Rabu, 03 November 2010

Kiat Sukses Elnino Berpolitik, Punya Modal Sosial

BERPOLITIK tidak harus selalu memiliki banyak uang. Itu sudah dibuktikan Elnino M. Husein Mohi, S.T., M.Si. anggota DPD 2009-2014 dari Provinsi Gorontalo. Ia salah seorang senator yang berusia muda di lembaga tinggi tersebut. Saat ini, ia menjabat koordinator parliamentary’s group on MDGs DPD-RI.
Sebelum menjadi anggota DPD, Elnino seorang wartawan dan aktivis yang sering menyampaikan ide perubahan untuk membuat Provinsi Gorontalo menjadi lebih baik. Ia masih aktif menulis di media massa dan telah menerbitkan beberapa buku tentang keadaan sosial dan politik Gorontalo.

Elnino menilai, banyak orang partai salah persepsi, masuk politik harus banyak uang. “Menjadi politisi tidak selamanya dengan uang. Dalam pencalonan bukan urusan menang kalah, namun cara berpolitiknya yang harus bisa diteladani,” ujarnya.
Di depan peserta Konferensi Nasional “Generation Next: Women and Youth Leadership Development” ia mengungkapkan kesannya, di Gorontalo orang tidak percaya parpol. Siapa yang memberi uang, itu yang dipilih. Ada anggapan, politik bukan untuk orang miskin. Justru orang miskin hanya jadi korban politik. Orang dermawan lebih terhormat daripada orang pintar.
Opini masyarakat yang berkembang, politik itu tidak beres dan tidak bisa dipercaya. Di televisi sering ditayangkan rapat DPR kacau, ribut, ada unjuk rasa. “Inilah yang harus diubah. Yang harus ditunjukkan, mengubah opini orang di sekitar kita. Tidak semua politisi kotor,” ujarnya.
Melawan keadaan itu, Elnino punya strategi. Ia memunyai modal sosial sejak menjadi wartawan mulai tahun 1999. “Saya sering mendatangi desa-desa dan membuat profilnya. Setelah dimuat di koran, ditempel di kantor desa. Waktu saya mencalonkan diri, saya tinggal datang ke desa-desa tersebut. Menjadi calon itu pengabdian, bukan masalah menang kalah. Dengan itu, saya mampu mengubah opini 50.000 orang,” paparnya.

Waktu pencalonan, ia mengaku melakukan pengkajian peradaban. Bagaimana jatuh bangunnya peradaban Mesir, menjadi acuannya. Ia mencoba membangkitkan kesadaran masyarakat Gorontalo. Hal yang harus diperbaiki tingkat pengetahuan dan kelakuannya. Ia menggali dan bercerita tentang sejarah Gorontalo, Dengan cerita-cerita kisah nenek moyang, masyarakat akan tersentuh.
Tidak perlu banyak, kata dia, hanya 12 orang tokoh yang dilibatkan seperti kepala desa dan sekretaris desa. Ia ngobrol di rumah mereka dalam suasana santai, namun ada kajian. “Saya tidak pernah mengatakan pilih saya menjadi anggota DPD. Namun, saya katakan sudahlah lupakan Elnino calon DPD No. 9. Ini hanya masalah teknis,” ujarnya membagi kiat suksesnya.
Ia menyarankan, dalam berkampaye ke desa-desa, jangan bicara tentang politik. Tanyakan apa yang dibutuhkan keluarga itu.
Secara individu Elnino kenal 3200 orang yang saling mengenal, kemudian membentuk jaringan sosial untuk memilihnya. Ia menilai, masyarakat saat ini justru tidak terikat simbol parpol. Dari 64 pilkada yang ada, menunjukkan kekuatan individu lebih menang daripada kekuatan organisasi.
Jangan bicara politiknya, tetapi bicara orangnya. Artinya tidak ada artinya bicara tentang politik, tetapi lebih baik membicarakan kepentingan orang yang akan diperjuangkan. Triknya ini menuai sukses. Pendukungnya datang dari banyak kalangan, perempuan maupun laki-laki.

Para calon legislator umumnya lebih peduli pada bagaimana ia bisa terpilih, sedangkan yang sudah menjadi anggota DPR dan DPD memikirkan bagaimana ia terpilih lagi. Selama ini pendidikan politik seperti disembunyikan di bawah meja. Banyak caleg yang tidak siap, justru dipilih secara instan.
Masa kepemimpinannya di HMI, menjadi ajang pembelajaran Elnino dalam politik. Secara individu, ia sudah siap ketika masuk dalam politik. Ia memunyai pemetaan konsep dan ilmu berpolitik.

Jangan hanya Mengkritik
Ketua Bidang Komunikasi & Politik DPP PAN Bimo Arya Sugiarto berpandangan, pemimpin sejati seharusnya memberi inspirasi ke depan. Ada beberapa karakter yang harus dipenuhi seorang pemimpin, tidak mudah menyerah, jangan hanya bisa mengkritik tetapi mampu memberikan solusinya. Berani tampil dan memimpin, jangan hanya jadi pengikut. Memiliki kemampuan dan keahlian, serta transformatif yakni pemimpin mencari nilai untuk suatu perubahan.

Tentang fenomena yang ada di kalangan anggota parpol yang dia amati, kapasitas manajerial mereka lemah, visi lemah, dan tidak memiliki kemampuan membuat keputusan. Datangi rapat tidak tepat waktu. Tiap rapat energi habis karena konflik. Kalau begini, bagaimana bisa menarik simpati pemuda? Anak muda/kaum muda parpol cukup dominan. Saatnya kaum muda memimpin. Mereka ingin merebut, tetapi tanpa kapasitas untuk merebut, tentu tidak bisa. Sekarang ini, ia menilai, kekuasaan dan posisi itu diminta. bukan diambil. Padahal, seharusnya dengan banyaknya parpol, kekuasaan itu harus diambil bukan diminta. “Yang dibutuhkan sekarang paham membangkitkan semangat dan membangun nilai trasnformasi. Menurutnya, merebut suara anak muda perlu dengan pendekatan sosial kultural. Cari ikon anak muda dan mampu masuk ke dalam dunia anak muda. –ast

Tokoh, edisi 616, 31 okt - 6 nop 2010

Tidak ada komentar: