Minggu, 11 Juli 2010

Satu Menit Kesal Perlu 6-8 Jam Meredakannya

SAYA sudah menikah tujuh tahun, tetapi belum juga mendapatkan momongan. Setelah dicek ke dokter ahli andrologi dan seksiologi saya sempat termangu mendengar penjelasannya. “Tidak ada sperma”. Kalimat itu begitu mengguncang hati saya. Tidak ada harapan lagi dan saya diminta siap-siap mengadopsi anak. Begitu penuturan Erbe Sentanu, pendiri Teknologi Ikhlas dalam acara akbar Regional Convention (RC) 2010 yang digelar PT Citra Nusa Insan Cemerlang (CNI) dengan tema “Enrich Your Life with CNI”, Minggu (4/7) di Hotel Nikki Denpasar.
Pelopor industri kesadaran dan teknologi spiritual di Indonesia ini melanjutkan kisah hidupnya. “Saya tidak mau menyerah. Saya melakukan perenungan yang dalam. Saya percaya Tuhan Mahabesar dan pasti ada kemukjizatan untuk hidup saya. Saya pasrah dan berserah diri dengan hati lapang. Ketika saya periksa lagi ke dokter, dia kaget karena ada perubahan. Dokter sempat bertanya apakah saya pergi ke dukun. Dokter itu sekarang sudah meninggal, tetapi sejak mukjizat itu datang pada saya, kami menjadi sahabat. Kekuatan Ilahi datang dan mampu menembus apa pun. Beberapa bulan kemudian istri saya mengandung, dan melahirkan dengan selamat. Anak saya sekarang sudah berusia 10 tahun. Dia saya anggap anak ajaib yang sudah mengubah hidup saya. Saya mengalami sendiri proses yang nyata bagaimana kepasrahan telah memberikan mukjizat dalam hidup saya,” ungkap Chief Facilitating Servant Katahati Institute ini.

Pak Nunu, begitu ia akrab disapa, berbagi cerita kisah hidupnya untuk menggambarkan, betapa pentingnya memelihara hati yang ikhlas. “Kesehatan dan kebahagiaan manusia tergantung hati mereka sendiri,” ujar anggota spiritual computing research group dan heartmath institute yang berbasis di Amerika Serikat ini.
Ia mengatakan, tindakan hasil dari pemikiran. Bukan omongan yang kita bicarakan saja, tetapi omongan yang ada dalam hati kita. Contoh, melihat teman membawa mobil bagus Anda langsung berkata “Itu pasti mobil bapaknya.” Dalam hati Anda berkata, “pasti belum lunas”. Melihat rumah teman bagus, langsung Anda berkata “pasti hasil korupsi.” Padahal dalam hati Anda berkata, “Saya juga ingin punya rumah sebagus itu.” Seringkali pikiran-pikiran negatif memengaruhi hati kita. Ketika melihat teman, atau saudara sedang kesusahan, kita sibuk memberikan kesusahan lain dengan pikiran-pikiran negatif.

Ia memberi contoh. Ambil senduk makan. Genggam senduk dengan keras, seperti itu kita memikirkan keinginan kita. Memaksakan hati kita. Bagus seperti keinginan pikiran kita. Padahal, belum tentu baik untuk hati kita. Ada rasa tidak nyaman. Jangan lakukan yang bertentangan dengan hati. Buatlah hati kita plong. Hati seperti tangan terbuka. Hati harus digunakan supaya bekerja, supaya tidak salah paham.
Pak Nunu berpandangan, manusia senang sekali mencari kesusahan. Manusia senang sibuk merawat bencana baru. “Tidak enak kalau tidak stres. Tidak enak kalau tidak sakit. Sengaja mencari kesusahan sendiri.” Contoh, sudah tahu sudah menikah, masih memikirkan mantan pacar waktu SMP. Dulu cintanya tidak kesampaian, siapa tahu sekarang kesampaian.. Sifat manusia suka sekali menyakiti dirinya sendiri. Di rumah sibuk menonton sinetron. Jangan-jangan suami atau istriku seperti itu, rela dipengaruhi sinetron. Padahal, remote control kita yang pegang. Kita bisa pindah chanel dan tidak membiarkan sinetron itu memengaruhi kita.

Satu Menit Kesal
Ia mengatakan, satu menit kesal kita akan menyimpan hormon kekesalan dalam waktu yang lama. Kita membutuhkan 6-8 jam untuk meredakan hormon kekesalan itu. Belum lagi kalau sampai ada kekesalan lain yang datang. Kita akan membutuhkan waktu lebih lama lagi menenangkan hati.
“Gaya hidup idaman merupakan gaya masa depan. Tidak tiap orang memiliki gaya hidup idaman, walaupun semua orang menginginkannya. Bagaimana mencapainya?” ujar Pak Nunu.
Ia menyebutkan, banyak orang sulit membuka hati. Padahal, kata dia, justru yang lebih sulit itu menutup hati. Mengapa kita balikkan? Manusia sering ingin kelihatan lebih menderita dibanding masalah orang lain. Sering mendramatiskan keadaan. Membuat gosip yang lebih canggih seolah-olah kita lebih menderita daripada orang lain. Kita membuktikan masalah kita lebih berat dari orang lain. Bahasa hati memakai rasa. Rasa yang tidak enak jangan dipelihara. Ketika kita melihat sesuatu tanyakan hati kita. Apakah rasanya enak atau tidak? Kalau tidak enak, hati menjadi tidak nyaman mengapa dipertahankan. Pindahkan, jangan dirawat. Ketika sudah tenang, kita bergerak kembali. Negoisasi dengan hati. Kalau sudah tidak positif, segera berdoa, kembalikan hati saya dalam keadaan damai.

Ia mengatakan, menyenangkan hati bukan hal yang mahal. Pagi hari saat baru bangun tidur, lihatlah embun pagi. Gosokkan kaki di embun. Ambil embun taruh di wajah. Bersyukurlah kita bisa menikmatinya. Untuk bias hidup bahagia, bagaimana kita mencari kebahagiaan itu di sekitar kita. “Kebaikan bertebaran di sekeliling Anda, asalkan Anda melihatnya dengan hati yang ikhlas. Rasa bahagia tidak bisa dibeli. Hati kita keras tidak terbatas. Ketika hati kita ikhlas, dia mampu menyelesaikan semua masalah dengan baik. Bisakah Anda bahagia, tanpa memiliki sesuatu yang Anda inginkan?” paparnya. Dalam meraih kesuksesan menjalankan bisnis, kata dia, tetap harus melibatkan hati. Ikhlas dalam melakukannya. Hati yang tenang, penuh rasa syukur, sabar agar kita bisa fokus pada tujuan dan yakin meraih kesuksesan. Gaya hidup idaman, artinya lahir dan batin kita sehat. –ast

Koran Tokoh, Edisi 600, 11 s.d 17 Juli 2010

Tidak ada komentar: