Kamis, 19 Agustus 2010

Desak DPRD Buat Perda

KEKERASAN dalam rumah tangga (KDRT) menjadi isu penting yang diangkat dalam Pelatihan Advokasi bagi perempuan LSM, Parpol, dan Jurnalis, Minggu (8/8). Peserta pelatihan sepakat membentuk tiga kelompok kerja dalam melakukan advokasi KDRT yakni Pokja Data, Pokja Humas dan Lobi, dan Pokja Strategi. Topik KDRT dipilih karena kasus ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Data Komnas Perempuan menyebutkan, tahun 2007 terjadi 25.522 kasus, tahun 2008 meningkat, 54.425 kasus. Data dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan (P2TP2) Provinsi Bali menyebutkan, 37 kasus tahun 2009, dan meningkat menjadi 51 kasus sampai Agustus 2010. LSM Bali Sruti mencatat 423 kasus kekerasan terhadap perempuan di Bali. Data ini diperoleh dari pihak kepolisian, rumah sakit, LSM, dan lembaga pemerintah. Masing-masing pokja menetapkan tim perumus yang terdiri atas Budhawati, Ussie, Sri Joni, Sri Mudani, Wirati, Ipung, Karthi, dan Rahma. Setelah berdiskusi, tim menghasilkan rumusan untuk advokasi kasus KDRT yang akan segera ditindaklanjuti dalam waktu dekat.

Menurut kajian hukum, sejauh ini belum ditemukan adanya peraturan daerah di Bali yang mengatur KDRT. Warga masyarakat kurang paham dan tidak mengerti jika dirinya mengalami kasus KDRT. Ke mana mereka harus mencari perlindungan. Padahal dari kajian budaya, dalam masyarakat Bali dan masyarakat Indonesia umumnya tingkat kekerabatan dalam rumah tangga masih dikuasai laki-laki yang dianggap sebagai kepala keluarga. Kebijakan dan kedudukan laki-laki menjadi faktor dominan dan perempuan menjadi subordinat. Sedangkan masyarakat masih berpersepsi, KDRT persoalan rumah tangga dan bukan masalah publik. Masyarakat masih menyakralkan laki-laki penguasa dan pemimpin rumah tangga. Segala kebijakan dan peraturan dalam rumah tangga menjadi hak veto laki-laki. Perempuan menjadi objek penderita yang harus menurut aturan laki-laki.

Strategi:
1. Hearing ke DPRD Kabupaten/Kota dan Provinsi Bali untuk usulan pembuatan perda yang mengatur efektivitas dan optimalisasi pelayanan dan penanganan kasus KDRT.
2. Melakukan lobi ke media massa cetak dan elektronik (TV dan radio). Media memiliki peran besar dalam gerakan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Sikap media massa dalam pemilihan dan penekanan isu serta penggunaan bahasa dan tampilan yang sesuai harus diterapkan agar media tidak terus-menerus melanggengkan nilai-nilai ketidakadilan gender yang merugikan perempuan/laki-laki dan membuat suara perempuan makin tak terdengar. Sudah seharusnya media dijadikan sebagai salah satu saluran untuk menyebarluaskan informasi yang lebih mendalam dan mengedukasi pembaca/pemirsa/pendengar mengenai penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Pemberitaan yang tidak menonjolkan sensasi di balik permasalahan perempuan bisa menjadi langkah produktif dalam penyadaran terhadap masyarakat mengenai kekerasan dalam rumah tangga. Media membangun opini demi penguatan terhadap korban. Ada dialog publik tentang KDRT dan testimoni korban.
3. Sosialisasi ke desa/banjar kabupaten/kota se-Bali. Sasaran PHDI: Majelis Desa Pakraman se-Bali, WHDI se-Bali, Forum Kerukunan Umat Beragama dengan unsur-unsur yang terkait yang beraliansi agama, pemuda, dan organisasi perempuan. Sosialisasi UU PKDRT.
4. Dialog terbuka, seminar dan Focus Group Discussion dengan masyarakat umum.
5. Dialog khusus dengan pemerintah. Tujuannya, persiapan anggaran untuk pelaksanaan perda melalui SKPD terkait.
6. Lobi kepada petinggi aparat penegak hukum (polisi, kejaksaan, lembaga pengacara) agar lebih sensitif gender. Peningkatan personel dan tersedianya sarana dan prasarana dalam pelayanan perempuan dan anak di ruang RPK di kepolisian.

Harapan:
1. Adanya penurunan terhadap angka-angka kasus KDRT di Bali.
2. Adanya keadilan yang lebih diberikan kepada korban KDRT.
3. Penanganan dan penegakan hukum yang direalisasikan sesuai degan aturan hukum yang berlaku. Ada proses pendampingan dan pembelaan yang efektif dan memberikan keadilan kepada korban.
4. Aparat penegak hukum lebih sensitif terhadap kasus KDRT.
5. Harmonisnya kehidupan sebuah keluarga karena berkurangnya kasus KDRT.
6. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat bahwa laki-laki dan perempuan mitra dan bukan sebagai atasan dan bawahan.
7. Masyarakat lebih bisa mengakses hotline Rumah Sakit Sanglah di: Psychiatry_denpasar@yahoo.com
8. Sosialisasi dengan memberikan pengetahuan gender dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga yang terkait. -ast

Tips Sukses Advokasi
ADVOKASI merupakan strategi untuk memengaruhi para pengambil keputusan yang menyangkut masyarakat. Tujuan advokasi melakukan suatu perubahan. Untuk merancang advokasi, fasilitator Lanang Aryawan memberikan tips sukses. Menurut Lanang, prinsip yang harus diperhatikan dalam advokasi, realistis. “Advokasi yang berhasil senantiasa bersandar pada isu dan agenda yang spesifik, jelas dan terukur. Pilihlah isu dan agenda yang realistis yang dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu,” ujarnya. Prinsip lainnya, sistematis. Artinya, advokasi adalah seni, namun bukanlah seni lukisan abstrak. Dalam melaksanakan advokasi hendaknya disusun dan direncanakan secara akurat. Kemaslah informasi semenarik mungkin serta libatkan media secara efektif. Ingat, kita tidak mungkin melakukan advokasi sendirian. Oleh karena itu, kata Lanang, prinsip taktis jangan diabaikan. “Bangunlah suatu koalisi dengan pihak lain yang dapat searah dengan pemikiran kita,” jelasnya. Prinsip penting lainnya, strategis. Ia menyatakan, advokasi melibatkan penggunaan kekuasaan. Menurutnya, kita harus bisa memetakan dan mengidentifikasi kekuatan sendiri dan kekuatan lawan atau pihak oposisi secara strategis.

Prinsip berani adalah hal penting. Advokasi harus menyentuh perubahan sosial secara bertahap. Ia menyarankan, jangan tergesa-gesa dalam memandang suatu isu serta tidak perlu menakui-nakuti lawan. Namun, jangan pula sampai menjadi penakut. “Jadikan isu dan strategi yang telah dilakukan sebagai motor penggerak dan tetaplah berpijak pada agenda bersama,” tandasnya.

Strategi Advokasi
Untuk suksesnya advokasi, Lanang Aryawan menyarankan, sebaiknya disusun strategi yang baik dan cermat. Poin penting pertama, memilih isu strategis. Ia berpandangan, isu yang diangkat hendaknya isu penting, hangat dan terkini serta memiliki dampak yang cukup serius terhadap masyarakat. Strategi kedua, mencari fakta dan membangun opini. Lanjutkan dengan merumuskan dan membangun opini terhadap isu yang akan diadvokasikan dengan harapan akan terbentuk suatu komonitas yang mendukung aksi dan gerakan advokasi. Strategi ketiga, memahami sistem kebijakan publik. “Hal ini penting agar jangan sampai pelaksanaan advokasi yang dilakukan berbenturan dengan sistem yang telah dikembangkan pemerintah yang sedang berkuasa,” ujarnya. Poin penting berikutnya, membentuk lingkar inti. Artinya, untuk membuat suatu gerakan advokasi yang terorganisir diperlukan beberapa orang yang berfungsi sebagai koordinator dan motivator sebagai lingkar inti. Orang-orang inilah yang bertugas menyusun strategi, mengorganisir dan mendorong masyarakat untuk terlibat dalam upaya advokasi kasus dan bagaimana cara melakukannya. Strategi berikut, mengumpulkan data dan informasi yang diperoleh langsung dari sumber tempat terjadinya isu atau dari pihak lain sebagai data sekunder. Poin penting lain, mengidentifikasikan pendukung dan penantang. “Tidak dapat dimungkiri, kegiatan advokasi akan memiliki dampak serius bagi sekelompok orang, atau pihak lain. Untuk itu, penting kita ketahui dan petakan, siapa saja orang atau organisasi yang mendukung dan menentang kasi advokasi,” ujarnya.

Strategi lain yang dianjurkan, melakukan analisis data. Tujuan strategi ini agar pelaksanaan advokasi dapat disusun dengan lebih cermat tentang apa, mengapa, siapa, bagaimana, dan di mana harus dilakukan advokasi. Ia juga mengingatkan, dalam merancang pesan harus jelas, mudah dimengerti, tujuannya jelas dan jelas manfaatnya bagi masyarakat. Ia berpandangan, salah satu penyebab advokasi tidak berjalan sesuai rencana karena lemahnya aktivitas awal dalam membangun basis dan keterlibatan masyarakat. Oleh karena itu, penting dipetakan basis masyarakat yang akan mendukung aksi advokasi tersebut. Hal yang juga penting, membangun jejaring. Ia mengatakan, kita tidak dapat sukses melaksanakan kegiatan tanpa dukungan dari pihak lain yang memiliki kompetensi dan kaitan dengan isu yang akan kita advokasi.

Aksi advokasi dapat berjalan lebih efektif jika dikuti kegiatan melakukan tekanan ke berbagi pihak. Misalnya, memengaruhi opini publik dengan tulisan di media massa. “Memengaruhi para pembuat dan pelaksana kebijakan dapat dilakukan melalui pendekatan persuasif yakni dengan mengajak berdiskusi atau secara aktif menginformasikan kepada para pembuat kebijakan arti penting kasus tersebut bagi masyarakat dan pembangunan,” tutur Lanang. Tahapan akhir, melakukan pendampingan terhadap kepentingan warga masyarakat. Contoh, mengajukan gugatan peninjauan kembali terkait kebijakan yang telah digulirkan.
Ia menyatakan, rencana aksi advokasi yang telah ditetapkan perlu dituangkan ke dalam jadwal, termasuk penetapan siapa berbuat apa. Ia menyarankan, gerakan advokasi yang akan dilaksanakan, hendaknya dipublikasikan ke masyarakat agar diketahui secara jelas tujuan dan manfaatnya. Manfaat lain, adanya peluang keterlibatan masyarakat luas yang belum mengetahui maksud dan tujuan, sekaligus memperoleh dukungan media. Tidak dapat dimungkiri, aktivitas dan gerakan advokasi membutuhkan biaya tidak sedikit. Untuk itu, penggalangan dana perlu dilakukan. Keberhasilan tiap strategi advokasi perlu dinilai secara berkala. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk evaluasi, apakah isu yang diadvokasikan masih cukup relevan dan terkait kuat dengan kehidupan amsyarakat luas. Apakah isu telah berkembang lebih lanjut? Apakah sasaran yang dituju masih relevan atau perlu direvisi? Apakah pencapaian target advokasi terwujud? Apakah pesan yang disampaikan masih cukup kuat serta bagaimana dampaknya terhadap masyarakat? Apakah media yang terlibat sebagai rekanan meningkat jumlahnya? – ast

Koran Tokoh, Edisi 605, 15 s.d 21 Agustus 2010

2 komentar:

redy mengatakan...

bagaimanapun juga sehat nomor satu...
patut kita syukuri...

nice info...

Peluang Usaha mengatakan...

memang peraturan tersebut perlu dibuat untuk bisa melindungi