SERING terjadi, orang membeli obat yang dijual bebas di pasaran. Bagaimana efek obat-obatan untuk pengobatan penyakit tertentu yang harus diminum seumur hidup (long life treatment)? “Pada prinsipnya, semua obat memunyai efek samping. Sepanjang dalam pengawasan ahlinya, efek samping dapat diminimalkan atau diabaikan,” ujar Ahli Penyakit Dalam Prof. Nyoman Dwi Sutanegara, M.D.
Namun, kata Guru Besar FK Unud ini, banyak informasi yang harus diluruskan. Selama ini, jika sakit, orang begitu mudah membeli obat di pasaran. Sakit kepala atau pusing, misalnya. Ia menyatakan, sebagian besar obat pusing memunyai efek samping terhadap lambung. Celakanya, kata Prof. Dwi, karena begitu mudah didapat dan ampuh menghilangkan pusing, obat seperti itu seperti pisang goreng. “Semaunya minum obat. Besok pusing lagi, minum obat lagi. Begitu seterusnya,” ujarnya.
Padahal obat ini bersifat asam. Begitu obat diminum, memengaruhi lapisan dalam lambung. “Kalau hanya diminum sekali atau dua kali tubuh mungkin dapat mengantisipasinya. Kondisi asam dinetralisir. Kalau terlalu sering minum obat pusing dapat mengakibatkan muntah darah, luka di lambung atau maag,” jelasnya.
Selain sifatnya asam, obat tersebut juga dapat mengganggu ginjal. Obat-obatan golongan NSAID (non steroid anti inflamatory drug) selain berpengaruh pada lambung juga pada ginjal. Obat jenis ini memang ampuh mengobati pusing dan rematik.Prinsip kedokteran adalah mengobati akar penyebabnya, bukan gejalanya. “Bisa saja pusing karena kurang makan, kurang tidur, stres, tekanan darah tinggi atau penyebab lainnya. Penyebab inilah yang harus diobati. Bukan langsung minum obat sebarangan,” tambahnya.
Dua Minggu Bereaksi
Ada kasus ditemuinya Prof. Dwi.. Salah seorang pasien datang dengan muka bengkak. Setelah ditelusuri, pasien ternyata membeli obat sebarangan. Ia meminum obat yang mengandung golongan steroid, yakni hormon yang tidak boleh dikonsumsi terus-menerus. Obat golongan ini dapat menyebabkan gangguan pada kelenjar adrenal. Akibatnya, terjadi cushing deases yakni bengkak di wajah atau tekanan darah meningkat, dan gangguan di ginjal. Ia mengatakan, efek samping obat golongan steroid jika diminum dua minggu berturur-turut, langsung bereaksi. Akibatnya bisa fatal bahkan menyebabkan kematian.
Ia menyarankan jangan sebarangan minum obat. Ketika ada keluhan, konsultasikan ke dokter.
Uji Klinis Obat
Bagaimana dengan pasien yang mengalami penyakit tertentu yang diharuskan minum obat seumur hidup?
Prof. Dwi mengatakan, walaupun pada prinsipnya semua obat memunyai efek samping, untuk pengobatan long life treatment sudah direkomendasikan para ahli, obat tersebut aman, dan efek sampingnya dapat diabaikan. Artinya, dapat dikonsumsi seumur hidup dengan pengawasan dokter.
Ia menegaskan, obat-obatan yang direkomendasikan para ahli yang telah disepakati sudah melalui uji klinik yang mendapat persetujuan dari badan dunia FDA (food and drug administration). Kalau di Indonesia namanya Badan POM.
“Kalau sudah ada rekomendasi dari FDA, seyogianya obat-obatan yang masuk ke Indonesia, harus dikaji Badan POM. Tetapi, saya lihat belum jalan. Balai POM sering menyerahkan ke institusi, misalnya ke Unud ada tim yang mengkaji,” ungkapnya. Tujuannya, kata Prof. Dwi, untuk keselamatan pasien. Apa manfaat dan kerugian obat tersebut untuk pengobatan jangka panjang. Kalau manfaat yang didapat lebih sedikit dari kerugian yang ditimbulkan, obat-obatan tersebut harus ditarik dari pasaran.
Ia memaparkan, untuk pengujian obat ada beberapa fase yang dilalui yakni fase pertama, obat tersebut digunakan pada orang-orang sehat untuk mengetahui apakah ada kerugian/gangguan yang ditimbulkan. Fase kedua, digunakan pada orang-orang yang sakit. Fase ketiga, lebih luas lagi yakni sudah boleh dipakai mengobati pasien, tetapi masih tetap dalam pengawasan. “Walaupun sudah memasuki fase ketiga, kalau ditemukan masalah, obat tersebut dapat ditarik dari pasaran,” ujarnya.
Ia menambahkan, sebelum fase klinik, dilakukan pemeriksaan praklinik yakni menganalisis apa kandungan/isinya. Namun, untuk saat ini, obat-obatan yang sekarang beredar sudah mendapat persetujuan dari badan kesehatan dunia. Misalnya, obat untuk pengobatan kencing manis. Ada dua jenis obat yakni tablet dan suntikan.
Banyak pasien kencing manis yang mengonsumsi tablet. Jenisnya juga berbeda dengan cara kerja yang berbeda pula. Ada obat tablet yang merangsang pankreas untuk mengeluarkan insulin. Insulin adalah hormon yang bekerja menurunkan gula darah. Ketika pabrik insulin/pancreas sudah tidak bekerja lagi/mati, tablet ini tidak bermanfaat lagi untuk mengantipasi diabetes. Jadi harus diberi suntikan.
Apakah obat diabetes dapat diberikan dalam jangka panjang? Sejauh ini, kata Prof. Dwi, tidak ada masalah, selama dalam pengawasan dokter.
Ia mengungkapkan satu kasus. Makin lama orang menderita diabetes, sel-sel pankreasnya makin rusak. Misalnya, dulunya ada satu juta sel, makin lama berkurang menjadi 100 sel. Keadaan ini tentu tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup. Tablet tidak bermanfaat lagi menurunkan gula darah kecuali dosisnya ditingkatkan. Ada ketentuan dari masing-masing tablet, misalnya, ada tablet yang tidak boleh diberikan melebihi 20 miligram per hari atau 4 miligram per hari. Tergantung jenis obatnya.
Efek samping akan muncul, jika obat diberikan dengan dosis tinggi secara seketika. Prinsip pengobatan diabetes, obat yang diberikan, dimulai dari dosis paling rendah, kemudian dinaikkan pelan-pelan. Sebagian besar obat diabetes yang diberikan para dokter, dosisnya kecil, aman, dan reaksinya lebih cepat. –ast
Koran Tokoh, Edisi 581, 14 s.d 20 Februari 2010
Namun, kata Guru Besar FK Unud ini, banyak informasi yang harus diluruskan. Selama ini, jika sakit, orang begitu mudah membeli obat di pasaran. Sakit kepala atau pusing, misalnya. Ia menyatakan, sebagian besar obat pusing memunyai efek samping terhadap lambung. Celakanya, kata Prof. Dwi, karena begitu mudah didapat dan ampuh menghilangkan pusing, obat seperti itu seperti pisang goreng. “Semaunya minum obat. Besok pusing lagi, minum obat lagi. Begitu seterusnya,” ujarnya.
Padahal obat ini bersifat asam. Begitu obat diminum, memengaruhi lapisan dalam lambung. “Kalau hanya diminum sekali atau dua kali tubuh mungkin dapat mengantisipasinya. Kondisi asam dinetralisir. Kalau terlalu sering minum obat pusing dapat mengakibatkan muntah darah, luka di lambung atau maag,” jelasnya.
Selain sifatnya asam, obat tersebut juga dapat mengganggu ginjal. Obat-obatan golongan NSAID (non steroid anti inflamatory drug) selain berpengaruh pada lambung juga pada ginjal. Obat jenis ini memang ampuh mengobati pusing dan rematik.Prinsip kedokteran adalah mengobati akar penyebabnya, bukan gejalanya. “Bisa saja pusing karena kurang makan, kurang tidur, stres, tekanan darah tinggi atau penyebab lainnya. Penyebab inilah yang harus diobati. Bukan langsung minum obat sebarangan,” tambahnya.
Dua Minggu Bereaksi
Ada kasus ditemuinya Prof. Dwi.. Salah seorang pasien datang dengan muka bengkak. Setelah ditelusuri, pasien ternyata membeli obat sebarangan. Ia meminum obat yang mengandung golongan steroid, yakni hormon yang tidak boleh dikonsumsi terus-menerus. Obat golongan ini dapat menyebabkan gangguan pada kelenjar adrenal. Akibatnya, terjadi cushing deases yakni bengkak di wajah atau tekanan darah meningkat, dan gangguan di ginjal. Ia mengatakan, efek samping obat golongan steroid jika diminum dua minggu berturur-turut, langsung bereaksi. Akibatnya bisa fatal bahkan menyebabkan kematian.
Ia menyarankan jangan sebarangan minum obat. Ketika ada keluhan, konsultasikan ke dokter.
Uji Klinis Obat
Bagaimana dengan pasien yang mengalami penyakit tertentu yang diharuskan minum obat seumur hidup?
Prof. Dwi mengatakan, walaupun pada prinsipnya semua obat memunyai efek samping, untuk pengobatan long life treatment sudah direkomendasikan para ahli, obat tersebut aman, dan efek sampingnya dapat diabaikan. Artinya, dapat dikonsumsi seumur hidup dengan pengawasan dokter.
Ia menegaskan, obat-obatan yang direkomendasikan para ahli yang telah disepakati sudah melalui uji klinik yang mendapat persetujuan dari badan dunia FDA (food and drug administration). Kalau di Indonesia namanya Badan POM.
“Kalau sudah ada rekomendasi dari FDA, seyogianya obat-obatan yang masuk ke Indonesia, harus dikaji Badan POM. Tetapi, saya lihat belum jalan. Balai POM sering menyerahkan ke institusi, misalnya ke Unud ada tim yang mengkaji,” ungkapnya. Tujuannya, kata Prof. Dwi, untuk keselamatan pasien. Apa manfaat dan kerugian obat tersebut untuk pengobatan jangka panjang. Kalau manfaat yang didapat lebih sedikit dari kerugian yang ditimbulkan, obat-obatan tersebut harus ditarik dari pasaran.
Ia memaparkan, untuk pengujian obat ada beberapa fase yang dilalui yakni fase pertama, obat tersebut digunakan pada orang-orang sehat untuk mengetahui apakah ada kerugian/gangguan yang ditimbulkan. Fase kedua, digunakan pada orang-orang yang sakit. Fase ketiga, lebih luas lagi yakni sudah boleh dipakai mengobati pasien, tetapi masih tetap dalam pengawasan. “Walaupun sudah memasuki fase ketiga, kalau ditemukan masalah, obat tersebut dapat ditarik dari pasaran,” ujarnya.
Ia menambahkan, sebelum fase klinik, dilakukan pemeriksaan praklinik yakni menganalisis apa kandungan/isinya. Namun, untuk saat ini, obat-obatan yang sekarang beredar sudah mendapat persetujuan dari badan kesehatan dunia. Misalnya, obat untuk pengobatan kencing manis. Ada dua jenis obat yakni tablet dan suntikan.
Banyak pasien kencing manis yang mengonsumsi tablet. Jenisnya juga berbeda dengan cara kerja yang berbeda pula. Ada obat tablet yang merangsang pankreas untuk mengeluarkan insulin. Insulin adalah hormon yang bekerja menurunkan gula darah. Ketika pabrik insulin/pancreas sudah tidak bekerja lagi/mati, tablet ini tidak bermanfaat lagi untuk mengantipasi diabetes. Jadi harus diberi suntikan.
Apakah obat diabetes dapat diberikan dalam jangka panjang? Sejauh ini, kata Prof. Dwi, tidak ada masalah, selama dalam pengawasan dokter.
Ia mengungkapkan satu kasus. Makin lama orang menderita diabetes, sel-sel pankreasnya makin rusak. Misalnya, dulunya ada satu juta sel, makin lama berkurang menjadi 100 sel. Keadaan ini tentu tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup. Tablet tidak bermanfaat lagi menurunkan gula darah kecuali dosisnya ditingkatkan. Ada ketentuan dari masing-masing tablet, misalnya, ada tablet yang tidak boleh diberikan melebihi 20 miligram per hari atau 4 miligram per hari. Tergantung jenis obatnya.
Efek samping akan muncul, jika obat diberikan dengan dosis tinggi secara seketika. Prinsip pengobatan diabetes, obat yang diberikan, dimulai dari dosis paling rendah, kemudian dinaikkan pelan-pelan. Sebagian besar obat diabetes yang diberikan para dokter, dosisnya kecil, aman, dan reaksinya lebih cepat. –ast
Koran Tokoh, Edisi 581, 14 s.d 20 Februari 2010