Kamis, 09 Desember 2010

PESONA SERANGAN

Murid 15 Sekolah Jadi Nasabah Bank Sampah
Bakar Sate Gunakan Briket Sampah

SELAMA ini bank dikenal sebagai tempat menabung uang. Namun, bank satu ini sangat berbeda. Namanya Bank Sampah. Murid dari 15 sekolah di Denpasar menjadi nasabahnya. Siswa datang bukan untuk menabung uang, tetapi mereka menjual sampah dan dibayar dengan buku tabungan. Siswa bisa menarik uang tabungannya kapan saja mereka mau. Ide kreatif beberapa orang pemerhati lingkungan ini ikut memeriahkan Pesona Serangan yang berkangsung di depan areal Pura Sakenan, Kelurahan Serangan, Denpasar Selatan, 26 – 28 November.
Ketut Suarnaya, salah seorang staf Bank Sampah mengungkapkan, idenya terbentuk sebagai rasa keprihatinan beberapa orang yang sangat peduli terhadap lingkungan. ”Kami ingin sedari dini anak-anak diajari mencintai lingkungan dan menjaga kebersihan, selain bisa menghargai uang,” ujarnya. Atas dasar kepedulian untuk menjadikan Denpasar bersih dari sampah, mereka sepakat 26 September 2010 membentuk Bank Sampah Cahaya Partha Jaya. Ia menuturkan, nasabahnya sudah berjumlah ratusan, dari anak TK sampai remaja. Sampah-sampah yang dibeli, kemudian diolah menjadi produk kerajinan yang sangat kreatif dan inovatif. Tak tampak sedikit pun barang kerajinan itu berasal dari sampah yang kotor. Dengan cat warna warni, berbagai vas bunga bisa dihasilkan dari botol mineral dan soft drink. Ia berharap, makin banyak anak-anak yang peduli terhadap sampah dan menjadikan sampah barang berharga.
Beberapa sekolah yang berbasis lingkungan seperti SMAN 5 Denpasar, SMAN 6 Denpasar, SMKN 2 Denpasar, dan SMPN 4 Denpasar, ikut berpartisipasi dalam Pesona Serangan. Mereka memajang hasil olahan sampah menjadi barang yang berharga dan menghasilkan uang, mulai dari kompos, aksesori, tas, buku, alat tulis, vas bunga. Beberapa siswa memadati stan Bank Sampah. Mereka ingin berbagi pengalaman untuk dapat lebih menghasilkan karya terbaik dari olahan sampah.


Briket dari Sampah

Ide kreatif juga datang dari salah seorang warga asli Serangan. Giri Parwata, pengelola Depo Restu Bumi di Serangan, yang berprofesi sebagai pengusaha dan pemerhati lngkungan sedang menggagas pembuatan briket dari sampah organik.
Alit Darmayuda kini meneruskan usaha itu karena kakaknya, Giri, sedang sakit. Menurut Alit, sangat sulit mengajak warga Serangan untuk tertarik mengelola sampah menjadi barang berharga, apalagi menghasilkan uang. ”Untuk mengajak mereka rapat saja sulit. Bahkan, dengan uang pancingan Rp 25.000 untuk datang rapat, mereka tidak tertarik. Tujuan kami hanya satu, ingin membebaskan Serangan dari sampah,” ujar lelaki yang berprofesi sebagai pengusaha ini.
Ia menuturkan, dari modal sendiri, Giri mengajak tiga pemulung untuk ikut membantunya membuat briket. Dengan berbagai pengujian bahkan sampai lima kali, akhirnya usahanya tidak sia-sia. Setelah mampu mengolah sampah organik menjadi briket ia berikan kepada masyarakat secara cuma-cuma. Hal ini dilakukannya untuk mengetuk hati warga Serangan agar mereka tertarik untuk bergabung.
Namun, usaha Giri dan adiknya memerlukan perjuangan berat. Sampai sekarang, setelah usaha ini berjalan setahun, belum ada perhatian apa pun dari masyarakat Serangan. Namun, Alit mengaku tidak patah semangat.
Alit mengatakan, pembuatan briket sangat mudah. Namun, hambatan selama ini karena ia menggunakan alat manual. Semua dilakukan dengan tangan bukan mesin. ”Kami kekurangan modal untuk membeli mesin. Tetapi, kami tetap berjalan pelan-pelan sesuai kemampuan,” kata Alit.

Selain pembuatan briket, sampah organik juga dibuat pupuk cair. Daun-daunan dan sampah canang dikumpulkan kemudian dimasukkan ke dalam drum. Lubangi drum bagian bawah untuk tempat kran. Isi serutan kayu paling atas. Tambahkan air dan biarkan seminggu. Setelah tercium bau fermentasi, lewat lubang kecil di bawah drum, pupuk sudah bisa dihasilkan. Pupuk cair ini dapat diolah menjadi briket. Caranya, ampas pupuk cair dijemur sampai kering. Kemudian dibakar setengah matang. Kemudian dengan mesin penggilingan, ampas diayak. Hasil ayakan dicampur lem, kemudian dicetak. Proses terakhir penjemuran. Briket siap digunakan. Menurut Alit, nyala briket ini sangat bagus untuk pembakaran. Memang ia mengakui api berwarna merah tidak seperti nyala briket batubara yang berwarna biru. Namun, kata dia, briket ini asapnya sedikit. ”Kami sudah mencoba briket ini untuk membakar ikan atau sate dengan panggangan karena kompor khusus briket kami tidak punya. Tetapi, rencana ke depan, kami juga akan mengusahakan pembuatan kompornya,” ujar Alit. –ast


Koran Tokoh, Edisi 621, 5-11 Desember 2010

3 komentar:

Shudai Ajlani mengatakan...

kunjungan perdana :)
izin follow yaaa, ditunggu follow backnya

CÜpú kisяÜh mengatakan...

wahh..
ide nya siswa2 sekarang sangat cemerlang ya mbak :)
memanfaatkan sampah sebagai sumber energi ^_^
apalagi klo di bikin Briket.
kalah tuh bisa saingan nie sama tabung gas elpiji 3 kilogram :D

redy mengatakan...

wah manteb nih..teknologi tepat guna...sukses,,,salam kenal