Selasa, 15 Juni 2010

Gaya Hidup Tak Sehat Picu Diabetes

JUMLAH penderita diabetes melitus (DM) terus meningkat. Tahun 1990-an, pertumbuhan penyakit ini kurang dari 1 %. Sekarang sudah mencapai 7%. Bahkan, di Jakarta dilaporkan pertumbuhannya mencapai 12%. Daerah perkotaan menjadi basis utama penderita penyakit ini. Pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat menjadi penyebabnya. Demikian diungkapkan Ahli Penyakit Dalam Prof. I Nyoman Dwi Sutanegara, M.D. Ia mengungkapkan, meningkatnya penyakit ini berhubungan dengan lokasi. Daerah perkotaan memunyai ciri khas berupa kesibukan masyarakatnya, sehingga gaya hidup sehat mulai ditinggalkan. “Bukan berarti di desa tidak ada penderita penyakit ini, namun prosentasenya rendah; masih berkisar 1%. Orang di desa masih suka ke sawah, lebih banyak makan sayuran, sehingga kasus diabetes lebih sedikit,” kata dokter yang berkonsentrasi menangani penyakit diabetes melitus ini.

Ia mengatakan, faktor lingkungan berperan besar terhadap kejadian diabetes. Ini terbukti dari kondisi fisik orang-orang di perkotaan banyak yang menderita kegemukan.
Para ahli membuktikan kegemukan perut menjadi pemicunya. Kegemukan ini akibat menumpuknya jaringan lemak di sekitar usus. Hal ini, katanya, merusak emodinamik nutrisi tubuh manusia, yang mengakibatkan naiknya kadar gula dan tekanan darah tinggi. “Kalau gula darah sudah melampaui batas tertentu disebut diabetes atau torelansi terganggu yakni fase sebelum disebut diabetes,” jelasnya. Ia menyebutkan, dapat dilihat dari angka gula darah waktu puasa minimal 8 jam dan angka gula darah dua jam setelah makan. “Kalau gula darahnya berkisar 100-120 waktu puasa, itu sudah disebut sebagai gula darah puasa yang terganggu. Kalau dua jam setelah makan gula darahnya 140-200 disebut sudah mengalami gangguan toleransi glokosa (GTG),” paparnya. Guru Besar FK Unud ini menyebutkan, ada dua kondisi yang disebut prediabetes yaitu gula darah terganggu dan gangguan toleransi glukosa. Hal ini akan menimbulkan patologis membuat kepekaan insulin tubuh terganggu. Kondisi ini tidak boleh dibiarkan.

Tidak semua Gemuk
Ia menilai, seharusnya kondisi seperti itu sudah diantisipasi di puskesmas. Jangan sampai terjadi diabetes. “Dalam kondisi prediabetes masih mungkin diperbaiki,” tandasnya. Ia mengharapkan, para dokter, perawat maupun bidan di puskesmas memberi informasi jelas tentang penyakit DM. Seseorang yang mengidap diabetes bisa dilihat dari postur tubuhnya yang gemuk. Berat badan dan tinggi badan yang tidak seimbang, termasuk lingkar pinggangnya. Lingkar pinggang yang bermasalah jika laki-laki di atas 90 cm dan perempuan di atas 85 cm. Namun, tidak semua penderita diabetes kegemukan. Ada empat kasifikasi diabetes yakni tipe satu menimpa anak-anak. Ada juga karena autoimun. Tubuh memiliki antigen yang merusak pabrik pankreas. Begitu terjadi, sel-sel itu cepat mengalami kerusakan. Diabetes ini disebut tipe 1A. Kalau seseorang dengan diabetes pada usia muda, seyogianya diperiksa. Apakah termasuk tipe A atau ideopatik.
Ia mengungkapkan, pernah menerima pasien usia tiga bulan. Bayi itu sesak napas, diobati tidak sembuh-sembuh. Setelah dicek gula darahnya 1000. Ia mengatakan, tidak bisa memprediksikan klasifikasi usia. Namun, biasanya usia di bawah 40 tahun, termasuk tipe 1.

Yang paling banyak diderita masyarakat sekarang ini, kata dia, diabetes tipe dua. Gejala umumnya diawali kegemukan, kemudian gula darahnya berangsur naik. “Kalau gula darahnya tidak diawasi dengan baik, berat badannya akan menurun,” ujarnya. Tipe tiga diabetes akibat gangguan tertentu misalnya salah minum obat atau faktor lain. Tipe keempat diabetes pada orang hamil. Ada riwayat hamil dengan bayi besar. Obat-obatan diabetes bekerjanya melalui pankreas. Ia menjelaskan, diabetes tipe 1 sulit dikendalikan dengan pemberian tablet. Harus suntik insulin seumur hidup. Para ahli sudah menciptakan obat yang bereaksi panjang. Kalau gula darah sangat tinggi, atasi dulu dengan suntikan insulin yang tinggi agar cepat turun. Setelah itu, dilihat berapa kebutuhan insulinnya. “Kalau gula darahnya sangat tinggi, beberapa kali diberi suntikan. Tiap sehabis makan disuntik lagi. Biasanya diberikan tiga kali suntikan. Ditambah suntikan basal. Pola makan harus dikendalikan. Pola makan sedikit sedikit malah sampai 6 kali sehari,” ujarnya.

Penderita diabetes tipe dua, makin lama pankreasnya makin rusak. Pankreas tidak mampu menghasilkan insulin yang memadai. Pada akhirnya sama saja, harus disuntik insulin. Pengobatan diabetes tipe tiga dilihat penyebabnya terlebih dahulu. Diabetes tipe 4, juga diberikan suntikan insulin. Tablet dikhawatirkan mengganggu bayi dalam kandungan, walaupun belum ada penelitian yang membuktikannya. Pemberian insulin tidak ada efek samping, kecuali terlalu banyak dosisnya. Ia mengungkapkan, insulin pertama dihasilkan berasal dari ekstrak pankreas sapi atau yang lain, kemudian dimurnikan. Tetapi, tidak murni 100% masih ada protein hewan tercampur. Ini yang sering menimbulkan alergi. Sekarang ini insulin dibuat dengan rekayasa genetika disebut insulin analog. Murni dibuat dari tumbuhan sel satu dengan teknologi, bebas efek samping.
Ia menyarankan, ketika kadar gula rendah, penderita harus segera makan. Jangan sampai terjadi hipoglisemi. Ini bisa terjadi karena olahraga yang berlebihan, makan sedikit, atau salah suntikan. Hipoglisemi mengakibatkan koma.

Ia menyarankan, kalau sudah merasa tidak enak dan tanda-tanda mau pingsan segera minum teh manis, permen, atau kue manis. Dianjurkan membawa permen saat berolahraga. Gejala terjadinya hipoglisemi, lapar, berkeringat, berdebar, tiba-tiba terasa gelap dan pingsan. Ia menjelaskan, gula darah di bawah 60 termasuk hipoglisemi. Jika mencapai 30 langsung pingsan. Pasiennya harus segera diinfus dan diberi suntikan insulin. Begitu berat badan meningkat, tidak berolahraga, akan terjadi diabetes. Coba dicek kadar gula darah. Kalau sudah berat badan naik, segera turunkan, lakukan olahraga teratur, atur pola makan sehat, lebih banyak mengonsumi sayuran, kurangi daging serta sebarkan makan. Artinya, jangan makan banyak hanya sekali, tetapi seimbang. Kalau itu sudah dilakukan dengan baik, umumnya pasien akan menjadi normal. Walaupun ada juga kasus yang tetap menderita diabetes.

Ia mengatakan, ketika orang yang termasuk tipe dua mengalami stres sering gula darahnya naik. Stres membuat insulin tidak bekerja sempurna lagi. “Ketika ada stres fisik dan psikis muncul stres hormon yang menghambat kerja insulin. Pengobatan menjadi lebih sulit, dibutuhkan insulin lebih banyak. Kalau pankreasnya rusak dan tidak mampu menyerap maka gula darah tetap tinggi,” ujarnya. Ia menyarankan, bagi yang memiliki riwayat diabetes sebaiknya cek setahun sekali. Untuk orang tua dicek tiap enam bulan. Ia memaparkan, diabetes dapat memicu komplikasi pada pembuluh darah otak, ginjal, saraf, kaki tangan. Keluhan penderita diabetes sering kesemutan, atau giginya goyang. Gangguan lain metabolik seperti katarak. “Mekanisme terjadinya sangat kompleks. Kadar gula darah yang tinggi merusak pembuluh darah. Kolesterol dan trigliserida juga meningkat dan merusak pembuluh darah. Diabetes mengakibatkan meningkatnya radikat bebas. Inilah yang menghancurkan tatanan tubuh manusia,” jelasnya. Intinya, gula darah harus turun dan kolesterol harus baik. Banyak obat herbal yang dapat mengatasi radikal bebas seperti sayuran yang dapat menetralisir elektron yang gentayangan di tubuh.

Kalau sudah terjadi gangguan organ tubuh seperti jantung, lalu muncul tambahan obat-obatan lain untuk mengoptimalkan fungsi jantung. Perlu banyak obat seperti obat menurunkan gula, obat untuk radikal bebas, obat untuk organ yang terganggu. Celakanya lagi, kalau ada stroke dan gagal ginjal. Biasanya dokter akan menilai mana yang dominan komplikasinya. Sebaiknya, pada orang tua jangan diberi multifarmasi. Namun, semua penyakit itu membutuhkan obat. Di sinilah dibutuhkan keterampilan dokter dalam memberikan obat pada pasien. Obat harus efisien tetapi hasilnya optimal.

Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pengelolaan diabetes diperlukan sejumlah tes laboratorium yang bermanfaat untuk memantau kondisi individu penderitanya. Serangkaian tes ini juga untuk memantau kepatuhan dalam mengikuti terapi dan melihat risiko komplikasi yang mungkin terjadi. Brand Manager Prodia Bali Anton, E. S.Si, Apt. menjelaskan, glukosa puasa dan glukosa 2 jam setelah makan diperlukan untuk melihat konsentrasi glukosa individu saat diperiksa. HbA1c diperlukan untuk mengetahui konsetrasi rata-rata glukosa selama tiga bulan terakhir guna menilai kepatuhan individu dalam mengikuti regimen terapi diabetes serta berguna untuk manajemen diabetes melitus yang optimal.

Albumin urine kuantitatif, kratinin, dan urine rutin untuk menilai fungsi ginjal karena di kalangan penyandang diabetes banyak komplikasi yang mengarah ke ginjal. Albumin/globulin dan SGPT untuk melihat ada tidaknya gangguan hati. Pemeriksaan kolesterol total, kolesterol LDL direk, kolesterol HDL, dan trigliserida untuk melihat ada tidaknya gangguan lemak yang umum terjadi pada diabetes dan yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner. Dalam kaitan pemeriksaan ini Prof. Dwi Sutanegara mengatakan, untuk memperoleh hasil yang lebih baik perlu dilakukan tes lengkap di laboratorium. Namun, tes yang terpenting cek kadar gula darah waktu puasa dan dua jam setelah makan. –ast

Koran Tokoh, Edisi 595, 7 s.d 13 Juni 2010

1 komentar:

Hidup Sehat mengatakan...

Seberapa besar faktor keturunan mempengaruhi diabetes?