HINGGA kini penanganan limbah medis padat masih menyisakan masalah.
Sebagian besar limbah medis padat dimusnahkan dengan tungku pembakaran.
Padahal, pembakaran limbah atau sampah yang mengandung senyawa-senyawa berbahaya itu akan menghasilkan dioksin yakni bahan beracun yang dihasilkan saat terjadi pembakaran substansi alami kimia.
Demikian diungkapkan Ketua II Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) Unud dr. I Wayan Darwata, M.P.H.
Master of Public Health tamatan Universitas Hawai tahun 1983 ini menegaskan, pembakaran limbah terutama yang berbahan baku plastik menghasilkan gas CO dan benzopyrin yang dapat memicu kanker.
“Bukan hanya pembakaran limbah medis yang berbahaya, pembakaran sampah, daun-daunan, dan kayu bakar juga mengganggu kesehatan.
Pembakaran ini menghasilkan gas karbon yakni gas yang tidak berbau, tidak berwarna berasal dari proses pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar non fosil (kayu bakar).
Gas SO2 mengakibatkan iritasi mata dan CO2 mengakibatkan sesak napas,” ujarnya.
Ia mengatakan jangka pendek efek asap pembakaran dapat menurunkan daya tahan paru-paru, dan jangka panjang dapat memicu kanker.
Katagori limbah medis padat seperti limbah infeksius terdiri atas bekas balutan, spesimen laboratorium, jaringan busuk. Limbah tajam seperti peralatan gelas yakni thermometer, jarum suntik dan alat suntik.
Limbah plastik seperti bekas kemasan obat dan barang, spuit sekali pakai.
Ada juga limbah kimia, obat-obatan, radioaktif, dan dapur.
Limbah cair seperti air cucian perabotan dapur,bahan makanan, cucian pakaian, darah, dan cairan infus.
“Limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya,” katanya.
Saat ini katanya, limbah medis cair sudah ditangani dengan Instalasi Pengendalian Air Limbah (IPAL) di masing-masing rumah sakit.
Hanya saja, Darwata menilai penanganan limbah padat medis dengan proses pembakaran masih menyisakan masalah.
Selain limbah medis, kata dokter Darwata sektor sandang seperti pencucian batik, dan sablon yang memakai warna sistetis dapat mengakibatkan pencemaran karena proses pencucian memerlukan air sebagai mediumnya dalam jumlah besar. “Proses ini mengakibatkan air limbah yang besar mengandung sisa warna kimia, kadar minyak dan mengandung limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun).
Jika dialirkan ke sungai menimbulkan gangguan pencernaan, sakit kulit, dan gangguan organ tubuh lainnya,” ujarnya.
Menurut Kepala Bidang Kesehatan Lingkungan IKM Utami Dwipayanti, S.T., M.Bev. air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi dengan lingkungan daratan dimana buangan limbah dari daratan akan bermuara di laut.
Selain itu, air laut juga sebagai penerima polutan yang jatuh dari atmosfir.
Limbah tersebut yang mengandung polutan masuk ke dalam ekosistem perairan, sebagian larut dalam air, sebagian tenggelam ke dasar laut dan sebagian masuk ke jaringan tubuh organisme laut termasuk ikan, kerang, udang lainnya.
“Bila makanan laut atau sea food yang tercemar ini dimakan manusia akan berbahaya bagi kesehatan.
Makanan yang tercemar logam berat mempunyai daya racun tinggi yang mengakibatkan kematian.
Seperti kasus penyakit Minamata yang terjadi di Jepang,” ujar Utami.
Tamatan University of New South Wales Sydney tahun 2005 ini mengatakan penyakit Minamata ini terjadi akibat akumulasi logam berat merkuri dalam tubuhnya karena mengnsumsi ikan dan hewan laut yang berasal dari teluk Minamata yang tercemar merkuri limbah industri PI Chisso.
Mereka mengalami gejala kerusakan otak, gangguan bicara dan hilangnya keseimbangan tidak dapat berjalan.
“Pencemaran logam berat tidak mengenal ambang batas karena jika sudah masuk ke tubuh manusia dia bersifat akumulatif dan tertimbun.
Logam berat yang terakumulasi dalam tubuh manusia dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tubuh, menimbulkan cacar fisik, melemahkan sistem saraf.
Bagi ibu hamil, pencemaran logam berat sangat berbahaya bukan saja merusak kesehatan ibunya, tapi kesehatan dan pertumbuhan bayinya juga terganggu.
Ia menyebutkan industri yang memberikan limbah buangan merkuri seperti pabrik tinta, pertambangan, pabrik kimia, pabrik kertas, penyamakan kulit, tekstil, farmasi.
Ia mengatakan risiko tinggi yang berpotensi terkena masyarakat yang mengonsumsi ikan yang berasal dari daerah perairan yang tercemar mercuri.
Pada industri pertambangan emas memerlukan bahan merkuri atau air raksa yang akan menghasilkan limbah logam berat cair. Hal ini kata Utami, dapat memicu keracunan saraf dan merupakan bahan teratogenik.
Selain itu, timbal (Pb) sumber emisi dari pabrik plastik, percetakan, pabrik baterai, kendaran bermotor, dan cat, juga termasuk logam berat yang berbahaya. Ia mengatakan sekali masuk ke tubuh akan masuk ke darah, sumsum tulang, liver, otak, tulang dan gigi. Efeknya gangguan ginjal kronis. -ast
Sudah dimuat di Koran Tokoh Edisi 471, 13-19 Januari 2008
1 komentar:
Saya tinggal di Bogor (di Ciapus yang masih kampung tepatnya) dan setiap hari ga peduli pagi siang sore malem bahkan tengah malam warga sini bakar sampah! kami sampai beli kipas tornado buat ngusir bau asap yang menyakitkan paru-paru. Warga kampung kami tidak bisa diberi tahu malahan kami yang terlihat seperti orang aneh kritik masalah bakar sampah. sampai kapan hal seperti ini berlangsung? sudah lelah sepertinya. :'(
Posting Komentar