktu menyeberang ke Pelabuhan Gilimanuk Bali, di Pelabuhan Ketapang mobilnya distop. Muninjaya mennyerahkan surat-surat pengambilan jenazah dari FK Unud dan Univ. Airlangga. Namun, petugas meminta surat dari kepolisian. Merasa tidak memiliki surat tersebut, Muninjaya langsung mengatakan “Ambil saja mayatnya pak, kalau tidak percaya,” ujarnya sambil tertawa menceritakan kisahnya itu.

Akhirnya, karena tidak mau mendapatkan masalah baru dengan menyita mayat yang dibawa Muninjaya, ia diloloskan pulang ke Bali. “Saya hanya membantu mengambilnya. Uang sewa truknya saya serahkan ke orangtua. Jadi saya bukan bisnis mayat,” kata Muninjaya. Ia melakukan tugas itu hanya dua kali. Ia mengatakan, satu cadaver dipakai sampai bertahun-tahun. Tidak tiap tahun membutuhkan cadaver karena mahasiswa FK hanya 40 orang. “Kami belajar menggunakan tiga meja. Ada yang belajar kepala, badan dan tangan. Sekarang teknologi sudah maju. Bisa pakai digital,” paparnya.

Namun, ia menilai pratikum zaman dulu jauh lebih baik dibanding sekarang. “Dulu dokter muda selalu jadi asisten dokter ahli. Sekarang mana bisa? Dokter spesialisnya banyak, mahasiswanya hanya celengak-celengok,” tambahnya. Ia menilai, dengan memberikan praktik langsung proses belajar menjadi lebih mantap. “Belajar by action. Memberi kesempatan calon dokter praktik langsung di RS pendidikan. Sekarang ini dengan banyaknya mahasiswa FK, kesempatannya makin sedikit.,” ujar Prof. Muninjaya. –ast

6 komentar:

Anonim mengatakan...

Barangkali para dokter dapat mendaftarkan dirinya untuk menjadi cadaver jika ybs meninggal kelak dengan membuat akta notaris agar tidak ada tuntutan hukum. Para dokter berkewajiban memintarkan para penerusnya karena dokterlah yg tahu cadaver diperlukan bagi pendidikan mahasiswa calon dokter.

Saya yg bukan dokter dan jauh dari kehidupan medis (kecuali meneliti teks medis dari sisi penggunaan bahasa) telah membuat akta notaris bahwa jika kelak saya dan suami meninggal, kami wakafkan jasad kami untuk cadaver mhs FK UGM. Kami sadar bahwa dalam suatu masyarakat, profesi yg paling diperlukan adalah guru karena membuat masyarakat pinter, dan dokter yg menjaga kesehatan masyarakat.

Jika ingin membuat dokter menjadi pintar, mengapa tidak mendaftar menjadi cadaver saja?

Pangesti Wiedarti, Ph.D

Athrun mengatakan...

raja tega

Anonim mengatakan...

Saya awalnya mengetik CADAVER di Google, dan mendapatkan artikel bermanfaat ini. Terlebih lagi aku baru tahu kalau yang komentar diatas itu adalah seorang yang sangat tinggi nilai empati dan membantu dunia medis, kaget, haru, kagum membaca komentarnya Ibu Pangesti. Terlebih setelah saya Googling ternyata Niat Almarhum suaminya juga telah dilakukan yakni mendonor mata dan jasadnya ke FK UGM. Terlepas Pro & Kontra. Saya sangat kagum akan kebesaran jiwa sepasang suami-istri ini beserta anaknya yg rela Jasad Ayah/Suami mereka tidak ada Batu Nisannya. Luar Biasa.

Unknown mengatakan...

Bagaimana caranya agar saat masuk ke kamar mayaat itu tidak takut,,,???
Padahal itu untuk praktek...

Unknown mengatakan...

Bagaimana caranya agar saat masuk ke kamar mayaat itu tidak takut,,,???
Padahal itu untuk praktek...

Anonim mengatakan...

Emg kalo meninggal jasad ga ngerasain sakit hahaha ,keputusan yang salah mau jadi cadaver