Jumat, 26 Desember 2008

Potret Perempuan Bali

Ketimpangan pendapatan kabupaten/kota di Bali masih terasa. “95% pendapatan masyarakat Bali dari Pariwisata. Namun, banyak terjadi ketimpangan seperti wilayah Karangasem, Klungkung dan Buleleng yang merupakan daerah kantong miskin. “Sudah miskin tentu berdampak pula pada pendidikannya. Kemiskinan identik dengan kebodohan,” kata TIA Kusuma Wardhani, Kadis Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Prov. Bali dalam diskusi terbatas kerjasama Koran Tokoh dengan TP PKK Prov. Bali, Senin (15/12) di Gedung Nari Graha.

Ia memberi contoh Desa Julah Buleleng dengan jumlah penduduk 1121 sebanyak 111 orang buta aksara diantaranya 89 orang perempuan. “Seandainya 89 perempuan ini masing-masing melahirkan dua orang anak maka akan berjumlah 180 orang anak yang terlahir dari ibu yang buta aksara. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupan mereka 15 tahun mendatang,” ujarnya.

Contoh lain daerah Nusa Penida. Daerah kering dan pendidikannya sangat kurang. Malah saat kunjungan dinasnya, masih terdengar perempuan yang melahirkan menggunting tali pusarnya sendiri. Selain itu, untuk mendapatkan air bersih saja mereka sangat kesulitan. “Mereka membeli air 1 m3 harus mengeluarkan uang Rp 53.000. Sementara di Denpasar kita membeli air 1 m3 seharga Rp 700. Sudah miskin uang, harga air juga mahal,” paparnya.

Program kerja tahun 2009 Pemerintah sudah merencanakan pemberian beasiswa pada anak-anak yang kurang mampu. Ia mengatakan, Mendiknas sudah menyampaikan kepada seluruh Gubernur se-Indonesia bahwa SD, SMP Negeri pada tahun 2009 tidak boleh lagi ada pungutan karena sudah dialokasikan dana untuk itu.

Ia memaparkan, Pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk program beasiswa kepada anak-anak di daerah bermasalah yang tamat SMA IPA dari keluarga miskin. Mereka mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan sampai selesai di Akademi Keperawatan dan Kebidanan dibiayai pemerintah dengan bantuan dana 50 juta per orang. “80 orang diberikan beasiswa dengan jumlah dana 4 Milyar. Dengan catatan begitu mereka tamat mereka harus mengabdi ke desanya,”katanya.

Ia menilai, pemberdayaan perempuan belum berjalan dengan baik. Hal ini terlihat pada pendidikan di dalam keluarga. Anak perempuan selalau dinasihati untuk duduk manis. Anak laki-laki boleh main sebebas-bebasnya. Anak laki-laki diajar strategi, secara tidak langsung mereka sudah diajarkan sedari kecil mengalahkan orang lain. Anak perempuan hanya main boneka-bonekan, tidak ada strategi disitu.

Kalau perempuan mau tampil, kata dia, harus benar-benar mukul. Ia menilai, kadang-kadang perempaun diberi tugas selalu tidak dapat melakukan tugasnya dengan baik. Contoh ketika diberi tugas menjadi pembicara di Sulawesi, langsung menjawab “Aduh kok saya Pak.” Sikap itu menggiring kita untuk tidak masuk ke wilayah itu. Padahal, itulah saat pimpinan sedang menilai.

Untuk para caleg perempuan ia hanya berharap mereka total. Maksudnya tidak setengah-setengah. Namun, jangan lupa, harus tetap ada dukungan suami. Memang pekerjaan nomer satu, tapi keluarga lebih yang diutamakan. Jangan dilupakan dukungan dari keluarga dan bagaimana tanggung jawab di rumah.

Menurut TIA, dalam hal pendidikan hal –hal yang mengakibatkan bias gender harus dihindari. Ia menilai, angka putus sekolah justru lebih banyak dialami perempuan. Ini disebabkan karena kultur. Anak laki-laki disebut sebagai penerus keluarga sehingga mareka mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan, beda dengan anak perempuan. Disinilah diperlukan pemahaman konsep gender harus terus menerus.

Pengamat masalah perempuan Ni Ketut Sri Utari, S.H. M.H. menilai, tidak ada diskriminatif terhadap perempuan dalam hukum. Hambatan justru datang dari masalah sosial. Diskriminasi karena budaya. Bagaimana mengikis budaya?

Menurutnya, harus dimulai dari dalam pendidikan keluarga itu sendiri. “Sikap diskriminatif harus dihilangkan,” katanya. Anak perempuan tidak harus selalu duduk manis saja dan anak laki-laki bebas bermain. Partai politik salah satu wadah belajar sosialisasi politik. Perempuan tidak harus alergi, tapi harus aktif menyikapi. Bagaimana perempuan harus mampu, cerdas dan berguna bagi sehingga mampu mengubah persepsi masyarakat. Kalau aktif di politik pekerjaan di rumah dibagi. Perempuan tidak mungkin jadi super women,” ujar Dosen FH. Unud ini.

Luh Anggreni S.H. dari KPAID Bali menilai, ketika sudah banyak perempuan yang duduk di legislative, masalah perempuan dan anak akan banyak bisa digaungkan. Ia berharap semakin banyak perempuan duduk di legislatif akan banyak isu perempuan dan anak yang bisa digulirkan. Ia setuju penghentian diskriminasi memang harus dimulai dari keluarga.

Hal senada juga diungkapkan Nyoman Sri Widhiyanti, S.H., salah seorang aktivis perempuan. Ia menilai budaya masih banyak mendiskriminasikan perempuan. Para caleg perempuan diharapkan dapat mewarnai kebijakan berspektif gender. Ia menilai, belum banyak isu yang diangkat para caleg perempuan.

Selain isu pendidikan, isu kesehatan juga banyak seperti angka kelahiran bayi sangat tinggi, angka kematian ibu masih tinggi, kesehatan reproduksi perempuan, kasus kanker leher rahim sangat tinggi di Bali. Banyak persoalan yang ada termasuk masalah lingkungan. Ia berharap isu ini juga perlu digulirkan para caleg jika nanti duduk di legislatif. Untuk merebut suara masyarakat, kata Aik, harus ada satu keberpihakan pada rakyat. “Jangan setelah duduk di legislatif lupa pada rakyat,” katanya.

Ia menyarankan para caleg perempuan mulai melakukan kampanye yang berbeda. Kampanye pilih perempuan kurang efektif. Namun, pilih perempuan demi perubahan. Namun, harus dipikirkan juga bukti serta komitmen yang kuat dari para perempuan. Misalnya kalau ingin lingkungan baik pilih perempuan. Kalau tidak mau ada korupsi pilih perempuan.

Mahendrawati Dekan FH Universitas Warwadewa menilai, perjuangan perempuan sangat berat karena lingkungan yang menghambat. Menurutnya, perempuan harus bekerja keras dan total. Ia berharap para caleg jangan lupa misi dan visinya. Jadilah perempuan yang satya wacana. Ia sependapat dengan TIA Kusuma Wardani. Para caleg harus memiliki empat kecerdasan yakni kecerdasan IQ, emosional, spiritual dan pemecahan masalah. Para caleg perempuan hendaknya menilai sendiri apa yang menjadi kekuatan, kelemahan, tantangan dan kesempatanya. –ast

Sudah dimuat di Koran Tokoh, Edisi 519, 21 Desember 2008

11 komentar:

Unknown mengatakan...

Mbak, gimana kalau Jembrana..?
Syukurlah ternyata Jembrana tidak masuk dalam kategori kabupaten/kota daerah kantong miskin. Padahal PAD jembrana tidak berasal dari pariwisata?

tks

Anonim mengatakan...

@buat boykesn:
he.he.he, tar aku tanyain dulu yahhh

giovanni mengatakan...

kunjungan balik dari http://www.netanielgiovanni.blogspot.com

wendra wijaya mengatakan...

Perempuan itu mampu, tapi (kebanyakan) tidak mau..

Anonim mengatakan...

Saatnya perempuan bicara...
sbenarnya nih sudah ada dari zaman kartini ya..?? but blom banyak yg berani tampil...

Anonim mengatakan...

@buat giovanni:
iya deh tar aku berkunjung yachhhh

@buat wendra wijaya:
iya betuul banget,tapi mengapa sih mereka gak mau ya??

@buat ifoell:
napa ya perempuan gak brani tampil? ga PD atau apa aychhh........... bingung nih cari jawabannya.........

Anonim mengatakan...

setauku, perempuan bali selalu tertekan oleh suami (jika sudah bersuami).
perempuannya bekerja banting tulang.
yg laki-lakinya malah goyang kaki.

ini setauku ya.

terus kalo di pedesaan, cara mandinya masih nekad and naked.
abisan, aku pernah terlihat sih.

mungkin pola pikir perempuan bali harus dibuat lebih terbuka. beberapa usaha melalui PNPM Mandiri memberikan hasil yg cukup memuaskan.

Anonim mengatakan...

@buat attayaya:
memang perempuan Bali arus open mind sekarang. Perempuan harus unjuk gigi harus PD, dengan kecerdasan dan kepintaran, pastilah lelaki akan memberikan runag gerak yang seimbang. Ayooooooooo, kita bersatu para perempuan............ semangat 45, mau grakkkkkkkkkkkk

Debrian Miller mengatakan...

wah ce bali lagi beraksi ya itu.heheee

Anonim mengatakan...

yihuuiiiii...photonya di ganti jd balinesse girl neh.....nice smile

Anonim mengatakan...

@buat debrian:
he.hehe, keren yahhh

@buat gus:
makasi udah mmapir. iya kau ganti biar ada perubahan, he.he.he cuci mata